Referendum, Opsi karena Tidak Ada Orang Sasak di Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran

Orang Sasak meneriakkan referendum karena merasa keterwakilan mereka di kancah politik kurang dianggap. Tidak ada orang Sasak di Kabinet Merah Putih.

|
Editor: Eko Priyono
TribunTangerang.com/Yulianto
Presiden Prabowo Subianto disaksikan Presiden ketujuh RI Joko Widodo (kiri) membacakan sumpah jabatan dalam Sidang Paripurna Presiden-Wakil Presiden 2024-2029 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (20/10/2024). 

Bahkan, dalam catatan sejarah, Lombok pernah menjadi swasembada beras nasional pada tahun 1984 dengan program Gogo Rancah yang kemudian menggaungkan nama NTB atau Lombok sebagai Bumi Gora.

Ini membuktikan bahwa dalam bidang pertanian, orang Sasak bukan kaleng-kaleng. Kalau politik itu dikaitkan dengan pembagian kekuasaan dan transaksi kuasa. Saya kira, orang Sasak mempunyai hak sangat besar menagih kompensasi politik dari Prabowo.

Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Lombok khususnya merupakan lumbung pemilih fanatik Prabowo (Prabowo harga mati). Sejak Prabowo bertanding menjadi presiden, siapa pun lawannya, Prabowo selalu menang besar di Lombok.

Bahkan ada olok-olokan sosial yang menyatakan, Jokowi tak perlu menghiraukan Lombok, karena dia selalu dipecundangi Prabowo dalam setiap pemilu. Dengan kata lain, Prabowo dijaminkan menang di Lombok, siapa pun lawannya. 

Kita bisa melihat hasil Pemilu Presiden 2024 di Nusa Tenggara Barat (NTB), pasangan Prabowo-Gibran meraih kemenangan signifikan. Mereka mendapatkan 2.154.843 suara, unggul di semua kabupaten dan kota di NTB, termasuk di Lombok.

Total pemilih tetap (DPT) di NTB mencapai 3,9 juta, dengan 3,3 juta pemilih menggunakan hak suaranya. Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar berada di posisi kedua dengan 850.539 suara, sementara Ganjar Pranowo-Mahfud MD di posisi ketiga dengan 241.106 suara (sumber Kompas dan Antara).

Kemudian mari kita bandingkan dengan perolehan suara Prabowo di Bali dalam Pemilu 2024. Meskipun unggul atas pasangan calon yang lain, namun mereka hanya memperoleh suara sah sekitar 1.454.640 suara.

Jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih di Bali mencapai 2.740.692 orang dari total 3.269.516 pemilih terdaftar.

Bahkan di Aceh Prabowo mengalami kekalahan telak dengan hanya mendapatkan sekitar 787.024 suara sah.

Begitu juga di Papua, meskipun Prabowo menang, namun Papua hanya menyumbangkan perolehan sekitar 378.908 suara. 

Data di atas menunjukkan, pertama, dibandingkan jumlah DPT di Bali dan Papua, DPT di NTB, khususnya di Lombok masih lebih banyak. Meskipun hampir sama jumlah DPT di Aceh dan NTB, namun data menunjukkan bahwa Prabowo kalah telak di Aceh dan menang sempurna di Lombok.

Kedua, meskipun di Bali Prabowo menang, namun sumbangan suara kemenangan tersebut hampir separuh lebih kecil jika dibandingkan dengan kontribusi kemenangan di Lombok.

Ketiga, jumlah kemenangan Prabowo di Provinsi Papua masih jauh lebih kecil dibandingkan kemenangan Prabowo di satu kabupaten di Lombok.

Termasuk jika melihat enam provinsi yang ada di Papua hampir setara jumlah DPT dengan satu Provinsi NTB khususunya Lombok.

Merujuk kepada data di atas, di mana rasionalitas keterwakilan yang diargumentasikan Prabowo jika kenyataannya bahwa ada dua wakil menteri dari Bali yakni wakil menteri pariwisata dan wakil menteri komunikasi dan informasi. Kemudian dua orang keterwakilan Papua (1 menteri dan 1 wakil menteri). 

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved