Calon Panglima TNI

Aksi Dukung Mendukung Anggota DPR kepada Calon Panglima TNI Dinilai Bikin Suasana Jadi Kurang Sehat

DPR hanya perlu bersikap setuju atau tidak pada usulan Presiden, dan bukan justru mendorong-dorong nama tertentu untuk diusulkan.

Editor: Yaspen Martinus
Biro Pers Setpres/Lukas
Presiden Joko Widodo berolahraga bersama ketiga kepala staf TNI di area Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Minggu 14 Juni 2020. 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Khairul Fahmi, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menyoroti aksi dukung mendukung anggota DPR kepada kandidat Panglima TNI.

Menurutnya, aksi dukung mendukung tersebut membuat suasana menjadi kurang sehat.

Ia pun mempertanyakan mengapa di tengah perhatian pada upaya membangun profesionalisme TNI dan postur pertahanan yang kokoh, suara politisi justru lebih mengemuka.

Baca juga: Sertifikat Vaksinasi Covid-19 Jokowi Bocor, Kominfo: NIK Presiden Lebih Dahulu Tersedia di Situs KPU

Meskipun ia membenarkan pengangkatan Panglima TNI merupakan proses politik.

Namun demikian, menurutnya nantinya DPR hanya perlu bersikap setuju atau tidak pada usulan Presiden, dan bukan justru mendorong-dorong nama tertentu untuk diusulkan.

"Justru aksi dukung mendukung inilah yang dapat membuat suasana menjadi kurang sehat," kata Fahmi saat dihubungi Tribunnews pada Jumat (3/9/2021).

Baca juga: Kasus Covid-19 di Tangerang Turun Jadi Sekitar 30 per Hari, Wali Kota: Jangan Sampai Lalai Prokes

Ia pun menanggapi pernyataan anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon, yang meyakini Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto akan jatuh ke matra Angkatan Darat (AD).

Fahmi juga menanggapi pernyataan Effendi terkait Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurrachman yang akan menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), jika Andika betul-betul menjabat Panglima TNI.

Ia mengatakan, sikap Presiden secara resmi baru akan diketahui ketika surat Presiden terkait usulan nama Panglima TNI diterima DPR.

Baca juga: Pemkot Tangsel Siap Gelar PTM Senin Pekan Depan untuk SMP, SD Seminggu Setelahnya

Menurutnya, Effendi dan anggota Komisi I lainnya hanya perlu bersikap setuju atau tidak setuju terhadap siapapun nama yang diusulkan Presiden Joko Widodo sebagai Panglima TNI pengganti Hadi, setelah surat presiden diterima DPR.

"Soal KSAD, itupun bukan wilayah politik DPR."

"Jika Presiden menghendaki Pak Dudung ya tinggal dilantik saja, tidak ada masalah," ucap Fahmi.

Baca juga: Menkominfo: Vaksin dan Masker Paket Hidup Sehat Berdampingan dengan Covid-19

Fahmi juga berharap Presiden dan DPR tak terjebak pada citra yang disodorkan oleh pengusung kandidat Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan memasuki masa pensiun.

Ia memaklumi adanya semacam kompetisi dari para kandidat Panglima TNI, karena menurutnya bagaimanapun menjadi Panglima TNI adalah capaian paling sempurna dari karier seorang perwira.

Namun demikian, menurutnya saat ini justru yang 'berisik' adalah para pengusung kandidat Panglima TNI yang getol menunjukkan keunggulan kandidatnya.

Baca juga: Terima Uang Belasan Miliar Rupiah, Ini Pihak-pihak yang Menyuap AKP Stepanus Robin Pattuju

Bahkan, menurutnya dengan gambaran seolah-olah pergantian sudah mendesak dan harus segera dilakukan.

Ia menyayangkan para pendukung kandidat tersebut lupa, pergantian Panglima TNI bukan kompetisi elektoral.

Penunjukan calon Panglima TNI, kata dia, adalah hak Presiden sepenuhnya.

Baca juga: Minta Mabes Polri Usut Kebocoran Sertifikat Vaksinasi Covid-19 Jokowi, Legislator PDIP: Bikin Gaduh

Dalam hal tersebut, kata dia, Presiden tidak bisa didikte terkait kapan penggantian sebaiknya dilakukan dan siapa kandidat terbaik.

Sebab, kata dia, pilihan waktu dan penunjukan Panglima TNI mengacu pada kebutuhan dan prioritas Presiden, baik menyangkut aspek organisasi, politik, maupun pertimbangan strategis lainnya.

"Ya kemudian kita hanya bisa berharap, Presiden maupun DPR tidak terjebak pada bangunan citra dan reputasi yang disodorkan oleh para endorser (pendukung), tanpa melihat realitas secara jernih dan obyektif," harap Fahmi.

Baca juga: Sekjen Partai Hanura: Jokowi Tidak Tertarik Membahas Wacana Perpanjangan Jabatan Tiga Periode

Fahmi menilai 'kompetisi' terkait siapa yang akan menjadi Panglima TNI selanjutnya kali ini lebih 'berisik' dibanding sebelumnya.

Pada saat pergantian Panglima TNI dari Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo ke Marsekal Hadi Tjahjanto, menurutnya diskusi yang berkembang di ruang publik berbeda dari saat ini.

Saat itu, kata dia, diskusi yang berkembang di publik adalah terkait desakan banyak pihak agar Presiden segera mengganti Panglima TNI karena Gatot dinilai tak selaras lagi dengan agenda Presiden.

Baca juga: Sertifikat Vaksinasi Covid-19 Jokowi Bocor, DPR: Banyak Keluhan Soal Aplikasi PeduliLindungi

Sementara, lanjut dia, pada proses pergantian sebelumnya, bahkan dari Jenderal (Purn) Moeldoko ke Gatot Nurmantyo juga bisa dibilang mulus-mulus saja, dan tidak ada aroma kampanye yang berlebihan seperti sekarang.

"Ya kita lihat saja nanti, apakah yang paling berisik yang terpilih atau bagaimana."

"Semua tergantung Presiden," cetus Fahmi.

Baca juga: PPKM Darurat Diharapkan Bisa Turunkan Kasus Covid-19 Nasional Jadi Kurang dari 10 Ribu per Hari

Soal jabatan Panglima TNI, pasal 13 UU 34/2004 tentang TNI menyatakan, jabatan Panglima dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Kata 'dapat' di sini bisa dimaknai boleh dilakukan, dan boleh juga tidak dilakukan.

Artinya, tidak ada kewajiban Presiden mengangkat Panglima secara bergantian atau berurutan dari tiap angkatan.

Pasal 13

(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.

(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.

(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh  Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.

(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.

(9) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.

(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.

Pasal 15

Tugas dan kewajiban Panglima adalah:

1. memimpin TNI;

2. melaksanakan kebijakan pertahanan negara;

3. menyelenggarakan strategi militer dan melaksanakan operasi militer;

4. mengembangkan doktrin TNI;

5. menyelenggarakan penggunaan kekuasaan TNI bagi kepentingan operasi militer;

6. menyelenggarakan pembinaan kekuatan TNI serta memelihara kesiagaan operasional;

7. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pertahanan negara.

8. memberikan pertimbangan kepada Mentari Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pemenuhan kebutuhan TNI dan komponen pertahanan lainnya;

9. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam menyusun dan melaksanakan
perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara;

10. menggunakan komponen cadangan setelah dimobilisasi bagi kepentingan operasi militer;

11. menggunakan komponen pendukung yang telah disiapkan bagi kepentingan operasi militer; serta

12. melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Gita Irawan)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved