Pilpres 2024
Jokowi Dukung Ganjar Secara Terbuka, Denny Indrayana: Ada Gerakan Gagalkan Anies di Pilpres 2024
Langkah Presiden Jokowi yang mendukung Ganjar Pranowo sebagai kandidat calon presiden (capres) dinilai terlalu terbuka.
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Ign Agung Nugroho
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Strategi skenario Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dibongkar oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana terkait pencapresan 2024 menghebohkan publik.
Langkah Presiden Jokowi yang mendukung Ganjar Pranowo sebagai kandidat calon presiden (capres) dinilai terlalu terbuka.
Bahkan, ia menganalisa bahwa ada gerakan untuk menggagalkan kandidat capres Anies Baswedan melaju dalam Pilpres 2024.
Denny menyebutkan terdapat strategi demi mensukseskan capres tertentu dan menggagalkan peluang kandidat capres yang tidak didukung Jokowi.
Dalam diskusi OTW 2024 yang digelar lembaga survei KedaiKOPI pada Rabu 3 Mei 2023 ini, menghadirkan narasumber Denny Indrayana (Guru Besar Hukum Tata Negara), Melki Sedek (Ketua BEM Universitas Indonesia), Hendri Satrio (Analis Komunikasi Politik) dan Masinton Pasaribu (anggota DPR PDI Perjuangan).
Menurut Denny Indrayana, kepala negara haruslah bersikap adil, jika hal tersebut tidak dilakukan, maka berarti konstitusi dilanggar.
Baca juga: Golkar dan PKB Buka Dua Peluang Usung Prabowo-Airlangga atau Prabowo-Cak Imin di Pilpres 2024
Baca juga: Ahmad Basarah dan Adian Napitupulu Pimpin Tim Relawan Pemenangan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024
"Saya memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan presiden yang saya pilih," ucap Denny dalam diskusi OTW 2024 bertajuk Adu Ampuh Rencana Istana Vs Rencana Rakyat yang digelar lembaga survei KedaiKOPI di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Ia meminta Presiden Jokowi untuk berhenti ikut cawe-cawe mengenai siapa kandidat dan partai mana yang akan melakukan koalisi.
"Jangan disandera oleh kasus-kasus hukum sehingga mudah disetir dan diarahkan. Tolong hentikan. Biarkan partai menyerap aspirasi masyarakat," jelas dia.
Anggota DPR dari PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menanggapi analisis Denny Indrayana.
Baginya analisis tersebut terlalu prematur.
"Saya rasa analisis ini prematur, karena wajar apabila seorang pemimpin mempersiapkan kesinambungan kepemimpinannya untuk meneruskan pembangunan yang sedang berjalan saat ini," ujar Masinton.
Masinton juga membantah bahwa istana melakukan penjegalan terhadap pencalonan salah satu bakal calon presiden.
"Pendaftaran ke KPU kan belum. Situasi saat ini masih dalam tahap penjajakan. Jadi penjegalan dari mana?," ujar Masinton.
Sementara itu, analis Komunikasi Politik Hendri Satrio mengapresiasi langkah Megawati yang mengumumkan pencalonan Ganjar Pranowo sebagai kandidat calon presiden dari PDI Perjuangan.
Menurutnya dengan mengumumkan Ganjar, Megawati menyelamatkan Presiden Jokowi dari meng-endorse para bakal calon presiden.
Pria yang akrab disapa Hensat khawatir akan potensi bahaya yang akan menjerat Presiden Jokowi terhadap para bakal calon yang sedang berharap endorsement dari presiden.
"Saya khawatir para bakal calon presiden itu saat ini hanya mencoba merebut dukungan dan logistik dari Presiden, tapi ketika nanti misalkan sudah menjabat, pasti presiden yang baru tidak ingin lagi terikat dengan presiden sebelumnya," jelas Hensat.
Baca juga: Begini Tanggapan Ganjar Pranowo Soal Adian Napitupulu Sebut Prabowo Bukan Lawan Sebanding Dirinya
Hensat mengingatkan bahwa sepanjang sejarah tidak ada agenda kekuasaan yang bisa menang melawan kehendak rakyat.
"Kalau melihat dari sejarah kita hanya mendengar ungkapan vox populi, vox dei. Suara rakyat adalah suara tuhan. Belum ada kita dengar suara istana adalah suara tuhan. Jadi istana harus segera hentikan skenario-skenario tersebut," terang Hensat.
Pada kesempatan yang sama, Ketua BEM Universitas Indonesia Melki Sedek mengkritik langkah-langkah yang dipertontonkan Jokowi saat ini terutama saat Presiden Jokowi menghadiri acara deklarasi salah satu calon presiden.
Baca juga: INI Alasan Wiranto Sebut Prabowo Sudah Mumpuni Maju Sebagai Capres 2024
"Kehadirannya saat deklarasi mengorbankan independensi Presiden. Jokowi rela menghadirkan stigma pada publik yakni menunjukan siapa yang harus dipilih untuk menjadi presiden selanjutnya," jelas Melki.
Baginya apabila Presiden Jokowi ingin kekuasaannya berakhir dengan mulus, maka Presiden Jokowi seharusnya menuntaskan seluruh programnya dengan baik dan mengawal Pemilu 2024 dengan adil.
"Idealnya kalau Presiden Jokowi ingin 'soft landing' adalah dengan bekerja dengan baik dan mengawal pemilu 2024 agar sesuai dengan konstitusi yang jujur, adil dan demokratis. Presiden seharusnya mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 dan bukan mengawal peserta Pemilu 2024” kata Melki. (m27)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.