Ironisnya kata dia, alibi merupakan upaya yang kerap kali didesain oleh mereka yang tidak jujur. Sebab, kata Atip, alibi tidak diperlukan oleh mereka yang sering berbuat jujur karena mereka akan menyampaikan fakta yang ada dengan percaya diri.
"Kalau orang jujur kenapa harus membuat alibi, dia akan dengan senang penuh percaya diri menyampaikan fakta-fakta, tetapi terkait dengan wawasan kebangsaan, hukum kemudian dibuat tafsir manipulatif," ucapnya.
Tak hanya itu, terkait dengan peralihan pegawai KPK sebagai ASN kata dia, itu merupakan sebuah tujuan mengendalikan KPK. Dengan kata lain, Atip menyatakan, agar para pegawai KPK berada dalam kendali penguasa.
"Tujuan awal pegawai KPK itu berubah status menjadi ASN itu sudah kami baca karena ingin mengendalikan KPK, secara khususnya adalah ingin mengkrangkeng mereka mereka yang 75 menjadi 57 (kekinian 56) itu supaya berada pada kendali kuasa," ucap Atip.
"Dengan begitu saya katakan berbagai argumentasi, nalar kuasa tidak bisa dikalahkan oleh nalar hukum sebening apapun, begitu juga hukum tidak mampu mengalahkan kuasa yang memang tidak menghormati hukum," tukasnya.
Presiden tak bisa lepas tangan
Anggota Ombudsman Indonesia (RI), Robert Na Endi Jaweng mengatakan semua prosedur yang dilakukan Ombudsman untuk menindaklanjuti temuan maladministrasi tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK mengarah pada penyerahan surat rekomendasi ke Presiden RI.
Hal ini ia sampaikan saat memberikan perkembangan kasus TWK pegawai KPK dalam dialog yang diselenggarakan ICW, Minggu (19/9/2021).
“Rangka kerja Ombudsman itu mengarahkan rekomendasi itu kesana. Tidak bisa kemudian bapak Presiden mengatakan tidak boleh semuanya ke saya. Ini bukan kemauan Ombudsman, ini perintah undang-undang,” ujarnya.
Ia menegaskan sangat sedikit kasus aduan yang diterima Ombudsman berakhir pada tahap rekomendasi.
Namun faktanya, kasus ini masuk pada tahapan yang menjadi produk pamungkas Ombudsman atau sebagai mahkotanya, yakni menyampaikan surat rekomendasi pada atasan terlapor.
Terlapor dalam kasus TWK pegawai KPK yakni mengacu pada KPK dan BKN.
Sedangkan atasan terlapor yakni mengacu pada Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR RI Puan Maharani.
Robert mengatakan Ombudsman akan salah jika tidak menyampaikan surat rekomendasi itu pada Presiden RI.
Sesuai kelembagaan, diketahui bahwa KPK dan BKN berada dibawah kekuasaan eksekutif, komandonya tegak lurus ada dibawah Presiden.