Banjar Lahar Dingin di Sumbar
5 Cerita Pilu Korban Banjir Lahar Dingin di Sumatera Barat yang Menewaskan Puluhan Orang
Dibalik bencana alam yang mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia hingga puluhan lainnya hilang, menyisakan cerita pilu dari korban selamat.
TRIBUNTANGERANG.COM - Banjir lahar dingin yang terjadi di kaki Gunung Marapi, Sumatera Barat (Sumbar) pada Sabtu malam 11 Mei 2024 mengakibatkan puluhan orang meniggal dunia.
Berdasarkan laporan BNPB pada Selasa 14 Mei 2024, tercatat sudah ada 50 orang meninggal dunia.
Sebaran korban meninggal dunia yang ditemukan dampak banjir lahar dingin ini terdiri dari beberapa lokasi.
Di Kota Padang Panjang sebanyak dua orang, Kabupaten Agam sebanyak 20 orang, Kabupaten Tanah Datar sebanyak 19 orang, Kota Padang sebanyak satu orang, dan Kabupaten Padang Pariaman sebanyak delapan orang.
Dibalik bencana alam yang mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia hingga puluhan lainnya hilang, menyisakan cerita pilu dari beberapa korban selamat.
Banyak diantara korban selamat harus kehilangan harta benda mereka, bahkan gangguan mental dan cacat tubuh akibat bencana ini.
Berikut ini 5 cerita pilu dari beberapa korban banjir lahar dingin yang terjadi di Sumatera Barat yang dilansir dari TribunPadang.com pada Selasa (14/5/2024)
1. Karmila Kehilangan Ibu dan Keponakan, Anak Trauma
Karmila harus kehilangan ibu dan keponakannya saat banjir lahar dingin terjadi di Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, Sabtu (11/5/2024) malam.
Saat banjir lahar dingin Gunung Marapi itu terjadi, Karmila sedang berada dirumahnya yang berada beberapa meter dari rumah ibunya.
Rumah ibunya terletak di dekat aliran sungai yang menjadi lokasi banjir lahar dingin.
"Saat banjir terjadi, ibu saya sedang berada dirumahnya yang berada di depan musala bersama adik saya."
"Sementara itu anak dan keponakan saya sedang rapat bersama pengurus di dalam musala," katanya, Minggu (12/5/2024).
Kemudian, kata Karmila, sekira pukul 20.00 WIB, aliran air semakin membesar hingga meluap ke jalan.
"Saat mulai besar itu, anak dan keponakan saya langsung pulang, tapi ke rumah ibu saya."
"Tak lama setelah itu air semakin membesar dan membawa material yang cukup banyak berupa kayu dan batu yang ukurannya melebihi orang dewasa menghantam rumah ibu saya," ungkapnya.
"Karena takut, anak saya menelepon sambil menangis dan menanyakan situasi rumah ibu saya yang berdentum terus menerus karena dihantam air dan material kayu dan batu," lanjutnya.
Karena banjir yang besar dan deras, Karmila ataupun keluarga lainnya tidak bisa ke luar rumah untuk menjemput anaknya.
Setelah beberapa lama, banjir mulai surut, Karmila pun mencoba mencari informasi terkait keadaan keluarganya. Namun nahas, ternyata rumah dan keluarganya tersapu oleh banjir.
"Adik sama anak saya berhasil dibantu diselamatkan oleh warga, tapi ibu dan keponakan saya tidak berhasil terselamatkan dan terbawa banjir," ujarnya.
"Sekira pukul 01.00 WIB jasad ibu saya ditemukan oleh tim gabungan, sementara itu keponakan saya ditemukan sekira pukul 08.00 WIB paginya," sambungnya.
Kini, adik dan anaknya tengah menjalani perawatan di puskesmas karena mengalami luka-luka.
"Anak saya sangat trauma, tadi dari rumah sakit sudah dibawa pulang. Tapi di posko ia selalu mengigau saat istirahat dengan memanggil nama keponakan saya, jadi ia dibawa lagi ke puskesmas untuk perawatan," ujarnya.
"Jenazah ibu dan keponakan saya juga sudah langsung disemayamkan pagi tadi," sambungnya.
Ia berharap agar bencana banjir tidak kembali terjadi dan pemerintah segera cepat tanggap terkait antisipasi dan tindak lanjut penanganan dan pencegahan banjir.
2. Nispawati Selamat Berkat Karung Pasir yang Dipasang Depan Rumah
Nispawati (45), selamat di tengah arus deras banjir lahar dingin Gunung Marapi Sumbar.
Ia mengungkapkan momen mencekam saat air tiba-tiba menerjang rumahnya di Nagari Bukik Batabuah.
Banjir lahar dingin Gunung Marapi Sumbar telah mulai deras sejak waktu Magrib.
"Pas ketika saya selesai salat Magrib di rumah, air sudah mulai deras. Sudah ada juga warga yang memperingatkan agar berhati-hati," ujarnya, Minggu (12/5/2024).
Tidak berselang lama, banjir semakin deras dan mulai meluap hingga ke jalan sehingga ia bersama keluarga terpaksa bertahan di dalam rumah.
"Kami tidak bisa keluar, kami terpaksa berdiam diri di rumah sambil melihat-lihat keluar apakah air akan masuk atau menerjang rumah kami," katanya.
Nasib berpihak pada Nispawati. Ia dan keluarga selamat karena sudah mengantisipasi sebelum banjir datang.
"Untungnya karung pasir yang kami pasang sebelumnya di depan rumah menghalangi air dan material lainnya masuk ke dalam rumah, karena sebelumnya rumah saya juga terdampak banjir bandang sebelumnya," lanjutnya.
Menurut Nispawati, air mulai surut sekira pukul 01.00 WIB. Ia bersama keluarga diminta mengungsi oleh tim gabungan yang berjaga.
"Sekitar jam satu air sudah surut, mungkin karena jembatan sudah tersumbat aliran mengalir ke area persawahan baru jalan bisa dilalui dan saya baru pergi mengungsi karena disuruh," ujarnya.
Ia berharap agar bencana banjir lahar dingin tidak terjadi lagi dan meminta pemerintah untuk segera mengatasi permasalahan banjir lahar dingin tersebut.
3. Pasrahnya Antan saat Banjir Bandang, Peluk Anak sambil Berdzikir hingga Sholat Hajat
Warga Galuang, Kecamatan Sungai Pua, Agam, Sumatera Barat, menyaksikan langsung dahsyatnya banjir bandang yang menerjang daerah itu, Sabtu (11/5/2024) malam.
Air besar tiba-tiba datang ditandai dengan bunyi guruh yang sangat keras dan berkelanjutan, membawa pohon, batu dan sampah hingga menghanyutkan tujuh unit rumah.
"Rumah yang hanyut itu berada di belakang rumah saya, waktu bunyi guruh saya naik ke lantai dua dan melihatnya langsung," ujar seorang warga, Antan.
Antan menyaksikan rumah itu hancur digulung banjir yang airnya sangat besar seperti melihat tsunami Aceh.
Lalu ia bersama lima anaknya saling berangkulan dan berdzikir melihat semua kejadian itu berlangsung.
Bahkan Antan langsung melaksanakan sholat hajat malam itu, pasrah jika memang air itu turut menghantam rumahnya.
Beruntung, banjir besar itu tidak menghampiri rumah Antan.
Beberapa jam setelah itu volume air berkurang dan ia keluar rumah.
"Di jalan, puing-puing rumah bagian belakang itu sudah menggunung tidak bergerak bersama pohon dan batu," terangnya.
Ia lihat ke bagian belakang tempat rumah hanyut, hanya satu rumah yang tersisa dalam kondisi setengah, sedangkan yang lain sudah rata.
Pada malam itu, seorang penghuni rumah ditemukan hanyut ratusan meter, dalam kondisi luka parah dan dirawat di rumah sakit saat ini.
Keesokan harinya delapan orang lagi ditemukan dalam kondisi meninggal dunia dan hari ini (Selasa-red) satu orang.
Saat ditanyai dimana posisi korban yang rumahnya hanyut, Antan mengaku tidak tahu pasti.
Kebanyakan korban menurutnya menyelamatkan diri masing-masing ke rumah saudaranya.
"Kadang pagi mereka datang, melihat dan mencari barang yang bisa diselamatkan, siang sudah tidak di sini lagi," jelasnya.
Para korban juga mengalami trauma ketika kembali melihat rumah mereka yang sisa pondasi tersebut.
4. Riswan Tidak Sangka Banjir Datang, Semua Tiba-Tiba dan Berlangsung Cepat
Banjir bandang yang datang secara tiba-tiba membuat warga Nagari Koto Tuo, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pasrah.
Mereka tidak menyangka banjir akan datang sehingga tidak ada persiapan sama sekali.
"Semua berlangsung sangat cepat, bunyi batu bergesekan dan suara air bergemuruh."
"Akhirnya rumah, kendaraan, warung dan sekolah hilang," ujar Riswan mengenang malam mengerikan saat banjir besar itu terjadi.
Menurut Riswan, banjir terjadi sekira pukul 22.15 WIB, Sabtu (11/5/2024).
Kedatangan banjir tidak pernah terbayangkan oleh warga setempat.
Sebab, sejak lahar dingin gunung Marapi mengganas, daerah tempat mereka tinggal memang tidak pernah terdampak.
Bahkan, beberapa warga tidak ingat betul kapan terakhir banjir serupa ini terjadi.
Beberapa dari warga menyebut tahun 2010, tapi tidak semuanya sepakat itu disebut banjir besar.
Melihat banjir yang terjadi kali ini, masyarakat menganggapnya galodo, karena kedatangannya yang tidak disangka dan sangat besar.
Riswan menyebut banjir ini membawa kayu setinggi 2 meter hingga 8 meter dan bebatuan yang sangat besar, sekira ukuran mobil dan motor.
"Airnya juga sangat amat besar, sehingga banyak bangunan hilang tak tersisa terdampak banjir ini," ujarnya ditemui, masih menggunakan sepatu boot dan bercucuran keringat.
Ia mengungkapkan satu sekolah nyaris tak tersisa di IV Koto Agam.
Rumah makan, warung dan rumah warga juga hilang entah kemana puingnya.
Semua itu terjadi dalam waktu singkat, kondisi warga juga pasrah, karena memang tidak ada yang memprediksi galodo bisa terjadi malam itu.
"Kendaraan yang terparkir di luar rumah, turut disapu oleh banjir besar ini," ujarnya.
Menurutnya, kalau menaksir kerugian, mungkin bisa mencapai miliaran rupiah untuk nagari Koto Tuo saja.
Sekarang masyarakat setempat bersama BPBD, SAR, TNI dan Polri hanya bisa bahu membahu membersikan material banjir dan menyemangati masing-masing.
5. Ibu Digendong Sanak Saudara, Tubuhnya Dipopoh, Desnimurti Bersyukur Diberi Kesempatan Hidup
Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Suara air yang keras tiba-tiba membangunkan Desnimurti yang tengah terlelap.
Mengejutkannya lagi, air sudah memasuki rumahnya dengan kedalaman setinggi pinggang orang dewasa.
Tubuh Desnimurti bergetar, rasa khawatir menyelimuti.
“Saya di rumah berdua dengan ibu yang sudah tua, kami tidak tau apa yang harus dilakukan badan tiba-tiba bergetar karena panik,” jelas Desnimurti saat ditemui di Jorong Tigo Batua, Nagari Parambahan, Kecamatan Limo Kaum, Tanah Datar, Selasa (14/5/2024).
Beruntung, kata Desnimurti, ada sanak saudara yang datang menolong bernama Riko.
Riko langsung menggendong ibu Desnimurti sedangkan dirinya dipopoh menuju jalan keluar.
“Tak mempedulikan barang yang lain kami berhasil selamat dan masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan,” katanya.
Setiba di luar, Desnimurti melihat air dan lumpur dimana-mana.
Wajah warga lainnya yang selamat dipenuhi lumpur bahkan terdengar teriakan minta tolong.
Ia bersyukur tetap selamat karena sudah dua kali bencana menerpanya.
Sebelumnya dia juga pernah merasakan tsunami Aceh dan sekarang banjir bandang.
“Tak ada harta yang tertinggal, rumah sudah dipenuhi lumpur, perabotan tak terlihat lagi ntah dimana,” terangnya.
Sementara waktu, Desnimurti mengungsi ke rumah saudara lain yang tak terdampak.
Rumahnya masih dibersihkan oleh warga secara bersama-sama dan berharap ada perabot yang masih bisa terpakai.
(TribunPadang.com/Arif Ramanda Kurnia/Fajar Alfaridho Herman/Rahmat Panji)
Data Terkini Korban Banjir Lahar Dingin Marapi: 61 Orang Meninggal, Potensi Bencana Masih Ada |
![]() |
---|
Data Terkini Jumlah Korban Lahar Dingin Gunung Marapi: 58 Orang Meninggal |
![]() |
---|
Uli Mengais-ngais Lumpur Sembari Menangis Mencari Jasad sang Adik yang Belum Ditemukan |
![]() |
---|
Trauma, Warga Panik Berhamburan saat Hujan Turun di Kabupaten Agam, Takut Jadi Korban Lahar Dingin |
![]() |
---|
Update Terbaru Jumlah Korban Meninggal Dunia Banjir Lahir Dingin di Sumbar Selasa 14 Mei 2024 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.