Kronologi Lahan Warga Kosambi Tangerang Dirampas Rentenir, Utang Rp 500 Ribu Menjadi Rp 40 Juta

Sang rentenir bahkan sudah memecah sertifikat milik A dan kini resmi memilki hak atas tanah tersebut secara resmi

|
Editor: Joseph Wesly
shutterstock
LAHAN DISITA RENTENIR- Ilustrasi uang utang. Warga Kosambi Tangerang kehilangan lahan karena hutang Rp 500 ribu membengkak menjadi Rp 40 juta. (KOMPAS.com/NURWAHIDAH) 

TRIBUN TANGERANG.COM, KOSAMBI- Kisah A (80) seorang warga lansia warga Desa Selembaran Jati, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, sungguh miris.

Gegara utang Rp 500 kepada rententir, lahannya diambil dan kini dijadikan kontrakan oleh sang rentenir.

Sang rentenir bahkan sudah memecah sertifikat milik A dan kini resmi memilki hak atas tanah tersebut secara resmi.

Pasalnya sang rentenir kini memiliki Surat Hak Milik. Artinya di atas kertas sang rentenir adalah pemilik sang tanah tersebut secara hukum.

Namun, yang membuat nurani tersakiti adalahcara sang rentenir merebut lahan sang manula tersebut.

Lahan miilik A dia dapatkan karena utang milik A senilai Rp 500 ribu membengkak menjadi Rp 20 juta cuma dalam 4 tahun dan akhirnya beranak-pinak menjadi Rp 40 juta.

Akibat tidak mampu membayar utangnya tersebut, rentenir tempatnya meminjam mengambil tanahnya dan kini membangun kotrakan di atas lahan tersebut.

Banyak netizen yang tidak habis pikir dengan ulah sang rentenir yang mewajibkan debiturnya membayar bungan yang sangat besar.

Bunga tersebut akhirnya menjerat debitur sehingga terpaksa menyerahkan lahannya.

Kronologi Perampasan Tanah

Peristiwa itu bermula saat S, anak dari A terpaksa meminjam uang Rp 500.000 pada 2016 lalu untuk biaya berobat A yang tengah sakit.

Uang itu dipinjam kepada seorang rentenir berinsial MR.

"Pinjaman Rp 500.000, bunganya Rp 100.000 per minggu, jadi tiap minggu S bayar bunganya saja, sementara pokoknya tetap, sampai satu waktu tidak punya uang untuk bayar dan bunga ditambahkan ke pokok utang, akhirnya nilai utang dan bunganya terus bertambah," kata D, kerabat dari keluarga A kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (16/3/2025).

Hingga kemudian, pada tahun 2020, rentenir MR mengkonfirmasi ke S bahwa utang beserta bunganya telah membengkak menjadi Rp 20.000.000.

MR kemudian meminta kepada S untuk menyerahkan sertifikat lahan seluas 100 meter milik keluarga yang terdapat di samping rumahnya sebagai jaminan utang tersebut.

Saat punya uang, suami S sempat berupaya untuk menebus sertifikat tanah itu melalui rentenir lain berinsial R tetapi ternyata sertifikat sudah berada di tangan CE yang merupakan bos MR dan R sehingga tidak bisa diambil.

Padahal. R sudah diberi uang Rp 3.000.000 untuk mengambil sertifikat tersebut.

"Lebih parahnya lagi CE kemudian datang ke rumah dan bilang tanahnya akan diambil 40 meter, sertifikatnya akan dipecah," Kata dia.

CE beralasan sebidang lahan itu akan diambil karena utang S membengkak jadi Rp 40.000.000. Utang itu diakumulasikan dari utang S dan utang rentenir MR yang juga punya utang ke CE.

"Aneh banget kan, utang si MR malah dilimpahkan juga ke S," ujarnya.

Adapun uang Rp 3.000.000 sebelumnya diberikan ke R, dipakai oleh CE untuk biaya pecah sertifikat Rp 2.500.000.

Kini, bidang lahan seluas 40 meter sudah dimiliki oleh CE dan dibangun kontrakan di atasnya.

D mengaku geram dengan kasus itu yang menurutnya merupakan perampasan. Dia sudah mencoba berbagai upaya untuk mengembalikan hak lahan milik kerabatnya.

"Kemarin Alhamdulillah ada dari desa, camat dan anggota dewan datang, dikumpulkan para korban lain juga totalnya ada ratusan," kata D.

Ia berharap kasus ini dilirik oleh pemerintah kabupaten, bahkan pemerintah pusat karena dianggap meresahkan.

Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Tangerang yang datang ke lokasi, Chris Indra Wijaya mengatakan, akan mencari solusi terbaik dari permasalahan ini.

Menurutnya, kasus ini juga sudah dinformasikan ke Bupati dan Wakil Bupati Tangerang.

"Pemerintah kabupaten, baik desa, kecamatan, dan bupati harus hadir dalam menangani ini, ini sudah harus menjadi perhatian karena melibatkan ratusan bahkan ribuan warga terjerat rentenir," kata Chris.

Selain itu, Chris mendengar banyak warga yang mendapat intimidasi dan perampasan barang saat tidak membayar utang tersebut.

Lebih lanjut, Chris mengaku sudah berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk upaya hukum bagi para warga yang menjadi korban.

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved