78 Pegawai KPK yang Lakukan Pungli Layak Disebut Residivis, Seremoni Minta Maaf Mirip Aksi Teatrikal
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri mempertanyakan apakah cukup para staf KPK yang lakukan pungli menebus kesalahan mereka meminta maaf?
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Sebanyak 78 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbukti melakukan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK.
Sesuai putusan Majelis Etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK, puluhan pegawai itu diharuskan meminta maaf kepada publik.
Permintaan maaf itu disampaikan di Gedung Juang KPK, Jakarta, Senin (26/2/2024).
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel melihat hal ini dari sisi lain. Reza Indragiri Amriel mempertanyakan, apakah aksi pungli yang dilakuka 78 pegawai KPK tersebut berlangsung satu kali atau berkali-kali.
"Patut diduga kuat, lebih dari satu kali. Berarti mereka sesungguhnya adalah residivis," ujar Reza kepada WartaKotalive.com/TribunTangerang, Rabu (28/2/2024).
Residivisme mereka, menurut Reza, tidak hanya dihitung berdasarkan re-entry (berulang masuk lapas) atau re-punishment (berulang dijatuhi hukuman).
"Melainkan juga berdasarkan perhitungan bahwa para staf KPK telah mengulang-ulang perbuatan pungli mereka," kata Reza.
"Nah, dengan status sebagai residivis, apakah cukup para staf itu menebus kesalahan mereka dengan permintaan maaf? Apalagi permintaan maaf itu bukan berdasarkan inisiatif pribadi per pribadi, melainkan dipaksa lembaga," papar Reza.
Seremoni permintaan maaf diselenggarakan tanpa memperlihatkan muka dan membuka identitas pelaku, menurut Reza juga mengindikasikan bahwa masing-masing orang meminta maaf karena perasaan malu, bukan perasaan bersalah.
"Itu terkesan teatrikal, bukan pertobatan substansial," katanya.
Jadi, berapa kali permintaan maaf yang bisa dianggap setara dengan residivisme mereka?
"Sebagai lembaga yang semestinya menempatkan standar etik dan standar moral pada posisi tertinggi dan mutlak, hukuman meminta maaf kosmetik oleh staf KPK tersebut sedemikian rupa jelas terlalu enteng," ujarnya.
TWK
Reza menambahkan, seandainya kepada para pelaku pungli itu dikenakan tes wawasan kebangsaan (TWK), akan seperti apa hasilnya?
"Atau mungkin memang tak perlu lagi mereka di-TWK. Bahwa mereka sudah menyimpang dari nilai-nilai integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan, itu saja sudah menunjukkan betapa wawasan kebangsaan mereka sedemikian bobrok," ujar Reza.
"Jadi, pasca upacara permintaan maaf, 78 pegawai itu akan ditempatkan di mana? Ruang kerja yang mana yang masih layak diisi para pegawai itu? KPK bisa memastikan puluhan orang itu tidak akan mengulangi aksi pungli mereka?," katanya.
Seperti diketahui sebagai tindak lanjut dari Putusan Majelis Etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK, sebanyak 78 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan permintaan maaf usai terbukti menerima pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK.
Permintaan maaf disampaikan di Gedung Juang KPK, Jakarta, Senin (26/2/2024).
Pelaksanaan putusan etik dipimpin oleh Sekretaris Jenderal KPK Cahya H Harefa.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Anggota Dewas, serta jajaran struktural KPK turut hadir dan menyaksikan eksekusi putusan etik tersebut.
Permintaan maaf dibacakan langsung oleh para pegawai terkait.
Dalam pernyataannya, para pegawai itu mengakui telah melakukan pelanggaran etik dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Rp 6 Miliar
Dewas KPK sebelumnya menjatuhkan sanksi berat berupa permintaan maaf langsung secara terbuka terhadap 78 pegawai KPK yang terbukti menerima pungutan liar (pungli) di tiga Rutan KPK.
Sementara itu, 12 pegawai KPK sisanya yang juga diduga terlibat menerima pungli ini diserahkan Dewas kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK.
Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan alasan Dewas menyerahkan 12 pegawai KPK tersebut kepada Sekjen KPK.
Belasan pegawai KPK itu melakukan pelanggaran kode etik menjurus tindak pidana pada tahun 2018 saat Dewas KPK belum dibentuk sehingga mereka tidak mempunyai kewenangan.
Tumpak pun mengingatkan pegawai KPK yang saat ini berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak bisa dipecat begitu saja atas persoalan etik.
Meskipun begitu, lanjut Tumpak, Dewas KPK merekomendasikan kepada Sekjen KPK untuk memeriksa dan menjatuhkan hukuman disiplin terhadap 90 pegawai KPK yang menerima pungli.
Dalam pemeriksaan tersebut, Sekjen KPK dapat melakukan pemecatan.
Kasus dugaan pungli terjadi di Rutan KPK cabang K4 (Merah Putih), Rutan KPK cabang C1, dan Pomdam Jaya Guntur, sejak tahun 2018 hingga 2023.
Dewas KPK menaksir total pungli dalam lima tahun tersebut lebih dari Rp 6 miliar.
Kepala SDN Ciledug Barat Resmi Dicopot Usai Tersandung Dugaan Pungli Seragam Rp1,1 Juta |
![]() |
---|
Breaking News: Dugaan Pungli, SDN Gondrong 2 Wajibkan Siswa Baru Beli Seragam Sekolah Rp 1,2 Juta |
![]() |
---|
Kepsek SDN Ciledug Barat Ira Hoeriah Terancam Dipecat dari PNS, Bang Ben Berikan Saksi Terberat |
![]() |
---|
Kasus Dugaan Pungli Seragam, Sanksi Kepsek SDN Ciledug Barat Masih Tunggu Putusan BKPSDM |
![]() |
---|
Respons Reza Indragiri Polisi Sebut Arya Daru Korban: Perkataan Keseleo Boleh Jadi Lebih Jujur Lho |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.