Debat dengan Aura Cinta Soal Wisuda, Dedi Mulyadi: Prioritaskan Masa Depan, Jangan Gaya-gayaan

Perdebatan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan remaja asal bekasi Aura Cinta tengah menjadi sorotan.

Editor: Joko Supriyanto
TikTok dan Tangkapan layar Youtube KDM
DEBAR SENGIT - Seorang remaja putri, Aura Cinta berdebat dengan Dedi Mulyadi terkait pelarangan wisuda pelajar hingga penggusuran rumah. Perdebatan itu menjadi ramai disorot netizen. TikTok dan Tangkapan layar Youtube KDM 

TRIBUNTANGERANG.COM - Perdebatan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan remaja asal bekasi Aura Cinta tengah menjadi sorotan.

Keduanya terlibat perdebatan terkait pembahasan wisudan sekolah hingga pengusuran. Video pertemua keduanya pun diunggah di akun YouTube resmi Dedi Mulyadi pada 26 April 2025.

Dalam pertemuan itu membahas perihal pengusuran serta larangan wisuda di sekolah yang diterapkan oleh Dedi Mulyadi.

Aura Cinta pun secara tegas menentang upaya Dedi Mulyadi perihal acara perpisahan hingga wisuda di sekolah.

"Kalau tanpa perpisahan, emang kehilangan kenangan? Kenangan bukan pada saat perpisahan, tapi kenangan indah itu saat proses belajar selama tiga tahun," ujar Dedi.

Namun Aura Cinta menjelaskan jika adanya wisuda maupun perpisahan membuat para murid merasa dirinya telah lulus.

"Enggak juga sih, Pak. Saya ngerasa udah lulus. Kalau enggak ada perpisahan, kita tuh enggak bisa ngumpul bareng atau ngerasain interaktif sama teman gitu," ujar Aura Cinta

Aura menilai, wisuda atau acara perpisahan tetap penting sebagai bentuk kenangan bersama teman-teman meski dengan biaya yang minimal.

Namun, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kebijakan melarang perpisahan dan study tour diberlakukan untuk meringankan beban orangtua siswa, terutama bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. 

"Dalam hidup, kita harus lebih fokus pada masa depan, bukan keperluan seremonial. Wisuda hanya perlu di perguruan tinggi, tidak perlu di TK atau SMP. Rumahnya di bantaran kali, tapi sekolah mau gaya-gayaan ada wisuda. Rumah aja enggak punya," ujar Dedi, menekankan pentingnya memprioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan yang lebih mendasar.

Dalam perdebatan tersebut, Aura menjelaskan bahwa perpisahan di sekolahnya, SMAN 1 Cikarang Utama, hanya dikenakan biaya sekitar Rp 1 juta.

Ibunya juga mengaku setuju membayar biaya tersebut untuk mendukung mental anak, meski Dedi tetap menilai hal itu bisa membebani keluarga yang belum mapan secara ekonomi.

"Saya bilang, kalau demi anak, jangan tinggal di bantaran sungai," tegas Dedi, dengan maksud agar orangtua lebih memprioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan dasar.

Namun, Aura tetap menyatakan bahwa dia tidak menolak kebijakan tersebut, tetapi berharap perpisahan tetap diperbolehkan dengan biaya yang lebih terjangkau.

"Enggak gitu, Pak. kan saya waktu dibikin video Tiktok itu kan captionya bukan untuk meminta kerohiman atau apa pun, saya cuma minta keadilan aja," ujar Aura Cinta, menyatakan protes terkait penggusuran rumah mereka. 

Dedi kemudian berbalik bertanya apakah Aura siap membayar sewa jika tanah tempat tinggalnya milik orang lain, dengan memberi contoh bagaimana negara dapat meminta warga membayar sewa.

"Saya balik, tinggal di tanah orang lain harus bayar gak sama yang punya tanah? Kalau saya balik nuntut, pemdanya nya minta tagihan dihitung beberapa tahun ke belakang bayar tiap tahun," ujar Dedi Mulyadi

Aura, yang mengaku miskin, menyatakan keinginannya agar pemerintah mengerti kondisi mereka.

"Bapak kan bisa lihat dulu latar belakang saya, saya miskin atau gak, mampu bayar atau enggak," ujar Aura.

Dedi kemudian menanggapi dengan mengatakan, "Kamu miskin enggak?" "Iya, saya mengakui," jawab Aura Cinta

Kenapa miskin pengin hidup bergaya, sekolah harus ada perpisahan? Kan kamu merasa miskin. Kenapa orang miskin enggak merasa prihatin?" ujar Dedi Mulyadi menekankan bahwa orang yang merasa miskin harus lebih fokus pada masa depan mereka dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu.

Aura Cinta kembali menegaskan bahwa dia mendukung kebijakan tersebut, tetapi berharap perpisahan tetap dilaksanakan dengan biaya yang kecil.

"Apa pun itu saya mendukung, cuma jangan dihapus, Pak, gak semuanya bisa terima. Terus kalau wisuda dihapus, dan Bapak juga minta pajak saya, saya miskin," ujar Aura.

Dedi membalas dengan mengatakan bahwa orang miskin harus lebih prihatin dalam membangun masa depan mereka.

"Bukan minta pajak, saya balik, Anda miskin, tapi jangan sok kaya. Orang miskin itu prihatin membangun masa depan. Seluruh pengeluaran ditekan, digunakan untuk masa depan, bisnis, pengembangan mandiri, lah ini rumah enggak punya, tinggal di bantaran sungai," ujar Dedi.

Di akhir forum, mayoritas warga menyatakan setuju dengan kebijakan penghapusan acara wisuda dan study tour karena alasan keadilan dan keringanan biaya.

Dedi menawarkan solusi, yaitu membolehkan siswa mengadakan acara perpisahan secara mandiri tanpa melibatkan sekolah, agar tidak ada pungutan resmi yang membebani orangtua ataupun sekolah.

"Bikin aja sendiri, kumpul-kumpul teman, tapi jangan melibatkan sekolah," ujar Dedi.

(Kompas.com)

 

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved