Laporan Reporter Tribuntangerang.com, Nurmahadi
TRIBUNTANGERANG.COM, CURUG- Kepulan asap diduga dari hasil pembakaran limbah plastik dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari pabrik pengolahan plastik di Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, mengancam kesehatan masyarakat.
Diketahui pabrik pengolahan plastik itu beroperasi tepat di belakang salah satu klaster perumahan warga.
Epidemiolog dan pakar kesehatan lingkungan dari Griffith University Australia, Dr. Dicky Budiman mengatakan paparan limbah B3 bukan sekadar gangguan sesaat tetapi ancaman serius yang menyusup perlahan dan memicu risiko jangka panjang, mulai dari kanker, kerusakan paru-paru, hingga gangguan tumbuh kembang anak.
Menurutnya pembakaran limbah plastik dan B3 dapat menghasilkan senyawa yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, bahkan dalam kadar yang sangat kecil sekalipun.
“Limbah B3 menghasilkan senyawa karsinogenik seperti dioksin dan furan yang bersifat bioakumulatif, bisa menumpuk dalam tubuh manusia dan hewan dalam jangka panjang. Ini berisiko memicu kanker, gangguan hormonal, dan penyakit kronis lainnya,” ungkapnya kepada tribuntangerang.com, Kamis (17/7/2025).
Dicky menjelaskan asap pembakaran juga melepaskan partikel halus seperti PM2.5 dan PM10 yang bisa masuk jauh ke saluran pernapasan dan memperparah kondisi penderita asma, bronkitis, hingga pneumonia.
Dia menilai anak-anak termasuk kelompok paling rentan terhadap paparan ini.
Logam berat seperti timbal dan merkuri dalam limbah plastik terbakar diketahui dapat mengganggu perkembangan otak, menurunkan IQ, bahkan dikaitkan dengan autisme dan gangguan perilaku.
“Ini bukan hanya soal lingkungan, tetapi darurat kesehatan masyarakat. Kita bicara risiko kanker, gangguan tumbuh kembang anak, hingga kematian dini,” ujarnya.
Untuk melindungi diri dan komunitas, Dr. Dicky mendorong partisipasi aktif warga dalam mendeteksi dan melaporkan aktivitas pembakaran limbah ilegal.
Laporan bisa ditujukan ke Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, atau bahkan Kepolisian.
“Jangan pasrah. Kita perlu membela hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Negara wajib hadir menjamin lingkungan yang layak huni bagi warganya sebagaimana tertuang dalam Pasal 65 UU No. 32/2009, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia,” kata Dicky.
Lebih lanjut, dia menegaskan keberadaan cerobong asap tidak otomatis mengurangi risiko polusi udara.
Dicky menuturkan justru semakin banyak cerobong asap maka potensi penyebaran polutan juga semakin luas, terutama bila tidak disertai dengan sistem pengendalian emisi yang memadai.
“Cerobong asap bukanlah solusi akhir. Fungsinya hanya untuk mengalirkan gas buangan hasil produksi ke atmosfer melalui ketinggian tertentu, agar emisi tidak langsung mencemari pemukiman di sekitarnya,” jelasnya.
Namun jika cerobong tersebut tidak dilengkapi dengan teknologi penyaring emisi seperti filter partikulat, scrubber, atau sistem pengendali lainnya, maka yang terjadi justru distribusi polusi ke area yang lebih luas.
“Banyaknya cerobong tanpa sistem pengendalian yang tepat hanya akan memperbanyak titik keluaran polusi,” kata Dicky. (m41)
Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News