Breaking News: Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Batalkan SHGB dan SHM di Area Pagar Laut Tangerang

Nusron Wahid akhirnya membatalkan sertifikat tanah di kawasan pagar laut, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten

Editor: Joseph Wesly
TribunTangerang/Gilbert Sem Sandro
Penampakan bambu yang sebelumnnya tertancap di laut dan disebut pagar laut di atas kapal TNI AL di Pantai Tanjung Pasir, Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (22/1/2025). 

Pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Pesisir Kabupaten Tangerang, menimbulkan polemik baru usai munculnya Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimiliki perusahaan swasta maupun perorangan.

Menanggapi hal tersebut, Konsultan Hukum PIK-2 Muannas Alaidid menegaskan klaim laut yang disertifikatkan tidaklah benar.
Muannas menilai, yang terjadi adalah alih fungsi lahan tambak atau sawah milik warga yang terabrasi.

Meski demikian, batas-batasnya masih jelas kemudian dialihkan sesuai prosedur hukum.

“Pernyataan Menteri ATR/BPN kemarin sangat jelas. Tidak ada laut yang disertifikatkan. Yang ada adalah lahan tambak atau sawah yang terabrasi, namun batasnya tetap dapat diketahui dan tercatat dalam dokumen resmi, lalu dialihkan menjadi HGB dan SHM,” kata Muannas kepada wartawan, Selasa (21/1/2025).

Berdasarkan hasil kordinasi dengan Lembaga Geospasial Menteri ATR/BPN sebelumnya, telah memerintahkan Dirjen SPPN untuk melakukan koordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (GIB) untuk memeriksa garis pantai Desa Kohod.

Pemeriksaan itu kata Muannas, bertujuan untuk memastikan apakah HGB dan SHM berada di dalam atau di luar garis pantai, berdasarkan perubahan garis pantai, sejak 1982 hingga 2024.

Muannas mengaku, dalam pengecekan melalui Google Earth menunjukkan kavling HGB dan SHM yang berada di sekitar pagar bambu bukan laut, melainkan lahan warga yang terabrasi.

"Masalah ini muncul karena ada yang salah memahami bahwa pagar laut sepanjang 30 km tersebut adalah bagian dari SHGB milik pengembang, padahal sebagian di antaranya adalah SHM milik warga,” tuturnya.

Muannas mengatakan, seluruh dokumen yang diterbitkan melalui proses yang legal, sesuai prosedur penertiban HGB dsn SHM.

Lahan yang semula berupa tambak atau sawah milik warga lanjut Muannas, dialihkan menjadi SHGB milik PT setelah melalui pembelian resmi, pembayaran pajak, serta dilengkapi Surat Keputusan (SK) Izin Lokasi dan PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang).

“SHGB yang ada diterbitkan sesuai proses dan prosedur. Semula lahan tersebut SHM milik warga, dibeli secara resmi oleh PT, dibalik nama, dan pajaknya dibayar. Semua dokumen lengkap,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Muannas juga menyoroti adanya narasi yang keliru mengenai pagar laut sepanjang 30 kilometer tersebut.

“Isu ini mirip dengan narasi terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikaitkan secara keliru dengan PIK 2. Sama seperti itu, klaim bahwa seluruh pagar laut sepanjang 30 km adalah bagian dari HGB PIK juga tidak benar,” kata Muannas.

“Keterangan BPN sudah jelas, tidak semua pagar laut ini terkait HGB PIK. Ada SHM warga lainnya yang terlibat,” tambahnya. 

Ombudsman akan Minta Penjelasan ATR/BPN

Kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Pesisir Kabupaten Tangerang, ternyata menimbulkan polemik baru.

Yang mana, terdapat Hak Guna Bangunan (HGB) hingga Sertifikat Hak Milik (SHM), dari perusahaan swasta maupun perorangan.

Hal itu pun menjadi perhatian publik, lantaran adanya HGB hingga SHM tersebut telah menabrak hak konstitusi terkait laut.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten, Fadli Afriadi menuturkan, jika sampai ada penerbitan di HGB di kawasan itu, maka perairan yang dipasangi pagar laut, telah dianggap sebagai daratan.

Fadli menilai, hal tersebut berbanding terbalik dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VII/2010 menyangkut ketentuan mengenai pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3).

“Yang jelas satu, kalau kebetulan mahkamah konstitusi sebenarnya di laut itu tidak berlaku rezim hak, artinya tidak boleh ada kepemilikan. Jadi kalau bentuknya ini ada Hak Guna bangunan, tentu perlu diselidiki lebih lanjut kok bisa keluarnya itu adalah dalam bentuk hak,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (21/1/2025).

Atas hal tersebut, Fadli mengatakan pihaknya akan memanggil perwakilan dari kantor wilayah (Kanwil) ATR/BPN, untuk mengetahui Informasi lebih lanjut soal HGB dan SHM tersebut.

“Jadi kami akan secepatnya mengundang ke Kanwil ATR/BPN kita perlukan informasi yang lebih jelas nih terkait antara keberadaan kabar HGB tersebut dengan pagar laut yang ada,” kata dia.

Lebih lanjut Fadil menegaskan akan memanggil pihak-pihak yang terlibat baik Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tangerang hingga Provinsi Banten. 

“Ya kami (akan panggil). (Tapi) akan fokus pihak terkait (terlebih dahulu). Nanti akan kita panggil (dari Pemda ) untuk memastikan lagi, bagaimana bisa ada HGB di sana,” ungkapnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved