Ngeri Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus Tewas 'Disiksa' Atasannya di Arhanud Rudal 004/Dumai

Editor: Jefri Susetio
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi penganiayaan-Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus anak seorang Kapten TNI AD tewas di tangan atasan.

TRIBUNTANGERANG.COM - Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus anak seorang Kapten TNI AD tewas di tangan atasan.

Serda Sahat Wira Anugerah Sitoris tewas diduga dianiaya dan disiksa atasannya saat menjalani pendidikan di Arhanud Rudal 004/Dumai.

Anak pasangan Kapten Arh Hulman Sitorus dan Tiorma Tambun ini tewas tenggelam karena terus dipaksa bergerak meski kondisinya sudah lelah.

Baca juga: Jawaban Anas Urbaningrum saat Ditanya Soal Janji Bersedia Digantung di Monas, Kekeh tak Salah

Dalam kasus ini, Mayor Arh Gede Henry Widyastana, mantan Komandan Arhanud Rudal 004/Dumai divonis pecat dari kesatuan buntut tewasnya Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus.

Sebelumnya, orangtua mendiang Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus menyebut anaknya tewas karena dianiaya atasan, termasuk Mayor Arh Gede Henry Widyastana.

Dalam persidangan yang digelat di Pengadilan Militer Tinggi I-02 Medan, Mayor Arh Gede Henry Widyastana juga dijatuhi hukuman satu tahun dan enam bulan penjara.

"Menjatuhkan pidana pokok penjara selama satu tahun enam bulan, serta pidana tambahan pecat dari dinas militer," kata hakim Kolonel Sus Mustofa, Kamis (13/4/2023).

Mustofa mengatakan, Mayor Arh Gede Henry Widyastana terbukti bersalah melanggar Pasal 103 KUHPidana Militer.

Adapun bunyi pasal tersebut yakni “Militer, yang menolak atau dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas, atau dengan semaunya melampaui perintah sedemikian itu, diancam karena ketidaktaatan yang disengaja, dengan pidana penjara maksimum dua tahun empat bulan”.

Adapun hal yang memberatkan, terdakwa sampai detik ini tidak ada menunjukan rasa simpati dan empati kepada keluarga korban.

"Hal meringankan, terdakwa belum pernah dipidana, terdakwa bersikap sopan dan kooperatif selama persidangan," ucap hakim.

Usai membacakan amar putusannya, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa maupun oditur militer untuk mengajukan permohonan banding apabila tidak menerima putusan tersebut.

"Dari putusan ini, terdakwa punya hak, hak untuk menerima, hak untuk mengajukan banding, dan waktu 7 hari untuk menentukan sikap, hal yang sama diberikan kepada Oditur," pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, penasihat hukum terdakwa mengatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding.

Berbeda dengan oditur militer, Letkol Chk P R Sidabutar.

Halaman
123