SPMB 2025
Kepala SDN Ciledug Barat Diduga Lakukan Pungli, Dindikbud Tangsel Ambil Tindakan Tegas
Proses ini dilakukan oleh Inspektorat Kota Tangsel secara internal. Deden menekankan bahwa tidak ada keterlibatan pihak luar dalam audit ini
Penulis: Ikhwana Mutuah Mico | Editor: Joseph Wesly
(TribunTangerang/Ikhwana Mutuah Mico)
KEPSEK DIPERIKSA- Kepala Dinas Pendidikan Tangsel, Deden Deni. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Tangerang Selatan melakukan pemeriksaan terhadap kepala sekola SD Negeri Ciledug Barat, Tangsel yang diduga melakukan pungli. (TribunTangerang/Ikhwana Mutuah Mico)
Laporan Wartawan TribunTangerang.com, Ikhwana Mutuah Mico
TRIBUNTANGERANG.COM, SERPONG- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Tangerang Selatan menegaskan bahwa proses pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran di SD Negeri Ciledug Barat, Tangsel, resmi dimulai hari ini.
Pemeriksaan dilakukan menyusul kisah memilukan seorang ibu rumah tangga asal Pamulang, Nur Febri Susanti (38), yang kesulitan menyekolahkan dua anaknya karena tidak sanggup membayar biaya seragam sekolah sebesar Rp1,1 juta per anak.
Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan Tangsel, Deden Deni.
"Hari ini baru dimulai pemeriksaan," ujar Deden Deni kepada TribunTangerang.com di kantornya, Serpong, Tangsel, Senin (21/7/2025).
Proses ini dilakukan oleh Inspektorat Kota Tangsel secara internal. Deden menekankan bahwa tidak ada keterlibatan pihak luar dalam audit ini.
“Enggak, internal aja. Inspektor Tangsel yang turun langsung,” jelasnya.
Terkait teknis pengumpulan data, Deden menyebut pihak sekolah dan orang tua siswa akan dilibatkan.
“Anak sekolah nanti dikonfirmasi ke orang tua. Kalau perlu, orang tuanya dipanggil langsung,” ujarnya.
Saat ditanya soal sikap resmi dari Dinas Pendidikan atas dugaan kasus ini, Deden menyatakan pihaknya masih menunggu hasil audit.
“Belum ada (tuntutan). Nanti kita lihat dari hasil pemeriksaan inspektorat seperti apa,” pungkasnya.
Baca juga: Kepsek SDN Ciledug Barat Disebut Suruh Siswa Pindah Sekolah bila Tak Bisa Beli Seragam Rp 1,1 Juta
Sebelumnya diberitakan, Kepala Bidang Pembinaan SD Dindikbud Tangsel, Didin Sihabudin mengatakan, pemeriksaan dilakukan untuk mengklarifikasi dugaan pungutan sebesar Rp1,1 juta per siswa yang ditransfer ke rekening pribadi kepala sekolah.
"Kami sudah memanggil dan memeriksa kepala sekolah terkait dugaan pungutan," ujar Didin Sihabudin.
Dalam pemeriksaan tersebut, kepala sekolah mengakui bahwa dirinya mencantumkan nomor rekening pribadi sebagai tempat pembayaran seragam.
Menurut Didin, kepala sekolah berdalih tujuannya untuk memfasilitasi orang tua murid yang ingin mencicil pembayaran. Namun demikian, Didin menegaskan bahwa prosedur tersebut tetap tidak dibenarkan.
"Mungkin niat awalnya untuk menyicil, tapi apapun alasannya, tidak boleh menggunakan rekening pribadi untuk pembayaran seragam," jelasnya.
Didin juga memastikan bahwa hingga saat ini belum ada orang tua siswa yang melakukan pembayaran ke rekening pribadi tersebut.
"Alhamdulillah, selama pemeriksaan berlangsung, belum ada pembayaran dari orang tua kepada kepala sekolah itu," tambahnya.
Hasil pemeriksaan ini, kata Didin, akan dilaporkan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel untuk menentukan sanksi yang akan diberikan.
"Kalau soal sanksi, kami serahkan ke pimpinan, tapi yang jelas, tindakan ini sudah memberikan dampak dan jadi perhatian," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Nur Febri Susanti (38), seorang ibu rumah tangga asal Pamulang, harus menelan pil pahit setelah kedua anaknya gagal melanjutkan sekolah di SD Negeri Ciledug Barat, Kota Tangerang Selatan.
Penyebabnya, Febri tak sanggup membayar biaya seragam sekolah yang mencapai Rp1,1 juta per anak.
Padahal, sebelumnya, Febri telah menerima surat resmi dari pihak sekolah pada 11 Juli 2025 yang menyatakan bahwa kedua anaknya telah diterima di sekolah tersebut.
"Anak saya sudah diterima, tapi saat daftar ulang disodori daftar biaya seragam Rp1,1 juta. Itu harus lunas dan ditransfer ke rekening pribadi kepala sekolah," kata Febri saat ditemui di rumahnya di kawasan Benda Baru, Pamulang, Rabu (16/7/2025).
Febri mengaku keberatan dengan permintaan tersebut, mengingat kondisi ekonomi keluarganya.
Diketahui, dalam kesehariannya ia berjualan pempek secara online, sementara suaminya bekerja sebagai tukang parkir di kawasan Rempoa, Ciputat.
"Penghasilan suami saya pas-pasan. Saya juga jualan seadanya. Kalau bisa dicicil, mungkin kami masih bisa usahakan. Tapi ini diminta langsung, tanpa opsi," ujarnya.
Menurut Febri, selain mahal, mekanisme pembayaran melalui rekening pribadi kepala sekolah juga membuatnya tidak nyaman. Ia pun sempat membagikan pengalamannya ke media sosial.
Tak hanya itu, Febri mengaku mendapatkan respons yang mengecewakan dari pihak sekolah.
"Kepala sekolahnya bilang, kalau saya tidak sanggup, lebih baik cari sekolah lain saja," ungkapnya.
Adapun, biaya seragam yang diminta itu meliputi pakaian muslim, baju batik, rompi, topi, atribut, serta buku paket pelajaran.
Namun, Febri menilai besaran biaya tersebut tidak masuk akal untuk sekolah negeri yang seharusnya menerapkan prinsip pendidikan gratis.
Setelah kejadian tersebut, kini kedua anak akhirnya berhasil masuk sekolah dan mengikuti proses belajar mengajar. (m30)
Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News
Berita Terkait
Berita Terkait: #SPMB 2025
Kepala SD Negeri Ciledug Barat Terancam Dicopot bila Terbukti Jual Paksa Seragam Sekolah |
![]() |
---|
Kepsek SDN Ciledug Barat Disebut Suruh Siswa Pindah Sekolah bila Tak Bisa Beli Seragam Rp 1,1 Juta |
![]() |
---|
Penjual Pempek di Tangsel Tak Sanggup Bayar Seragam Rp 1,1 Juta, 2 Anak Terancam Tak Sekolah |
![]() |
---|
Andra Soni Buka Suara soal Kisruh SPMB di Tangerang, Dorong Sekolah Swasta Gratis sebagai Solusi |
![]() |
---|
Protes Sistem SPMB, Ratusan Emak-emak Geruduk SMKN 2 Kabupaten Tangerang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.