Laporan Reporter Tribuntangerang.com, Nurmahadi
TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG- Sandi Martapraja sempat menjadi sorotan publik, setelah muncul di sebuah acara televisi, dan mengeluarkan pernyataan bahwa pagar laut di Pesisir Kabupaten Tangerang merupakan hasil swadaya masyarakat dan dibangun untuk mencegah abrasi.
Ternyata terdapat fakta yang cukup mengejutkan dari sosok Sandi Martapraja.
Di mana, Sandi yang sebelumnya mengatasnamakan sebagai mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), nyatanya telah didrop out dari kampusnya, sejak 2021 lalu.
Hal itu disampaikan Kepala Humas UMT, Agus Kristian saat dikonfirmasi, pada Selasa (21/1/2025).
"Menanggapi hal tersebut Kampus UMT membenarkan Saudara Sandi sudah tidak menjadi mahasiswa UMT sejak Tahun 2021," kata dia.
Agus menjelaskan, berdasarkan data yang tercatat, koordinator Jaringan Rakyat Pantura itu sebelumnya merupakan mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip).
"Seperti yang tercatat di data kami dia (Sandi) kuliah ilmu pemerintahan di FISIP UMT," paparnya.
Diberitakan sebelumnya, Jaringan Rakyat Pantura (JRP) menyebut pembangunan tanggul laut yang berada di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang merupakan pukulan telak dari masyarakat.
Baca juga: Muncul HGB dalam Kasus Pagar Laut di Pesisir Tangerang, Ombudsman akan Minta Penjelasan ATR/BPN
Pasalnya keberadaan susunan bambu yang membentang sepanjang 30,16 kilometer itu dibangun secara swadaya oleh warga setempat.
Koordinator JRP, Sandi Martapraja mengatakan, tanggul laut tersebut dibangun oleh masyarakat sekitar untuk meminimalisir terjadinya bencana alam.
"Jadi kalau dibilang ini adalah pagar laut itu hoax, yang ada yaitu tanggul laut yang dibangun secara swadaya dan dampaknya berguna untuk menahan ombak laut, menghindari terjadinya abarasi," ujar Sandi kepada awak media, Senin (13/1/2025).
"Seiring berjalannya waktu ternyata tanggal laut ini juga memberi keuntungan bagi melayan karena ditumbuhi kerang hijau, lalu diberi waring untuk bidudaya," sambungnya.
Baca juga: Prof Agus Surono Sebut Tak Ada Unsur Pidana dalam Kasus Pagar Laut: Murni Sanksi Administratif
Kemudian ia menuturkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di pesisir Kabupaten Tangerang sangat memprihatinkan di era kemajuan teknologi yang sangat pesat sekarang ini.
Hal tersebut disampaikan dengan menilik fakta belum adanya kebijakan pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah demi memajukan kesejahteraan masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai nelayan.
"Sampai saat ini belum ada kebijakan yang bisa dirasakan secara signifikan oleh para nelayan Mau itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Kabupaten Tangerang," ungkapnya.
"Jadi belum ada tindakan yang serius, yang memiliki dampak terhadap masyarakat di pesisir Kabupaten Tangerang yang bekerja sebagai nelayan ini," paparnya.
Menurutnya dengan dipasangnya tanggul laut tersebut seharusnya dapat dijadikan pelajaran berarti bagi pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan yang berdampak langsung bagi warga sekitar.
Sebab tanggul laut yang dibangun menggunakan bahan bambu atau cerucuk bertinggi sekitar 6 meter itu terpampang meliputi enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Mulai dar tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri dan tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, serta dua desa di Kecamatan Teluknaga.
"Harusnya pemerintah malu bukan malah panik tidak karuan seperti ini, karena warga dengan inisiatif membangun pertahanan hidup secara alami meski di tengah kondisi kesejahteraan hidup yang apa adanya," ucapnya.
Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News