Mahasiswa STIP Jakarta Tewas Dianiaya

Hilangkan Istilah 'Senior Junior', Menhub Bakal Rombak Sistem Pendidikan di STIP Jakarta

Kasus penganiyaan yang dialami oleh Putu Satria Ananta Rustika (19) hingga tewas di STIP Jakarta membuat Menhub Budi Karya Sumadi ambil langkah tegas.

Editor: Joko Supriyanto
Tribun Jakarta
Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta. 

TRIBUNTANGERANG.COM - Kasus penganiyaan yang dialami oleh Putu Satria Ananta Rustika (19) hingga tewas di STIP Jakarta membuat Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengambil tindak tegas.

Pasalnya kasus kekerasan yang terjadi di STIP Jakarta itu karena faktor senioritas yang dinilai sudah menjadi tradisi.

Maka dari itu, Menhub Budi Karya Sumadi mengaku tidak menerima mahasiswa baru agar istilah senior junior terhapus.

"Jangka pendek ini kami akan melakukan moratorium, di satu angkatan itu kita nggak akan terima. Apa tujuannya? Agar memutus tradisi jelek, sehingga tidak ada lagi istilah senior dan junior," kata Budi Karya saat berkunjung ke rumah duka Putu Satria Ananta Rustika di Klungkung, Bali, Kamis (9/5/2024).

Tak hanya itu, Budi Karya Sumadi berjanji akan melakukan reformasi atau perombakan sistem pendidikan di setiap sekolah vokasi di bawah naungan Kementerian Perhubungan, satu diantaranya STIP Jakarta.

Baca juga: Petinggi STIP Jakarta Dibebastugaskan Buntut Tewasnya Putu Satria Ananta Rastika

Selama ini 23 sekolah vokasi yang berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan.

"Apa yang dialami ananda Rio (panggilan Putu Satria), kami kenang sebagai suatu kejadian yang mendalam. Jadi dasar reformasi pendidikan vokasi Kemenhub," ujar Budi Karya Sumadi.

Sebagai bentuk tanggung jawab, Budi Karya Sumadi telah membebastugaskan direktur hingga beberapa pejabat di STIP Jakarta.

Selain itu, nantinya sistem asrama hanya akan diberikan kepada anak-anak tingkat I, sementara anak tingkat selanjutnya bisa tinggal di kos-kos di sekitar kampus.

"Kami juga akan libatkan orang tua untuk ikut mengasuh anak didik, melalui komite sekolah," jelas Budi Karya Sumadi.

Bahkan perombakan juga dilakukan hingga atribut kampus.

Menurutnya atribut yang selama ini dikenakan, terkesan memunculkan persepsi dan pemisah antara senior dan junior.

"Ke depan semua atribut kami hilangkan. Kami akan gunakan yang lebih humanis. Tidak setiap hari kami gunakan seragam itu (dinas), tapi ada seragam putih, batik, olahraga, dan libur bisa pakaian bebas," jelas Budi Karya Suamadi

3 Taruna Ditetapkan Tersangka

Polres Metro Jakarta Utara menentapkan tiga tersangka lainnya atas kematian mahasiswa sekolah tinggi ilmu pelayaran (STIP) Cilincing, Jakarta Utara.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, tiga tersangka lainnya berinisial AK alias K, WJP alias W dan FA alias A.
Gidion mengaku, penetapan tiga tersangka lain tewasnya mahasiswa STIP setelah pihaknya gelar perkara.
"Hasil penyidikan dan gelar perkara kemudian kami menyimpulkan ada tiga pelaku lainnya yang terlibat dalam peristiwa kekerasan eksesif tersebut," tegasnya, Kamis (9/5/2024).
Menurut Gidion, ada 43 saksi yang diperiksa mulai dari mahasiswa STIP tingkat 1, 2 dan 4, pengasuh, dokter klinik STIP, RS Tarumajaya, ahli pidana dan bahasa.
Kemudian, barang bukti yang sudah disita adalah visum et repertum, pakaian korban, pakain tersangka, dan CCTV yang kemudian sudah dilakukan analisa digital forensik.
"Adapun peran dari masing-masing tersangka tersebut adalah, pelaku FA alias A adalah taruna tingkat 2 yang memanggil korban Putu bersama rekan-rekannya dari lantai 3 untuk turun ke lantai 2," ucap Gidion.
"Ini yang diidentifikasi menurut persepsi senior tadi salah atau menggunakan pakaian olahraga memasuki ruang kelas dengan mengatakan "Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!". Jadi turun dari lantai 3 ke lantai 2," tambahnya.
Kemusian, FA juga berperan menjadi pengawas ketika kekerasan eksesif terjadi di depan pintu toilet dan ini dibuktikan dari rekaman CCTV.
Selain itu, peran FA juga diperkuat dengan keterangan para saksi, sehingga terhadap FA dilakukan persangkaan Pasal pokok 351 ayat 3, pasal 55 juncto 56 turut serta pemganiayaan.
Selanjutnya tersangka WJP alias W, pada saat proses terjadinya kekerasan eksesif berperan meneriaki korban dan teman-temannya dengan kata "Jangan malu-maluin CBDM, kasih paham".
Ucapan W itu kemudian dilakukan analisa oleh ahli bahasa karena ada ucapan yang hanya dimengerti oleh taruna STIP.
Ketika korban dilakukan pemukulan oleh Tegar, W mengatakan "Bagus nggak prederes, artinya masih kuat gitu ya.
"Kemudian terhadap WJP juga dikenakan kontruksi pasal 55, junto pasal 56 KUHP," ungkapnya.
Terakhir, kata Gidion tersangka AK alias K berperan menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan oleh Tegar.
Gidion menyatakan, AK mengatakan kepada korban 'adek ku saja nih mayoret terpercaya'. 
"Ini juga kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, mempunyai makna tersendiri di antara mereka. terhadap tersangka K juga dipersangkakan pasal 55, junto Pasal 56 KUHP," imbuhnya. 
 

(Tribun-Bali.com/Eka Mita Suputra/wartakotalive.com/Munir)

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved