Virus Corona

Ilmuwan Ungkap Enzim Covid-19 Sama dengan yang Terkandung di Bisa Ular, Obat Ini Dapat Jadi Solusi

Namun jika sPLA2-IIA ini memiliki konsentrasi tinggi, dapat membahayakan nyawa seseorang karena dapat merusak organ vital.

Editor: Yaspen Martinus
The Hans India
Penelitian yang diterbitkan di Journal of Clinical Investigation pada 24 Agustus lalu ini menemukan kasus yang parah dari Covid-19, mirip seperti gigitan ular derik. 

TRIBUNTANGERANG, ARIZONA - Sekelompok ilmuwan mengklaim menemukan salah satu penyebab utama kematian akibat SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.

Menggunakan algoritma machine learning, para peneliti internasional ini menganalisis sampel darah dari ratusan individu.

Mereka mengatakan, hasil penelitian tersebut dapat digunakan untuk merawat pasien Covid-19 secara lebih baik, serta berpotensi menyelamatkan ratusan ribu nyawa di seluruh dunia.

Baca juga: Gubernur Banten Wahidin Halim: 1 September 2021 Sekolah akan Dibuka, Guru Sudah Divaksin Semua

Penelitian yang diterbitkan di Journal of Clinical Investigation pada 24 Agustus lalu ini menemukan kasus yang parah dari Covid-19, mirip seperti gigitan ular derik.

Dikutip dari laman Sputnik News, Selasa (31/8/2021), enzim yang meroket setelah seseorang jatuh sakit akibat mengalami kasus serius Covid-19, berasal dari keluarga yang sama dengan enzim yang terkandung dalam racun ular berbisa.

Ironisnya, tubuh manusia mengandung kelompok fosfolipase A2 yang disekresikan (sPLA2-IIA) dalam konsentrasi rendah, dengan enzim yang melindungi organisme dari mikroba dan melawan infeksi.

Baca juga: Kelompok Teroris di Indonesia Rata-rata Alumni Afganistan, Kemenangan Taliban Harus Diwaspadai

Namun jika sPLA2-IIA ini memiliki konsentrasi tinggi, dapat membahayakan nyawa seseorang karena dapat merusak organ vital.

Seperti yang disampaikan seorang Profesor di University of Arizona dan penulis utama studi tersebut, Floyd 'Ski' Chilton.

"Namun dalam jumlah tinggi, sPLA2-IIA ini berbahaya bagi manusia karena dapat 'menghancurkan' organ vital," kata Profesor Chilton.

Baca juga: Rizieq Shihab Tetap Divonis 4 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Kaitkan dengan Pilpres 2024

Ini mengindikasikan enzim tersebut memang mencoba membunuh virus, namun pada titik tertentu enzim ini dilepaskan dalam jumlah yang sangat tinggi, sehingga justru mengarah ke efek yang sangat buruk.

"Ini adalah mekanisme resistensi penyakit sampai ia memiliki kapasitas untuk mengaktifkannya, manusia sebagai 'tuan rumahnya'," jelas Profesor Chilton.

Profesor Chilton dan rekan-rekannya menemukan enzim ini dalam sampel darah dari pasien yang memiliki kasus Covid-19 kategori parah.

Baca juga: Sandiaga Uno: Masyarakat Sangat Trauma dengan PPKM Level 4, Kita Harus Jaga Jangan Sampai Terulang

Para peneliti mengatakan, obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gigitan ular dapat digunakan kembali untuk memerangi Covid-19.

D Maurizio Del Poeta dari Stony Brook's Renaissance School of Medicine sekaligus rekan penulis penelitian ini, menyebut inhibitor sPLA2-IIA dapat digunakan untuk mencegah kematian pada pasien Covid-19 gejala parah.

"Karena inhibitor sPLA2-IIA sudah ada, penelitian kami mendukung penggunaan inhibitor ini pada pasien dengan peningkatan kadar sPLA2-IIA, untuk mengurangi atau bahkan mencegah, kematian akibat Covid-19," papar Del Poeta.

Baca juga: Dewan Pengawas KPK Tak Berniat Seret Pelanggaran Etik Lili Pintauli Siregar ke Ranah Pidana

Kasus aktif Covid-19 di Indonesia kini sebanyak 203.060 orang per 30 Agustus 2021, dan sebanyak 132.491 orang meninggal.

Berikut ini sebaran kasus Covid-19 di Indonesia per 30 Agustus 2021, dikutip Wartakotalive dari laman Covid19.go.id:

DKI JAKARTA

Jumlah Kasus: 850.184 (21.3%)

JAWA BARAT

Jumlah Kasus: 689.797 (16.8%)

JAWA TENGAH

Jumlah Kasus: 468.686 (11.6%)

JAWA TIMUR

Jumlah Kasus: 381.929 (9.4%)

KALIMANTAN TIMUR

Jumlah Kasus: 150.150 (3.7%)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Jumlah Kasus: 149.379 (3.6%)

BANTEN

Jumlah Kasus: 128.751 (3.2%)

RIAU

Jumlah Kasus: 123.124 (3.0%)

BALI

Jumlah Kasus: 106.458 (2.6%)

SULAWESI SELATAN

Jumlah Kasus: 104.251 (2.5%)

SUMATERA UTARA

Jumlah Kasus: 95.512 (2.2%)

SUMATERA BARAT

Jumlah Kasus: 86.473 (2.1%)

KALIMANTAN SELATAN

Jumlah Kasus: 65.545 (1.6%)

NUSA TENGGARA TIMUR

Jumlah Kasus: 59.185 (1.4%)

SUMATERA SELATAN

Jumlah Kasus: 57.867 (1.4%)

KEPULAUAN RIAU

Jumlah Kasus: 52.130 (1.3%)

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Jumlah Kasus: 46.753 (1.1%)

LAMPUNG

Jumlah Kasus: 46.431 (1.1%)

KALIMANTAN TENGAH

Jumlah Kasus: 43.215 (1.1%)

SULAWESI TENGAH

Jumlah Kasus: 42.181 (1.0%)

KALIMANTAN BARAT

Jumlah Kasus: 35.766 (0.9%)

ACEH

Jumlah Kasus: 32.608 (0.8%)

PAPUA

Jumlah Kasus: 32.175 (0.8%)

SULAWESI UTARA

Jumlah Kasus: 32.146 (0.8%)

KALIMANTAN UTARA

Jumlah Kasus: 31.849 (0.8%)

JAMBI

Jumlah Kasus: 28.042 (0.7%)

NUSA TENGGARA BARAT

Jumlah Kasus: 25.733 (0.6%)

BENGKULU

Jumlah Kasus: 22.421 (0.6%)

PAPUA BARAT

Jumlah Kasus: 22.177 (0.5%)

SULAWESI TENGGARA

Jumlah Kasus: 19.615 (0.5%)

MALUKU

Jumlah Kasus: 14.302 (0.4%)

MALUKU UTARA

Jumlah Kasus: 11.749 (0.3%)

SULAWESI BARAT

Jumlah Kasus: 11.509 (0.3%)

GORONTALO

Jumlah Kasus: 11.174 (0.3%). (Fitri Wulandari)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved