TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Gus Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah akhirnya memilih mengundurkan diri sebagai utusan khusus presiden.
Gus Miftah mundur setelah ramai desakan masyarakat hingga tokoh masyarakat yang menganggap bahwa hinaan Gus Miftah tidak terlalu kasar.
Gus Miftah menghina seorang penjual es bernama Sunhaji saat sedang berjualan es teh di acara pengajian akbar di Magelang.
Meski dalam konteks bercanda, namun kata goblok yang disebut Gus Miftah dianggap tidak pantas diucapkan oleh pejabat negara.
Apalagi desakan petisi desakan mundur juga mengalir deras di situs Change.org.
Berdasarkan pantuan terakhir, ada 300 ribuan tandatangan yang meminta pria berambut gondrong itu mundur.
Namun ternyata, ada juga petisi tandingan yang digulirkan seseorang yang bernama Agus Saripin.
Agus memunculkan petisi untuk menarik dukungan dari masyarakat agar Presiden Prabowo tidak menerima pengunduran diri Gus Miftah.
Dilihat Tribun Tangerang, petisi yang digulirkan pada Sabtu (7/12/2024) telah ditandatangani sebanyak 570 orang.
Baca juga: Sunhaji Memohon ke Prabowo Agar Tolak Pengunduran Gus Miftah, Warganet: Bau-bau Intimidasi
Petisi ini mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk mendukung Gus Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah untuk tetap mengemban amanah sebagai Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto dalam Kabinet Merah Putih.
Berikut ini adalah pertimbangan petisi ini:
1. Roasting dan gojlokan tidak selamanya berkonotasi negatif, karenanya sudah selayaknya untuk dipahami dalam konteksnya. Gaya dakwah yang populis dan membumi disertai bumbu-bumbu canda adalah konteks ucapan Gus Miftah terhadap pedagang es teh.
2. Goblok atau bodoh sekali merupakan suatu kata yang mengandung konsep dengan akar historis yang panjang. Dalam tradisi pemikiran klasik, kebodohan berkonotasi positif sekaligus dipahami sebagai asal-usul pembentukan materi duniawi.
Baca juga: Mundur dari Utusan Khusus, Kata Tak Pantas Gus Miftah kepada Yati Pesek Kembali Diungkit Netizen
3. Ucapan Gus Miftah terhadap pedagang es teh tidak mengandung konotasi negatif sama sekali, dibuktikan dengan kunjungan Gus Miftah ke kediaman bapak Sonhaji, dan sebaliknya kunjungan balik bapak Sonhaji ke kediaman Gus Miftah.
4. Roasting dan gojlokan Gus Miftah terhadap pedagang es teh juga tidak mengandung konotasi negatif, karena bagian dari tradisi komunikasi populer di kalangan warga NU. Pemaknaan negatif terhadap tradisi roasting dan gojlokan lahir dari sentimen dan emosi sesaat.
5. Sentimen dan emosi publik akan selalu dapat dimengerti karena memiliki latar belakang pemahaman yang berbeda dari latar belakang dan pengalaman panjang Gus Miftah sebagai tokoh publik di lingkungan masyarakat marginal, kehidupan jalanan, pergaulan dengan para preman dan kehidupan klub malam.
Baca juga: Isi Curhatan Yati Pesek Usai Dihina Gus Miftah, Videonya Viral Kini Didesak Minta Maaf