Pemilu 2024

Banten Urutan 3 Provinsi Berpotensi Rawan Netralitas ASN, Bawaslu Minta Lakukan Pencegahan

Editor: Ign Prayoga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Bawaslu Lolly Suhenty pada Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis: Netralitas ASN di Manado, Sulut, Kamis (21/9/2023).

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengungkap 10 provinsi yang berpotensi memiliki kerawanan netralitas aparatur sipil negara (ASN) pada Pemilu 2024.

Bawaslu meminta masing-masing provinsi memiliki kreatifitas dalam melakukan pencegahan untuk memastikan netralitas ASN pada Pemilu 2024.

Data 10 provinsi yang rawan netralitas aparatur sipil negara (ASN) pada Pemilu 2024 ini diungkap anggota Bawaslu Lolly Suhenty saat membuka Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis: Netralitas ASN di Manado, Sulawesi Utara, Kamis (21/9/2023).

Lolly Suhenty menyebut, tiga teratas provinsi rawan netralitas ASN adalah Maluku Utara (Malut), Sulawesi Utara (Sulut), dan ketiga Banten.

Sedangkan posisi keempat ditempati Sulawesi Selatan (Sulsel), disusul Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Kalimantan Timur (Kaltim).

Posisi ketujuh ditempati Jawa Barat, disusul Sumatera Barat (Sumbar), Gorontalo, dan Lampung di posisi kesepuluh.

"Inilah posisi provinsi yang kerawanannya tinggi, maka pada 10 provinsi ini pastikan upaya pencegahannya tepat," kata Lolly dikutip dari laman Bawaslu.

Lolly berharap sepuluh provinsi berpotensi kerawanan tertinggi soal netralitas ASN memiliki kreatifitas dalam melakukan pencegahannya.

"Pencegahan ini dikencangkan tidak boleh berjarak di pemerintahan, baik yang ada di provinsi maupun kabupaten/kota. Alasannya, upaya pencegahan yang baik yaitu dengan membangunnya melalui komunikasi yang bertujuan mencegah melakukan pelanggaran," ujarnya.

Di tingkat kabupaten/kota tercatat 20 daerah yang memiliki kerawanan tinggi di antaranya Kabupaten Siau Tagulandang Biaro, Kabupaten Wakatobi, Kota Ternate, Kabupaten Sumba Timur, Kota Parepare, Kabupaten Bandung, Kabupaten Jeneponto, dan Kabupaten Mamuju.

Berikutnya adalah Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Bulu Kumba, Kabupaten Maros, Kota Tomohon, Kabupaten Konawe Selatan, Kota Kotamobagu, Kabupaten Kediri, Kabupaten Konawe Utara, dan Kabupaten Poso.

Potensi kabupaten/kota terawan selanjutnya yakni Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Kota Banjarbaru, Kabupaten Dompu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Luwu Timur.

"Di 20 kabupaten/kota potensi rawan tertinggi, siapkan program pencegahan terbaik, siapkan upaya mitigasi risiko terkuat supaya tidak terjadi di 2024," katanya.

Sementara 10 provinsi kerawanan tertinggi berdasarkan agregat kabupaten/kota yakni Maluku Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, NTB, Papua Selatan, Banten, dan Kalimantan Timur.

"Artinya di sepuluh provinsi ini tersebar di kabupaten/kota dan masif terjadi di kabupaten/kota dengan skornya masing-masing," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Lolly memaparkan pola pelanggaran netralitas ASN yang terjadi yakni mempromosikan calon tertentu, pernyataan dukungan secara terbuka di media sosial dan juga media lainnya.

Pola lainnya adalah penggunaan fasilitas negara untuk mendukung petahana, teridentifikasi dukungan dalam bentuk grup WhatsApp, dan terlibat secara aktif maupun pasif dalam kampanye calon.

"Paling banyak terjadi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah," katanya.

Staf Ahli Mendagri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga Togap Simangunsong menjelaskan jenis pelanggaran kode etik netralitas ASN sesuai Keputusan Bersama lima kementerian/lembaga yang ditandatangani tanggal 22 September 2022 yakni pertama, memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan.

Kedua, sosialisasi atau kampanye media sosial atau online bakal calon, ketiga menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/ dukungan secara aktif.

Keempat, membuat posting, komen, share, like, bergabung atau mengikuti dalam grup atau akun pemenangan bakal calon.

Kelima, Memposting pada media sosial dan media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan bakal calon, tim sukses, dan alat peraga terkait parpol.

"Keenam, ikut dalam kegiatan kampanye, sosialisasi, atau pengenalan bakal calon, kedelapan, mengikuti deklarasi atau kampanye bagi suami atau istri calon," katanya.