Pungli Seragam

Jadi Pelajaran ke Oknum Lain, Benyamin Davnie Berikan Sanksi Terberat ke Kepsek SDN Ciledug Barat

Berdasarkan pemeriksaan dari inspektorat, pelaku terbukti melakukan pungutan liar berupa uang seragam

Penulis: Ikhwana Mutuah Mico | Editor: Joseph Wesly
(TribunTangerang/Ikhwana Mutuah Mico)
BERI SANKSI TERBERAT- Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, menegaskan akan menjatuhkan sanksi berat sebagai bentuk ketegasan pemerintah daerah dalam memberantas pungli di sektor pendidikan kepada Kepsek SDN Ciledug Barat, Ira Hoeriah. (TribunTangerang/Ikhwana Mutuah Mico) 

Hingga saat ini, Pemkot Tangsel tidak ingin terburu-buru menjatuhkan sanksi agar tidak melanggar prosedur, meski jenis sanksi yang mungkin dikenakan meliputi penurunan pangkat, pencopotan jabatan, hingga pemberhentian.

"Kita harus ikutin, sesuai aturan. Jadi, kami harus berhati-hati dalam hal ini,” tambah Deden.

Walaupun Kepala SDN Ciledug Barat masih aktif di kantor, Pemkot terus memantau dan berkoordinasi dengan BKPSDM guna memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Statusnya masih di kantor karena belum ada putusan resmi. Tapi kami tetap awasi, dan terus koordinasi dengan BKPSDM,” pungkasnya.

Sebelumnya, Tangsel sempat dihebohkan dengan kisah memilukan seorang ibu rumah tangga asal Pamulang, Nur Febri Susanti (38), yang harus merelakan kedua anaknya gagal masuk SD Negeri Ciledug Barat. 

Penyebabnya, Febri tak sanggup membayar pungutan seragam sekolah yang mencapai Rp1,1 juta per anak.

Padahal, sebelumnya, Febri telah menerima surat resmi dari pihak sekolah pada 11 Juli 2025 yang menyatakan bahwa kedua anaknya telah diterima di sekolah tersebut.

"Anak saya sudah diterima, tapi saat daftar ulang disodori daftar biaya seragam Rp1,1 juta. Itu harus lunas dan ditransfer ke rekening pribadi kepala sekolah," kata Febri saat ditemui di rumahnya di kawasan Benda Baru, Pamulang, Rabu (16/7/2025).

Febri mengaku keberatan dengan permintaan tersebut, mengingat kondisi ekonomi keluarganya. 

Diketahui, dalam kesehariannya ia berjualan pempek secara online, sementara suaminya bekerja sebagai tukang parkir di kawasan Rempoa, Ciputat.

"Penghasilan suami saya pas-pasan. Saya juga jualan seadanya. Kalau bisa dicicil, mungkin kami masih bisa usahakan. Tapi ini diminta langsung, tanpa opsi," ujarnya.

Menurut Febri, selain mahal, mekanisme pembayaran melalui rekening pribadi kepala sekolah juga membuatnya tidak nyaman. Ia pun sempat membagikan pengalamannya ke media sosial.

Tak hanya itu, Febri mengaku mendapatkan respons yang mengecewakan dari pihak sekolah.

"Kepala sekolahnya bilang, kalau saya tidak sanggup, lebih baik cari sekolah lain saja," ungkapnya.

Adapun, biaya seragam yang diminta itu meliputi pakaian muslim, baju batik, rompi, topi, atribut, serta buku paket pelajaran. 

Namun, Febri menilai besaran biaya tersebut tidak masuk akal untuk sekolah negeri yang seharusnya menerapkan prinsip pendidikan gratis. (m30)

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved