Setelah Anak Nakal, Gubernur Dedi Mulyadi Siapkan Barak Militer untuk Suami Tak Bertanggung Jawab

Setelah mengirimkan pelajar nakal di Jawa Barat ke Barak militer untuk dilakukan pembinaan, kini Dedi Mulyadi akan segera menyasar orang dewasa.

Editor: Joko Supriyanto
tribunjabar.id / Hilman Kamaludin
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi saat memberikan keterangan di Rindam III Siliwangi, Jumat (2/5/2025). 

TRIBUNTANGERANG.COM - Setelah mengirimkan pelajar nakal di Jawa Barat ke Barak militer untuk dilakukan pembinaan, kini Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akan segera menyasar orang dewasa.

Dedi Mulyadi bakal menyiapkan barak militer untuk orang dewasa agar mendapatkan pendidikan militer.

Adapun kata Dedi, sasarannya adalah suami yang suka meninggalkan istri dan anaknya, atau tidak bertanggung jawab atas keluarganya.

"Setelah itu (program anak sekolah), saya akan menyasar kepada orang dewasa," kata Dedi Mulyadi, dilansir dari YouTube miliknya, Rabu (7/5/2025).

Mantan Bupati Purwakarta itu pun menjabarkan kategori orang dewasa yang masuk barak militer ini adalah mereka yang melakukan kesalahan, tetapi tidak bisa dipidana.

"Orang mabuk tiap hari meninggalkan istrinya, orang yang bertengkar di rumah, orang yang tidak pernah pulang ke rumah meninggalkan anak-anaknya, itu kan tidak bisa dipidana," ungkap Dedi Mulyadi.

Tak hanya para suami yang tak bertanggung jawab dikirim ke barak militer, Dedi juga akan mengirim kelompok-kelompok yang suka membuat kerusuhan, seperti geng motor yang meresahkan.ni.

"Ketika nanti ada orang bikin rusuh di sebuah daerah, kemudian kerjanya mabuk-mabuk aja, atau bergeng-geng di jalan, nanti dijaring kemudian diserahkan ke Kodam III untuk dididik Dodik ini," tutur Dedi Mulyadi.

 Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menerangkan, orang dewasa yang mengikuti pendidikan militer juga akan mendapatkan berbagai pelatihan keterampilan.

"Selama di sini juga akan kami arahkan, ada pendidikan spesialis pertanian, peternakan, perikanan, dan pertukangan," beber Dedi Mulyadi.

Politisi Golkar itu menyebut bahwa nantinya, orang dewasa yang telah mendapatkan pendidikan dan pembekalan di barak militer itu akan disalurkan bekerja.

"Jadi, nanti ada proyek-proyek provinsi seperti pembuatan jalan, irigasi, bangunan sekolah, mereka akan kami koordinasikan kepada para kontraktor," ucap Dedi Mulyadi.

"(Nantinya) mereka menjadi karyawan, tetapi diawasi oleh militer. Bekerja, lalu gajinya diserahkan ke keluarganya," lanjut Dedi Mulyadi.

Mendapat Kritikan

Sementara itu, program pendidikan militer dari Dedi Mulyadi ini mendapatkan berbagai kalangan.

Komnas HAM Misalnya, meminta agar program pembinaan di barak militer ini ditinjau ulang. 

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyebut, urusan edukasi untuk warga sipil bukanlah bagian dari kewenangan militer.

"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu," ujar Atnike di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025). 

Atnike menilai, kunjungan siswa ke barak TNI sah-sah saja bila tujuannya untuk edukasi karier, seperti mengenal tugas-tugas tentara. 

Namun, jika anak-anak dilatih dengan metode militer, itu menjadi persoalan lain.

Hal serupa juga disampaikan anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana yang menilai pendekatan militeristik bukan solusi utama untuk menangani siswa bermasalah. 

"Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah," kata Bonnie lewat pernyataan tertulis, Rabu (30/4/2025). 

Ia menekankan, program semacam ini harus melalui kajian matang, mengingat masih banyak cara lain yang lebih tepat untuk membentuk karakter siswa tanpa harus menggunakan metode militer. 

Sementara itu, Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menyoroti potensi stigma yang bisa menimpa anak-anak dalam program tersebut. 

Dalam dialog di Sapa Indonesia Pagi KompasTV pada Selasa (6/5/2025), Aris menyebut bahwa anak-anak yang masuk kategori bermasalah tetaplah kelompok rentan yang butuh pendekatan khusus.

"Pada prinsipnya begini, anak ini masuk dalam kelompok rentan, karena dia masuk dalam kelompok rentan maka dia butuh pendekatan-pendekatan khusus, dia butuh perlindungan. Nah di dalam ruang lingkup perlindungan anak itu ada tahapan bagaimana pemenuhan hak anak, yang kemudian baru pada tahapan perlindungan khusus anak," jelas Aris.

"Artinya kalau kemudian program ini menyasar kepada anak-anak yang dalam tanda kutip ya, anak nakal, anak bermasalah, saya kira juga persoalan tersendiri, karena kemudian akan menjadi anak korban stigma," tambahnya.

(TribunJabar.id/Rheina Sukmawati)

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved