Virus Corona
Laporkan Dua Peneliti ICW ke Bareskrim, Moeldoko: Saya Terpaksa
Laporan polisi itu terdaftar dengan nomor LP/B/0541/IX/2021/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 10 September 2021.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko melaporkan dua peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha dan Miftah, kepada Bareskrim Polri, Jumat (10/9/2021).
Laporan polisi itu terdaftar dengan nomor LP/B/0541/IX/2021/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 10 September 2021.
Moeldoko menjadi pihak yang mendaftarkan langsung laporan itu ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Baca juga: Densus 88 Ciduk 3 Terduga Teroris di Bekasi, Salah Satunya Anggota Dewan Syuro Jamaah Islamiyah
Moeldoko mengenakan batik ditemani oleh kuasa hukumnya, Otto Hasibuan.
Dia membuat laporan polisi dengan waktu yang terbilang cukup singkat.
Moeldoko tiba di Bareskrim Polri sekira pukul 14.23 WIB.
Baca juga: Diduga Gelapkan Aset Saat Jabat Ketua Kwarnas, Adhyaksa Dault Dilaporkan ke Bareskrim
Dia langsung keluar dari Gedung Bareskrim Polri sekitar 7 menit setelahnya, atau pada pukul 14.30 WIB.
"Hari ini saya Moeldoko selaku warga negara yang taat hukum."
"Dan pada siang hari ini, saya laporkan Saudara Egi dan Saudara Miftah karena telah melakukan pencemaran atas diri saya," kata Moeldoko.
Baca juga: MA Tolak Gugatan Uji Materiel TWK KPK, Novel Baswedan Kini Tinggal Berharap pada Jokowi
Moeldoko mengaku sebenernya tidak mau melaporkan dua peneliti ICW itu ke Bareskrim Polri.
Namun, tidak ada iktikad baik dari kedua terlapor untuk mencabut pernyataan soal keterlibatannya dalam perburuan rente Ivermectin dan ekspor beras.
"Sampai dengan saat ini iktikad baik saya tidak dilakukan."
Baca juga: Moeldoko: Pandemi Memaksa Kita Tinggalkan Cara Kerja Lamban dan Tak Efisien
"Dengan terpaksa saya selaku warga negara yang punya hak yang sama dengan yang lain, saya lapor," ucapnya.
Moeldoko menjerat dua peneliti ICW tersebut dengan pasal 45 ayat 3 Jo 27 ayat 3 UU 19/2016 tentang perubahan atas UU 11/2008 tentang UU ITE.
Moeldoko juga menggunakan pasal 310 KUHP dan/atau pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik.
Baca juga: Anak-anak Kehilangan Pengasuhan Akibat Pandemi Covid-19, Kolaborasi Banyak Pihak Diperlukan
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan dugaan keterkaitan anggota partai politik, pejabat publik, dan pebisnis, dalam penggunaan obat Ivermectin untuk menanggulangi Covid-19.
Salah satu produsen Ivermectin di Indonesia adalah PT Harsen Laboratories, perusahaan yang bergerak dibidang farmasi, dengan merek Ivermax 12.
Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan, perusahaan ini dimiliki oleh pasangan suami istri Haryoseno dan Runi Adianti.
"Kedua nama tersebut tercatat dalam dokumen Panama Papers, dan diketahui terafiliasi dengan perusahaan cangkang bernama Unix Capital Ltd, yang berbasis di British Virgin Island," ungkap Egi lewat keterangan tertulis, Kamis (22/7/2021).
Sebelum pandemi Covid-19, kata Egi, PT Harsen Laboratories pernah menjalin hubungan kerja sama dengan PT Indofarma dalam pendistribusian obat.
Berdasarkan laporan konsolidasian PT Indofarma tahun 2020, Indofarma memiliki utang ke PT Harsen Laboratories sebesar Rp 8.579.991.938 per 30 Juni 2020.
"Jumlah ini meningkat dari 31 Maret 2019 yang berjumlah Rp 3.238.035.238," beber Egi.
Egi menyebutkan, salah satu nama yang terafiliasi dengan PT Harsen Laboratories adalah Sofia Koswara, Wakil Presiden PT Harsen dan mantan CEO dari B-Channel.
Sofia Koswara juga menjabat Chairwoman Front Line Covid-19 Critical Care (FLCCC) di Indonesia.
Adapun warga Indonesia lainnya yang berada di FLCCC adalah Budhi Antariksa, bagian dari tim dokter Presiden, serta dokter paru-paru di Rumah Sakit Umum Persahabatan, serta pengajar plumnologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
"Budhi juga merupakan ketua tim uji klinis Ivermectin di Indonesia," sebut Egi.
Egi menyatakan, keterlibatan pejabat publik diindikasikan melalui kedekatan antara Sofia Koswara dan Haryoseno dengan Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan sekaligus Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Sejak 2019, lanjutnya, PT Noorpay Nusantara Perkasa, perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Sofia Koswara, menjalin hubungan kerja sama dengan HKTI terkait program pelatihan petani di Thailand.
"Pada awal Juni lalu, Ivermectin didistribusikan ke Kabupaten Kudus melalui HKTI."
"Selain itu, anak Moeldoko, Joanina Rachman, merupakan pemegang saham mayoritas di PT Noorpay Nusantara Perkasa," ungkap Egi.
Selain Sofia Koswara, ujar Egi, anggota direksi lain di PT Harsen Laboratories adalah Riyo Kristian Utomo yang menjabat Direktur Pemasaran.
"Riyo merupakan anggota PDI Perjuangan dan menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan Budaya di DPC PDIP Tangerang Selatan," paparnya.
Kata Egi, pada Pemilu 2014, Riyo mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Tangerang Selatan, namun gagal.
Riyo kemudian menjabat tenaga ahli Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Egi mengungkapkan, Riyo adalah anak kandung dari anggota Fraksi PDIP di DPR, Ribka Tjiptaning Proletariyati.
Ribka adalah anggota Komisi Energi, Riset, dan Teknologi.
Sebelumnya ia merupakan anggota Komisi Kesehatan, namun dipindah akibat menyatakan menolak vaksin Covid-19 dalam sidang rapat kerja Komisi Kesehatan.
Ribka menjabat Ketua Bidang Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP.
"Pada April 2020, ditemukan video amatir yang menunjukkan Baguna tengah membagi-bagi sembako dan masker yang disediakan oleh PT Harsen, dan diterima oleh Ribka Tjiptaning selaku ketua Baguna PDIP," urai Egi.
Egi menyatakan, fenomena tersebut kian menunjukkan pandemi Covid-19 digunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan dan memperkaya diri.
Presiden Joko Widodo, menurutnya, tidak menindak tegas pejabatnya yang diduga terlibat dalam konflik kepentingan distribusi Ivermectin.
"Alih-alih demikian, ia (Presiden Jokowi) bahkan membuka ruang perburuan rente dengan membiarkan instansi tertentu campur tangan dalam penanganan Covid di luar tugas dan kewenangannya," ucap Egi.
Pada Oktober 2020, dokter dari Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Harsen Laboratories, Herman Sunaryo, menyebut Ivermectin dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan Covid-19.
Polemik lalu berlanjut pada awal Juni 2021, ketika PT Harsen Laboratories mengumumkan telah memproduksi Ivermectin, obat yang diklaim sebagai alternatif terapi Covid-19.
Selang beberapa waktu kemudian, Menteri BUMN mengirimkan surat ke BPOM dengan nomor S-330/MBU/05/2021, yang berisi pengajuan permohonan penerbitan Emergency Use Authorization untuk Ivermectin.
Setelah mendapat peringatan dari BPOM, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan akan memproduksi Ivermectin sebanyak 4,5 juta dosis yang akan diedarkan oleh PT Indofarma.
Distribusi Ivermectin lalu menambah daftar panjang obat-obat yang ditawarkan oleh pemerintah, meskipun belum dilakukan uji klinis yang tepat.
Selama 18 bulan pandemi, pemerintah telah mengedarkan obat seperti Chloroquine, Avigan, wacana Vaksin Nusantara, hingga Ivermectin. (Igman Ibrahim)