Bantah Tawarkan Pegawai Tak Lulus TWK Kerja di BUMN, Wakil Ketua KPK: Ada yang Minta Tolong
Ghufron mengatakan, tidak semua 57 pegawai nonaktif mengindahkan penawaran bekerja di BUMN.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah menawarkan 57 pegawai tidak memenuhi syarat (TMS) dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK), bekerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Malah, kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, pimpinan tidak ada yang menyuruh pegawai gagal jadi aparatur sipil negara (ASN) tersebut mengundurkan diri.
"Yang jelas dari kita enggak ada meminta pengunduran diri dan lain-lain," kata Ghufron saat dihubungi, Selasa (14/9/2021).
Baca juga: LaporCovid-19 Terima Aduan Non Nakes Banyak Disuntik Vaksin Booster
Ghufron mengaku tidak mengetahui perihal surat permohonan penyaluran pegawai nonaktif ke perusahaan pelat merah.
"Yang jelas form-nya (surat permohonan) saya enggak tahu."
"Kalau ditawari, itu bukan ditawari, mereka itu katanya sih, ya, mereka tanya masa sih pimpinan enggak memikirkan mereka? Begitu," jelasnya.
Baca juga: Dianggap Layak Jadi Menkopolhukam, Sufmi Dasco Ahmad: Tidak Terlintas Sedikitpun di Pikiran Saya
Ghufron mengatakan, tidak semua 57 pegawai nonaktif mengindahkan penawaran bekerja di BUMN.
Dia mengklaim ada sebagian dari mereka yang meminta bantuan kepada pimpinan.
"Artinya, mereka yang TMS kan ada macam-macam levelnya, ada yang melawan, kemudian ada yang meminta tolong."
Baca juga: Ada Potensi Korupsi, Asal Uang Santunan Keluarga Korban Kebakaran Lapas Tangerang Dipertanyakan
"Mungkin ada yang minta tolong begitu, mereka mungkin inisiasi di antara mereka sendiri, itu mungkin," ucapnya.
Sebelumnya, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengungkapkan, para pegawai tak lulus asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK), mulai ditawari kerja di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Penyidik nonaktif itu menyebut beberapa rekannya telah disodorkan surat pengunduran diri, sekaligus penawaran bekerja di perusahaan pelat merah.
"Iya, beberapa kawan-kawan dihubungi oleh insan KPK, yang diyakini dengan pengetahuan pimpinan KPK, diminta untuk menandatangani dua lembar surat."
Baca juga: Terdeteksi di Aplikasi PeduliLindungi, 3.830 Orang Positif Covid-19 Masih Berkeliaran di Area Publik
"Yaitu permohonan pengunduran diri dan permohonan agar disalurkan ke BUMN," kata Novel saat dihubungi, Senin (13/9/2021).
Novel menyatakan, pengunduran diri serta penawaran melanjutkan karier di BUMN bagi para pegawai tak lulus TWK, merupakan bentuk penghinaan.
Sebab, Novel dan 57 pegawai yang tidak berhasil jadi aparatur sipil negara (ASN), merasa bekerja di KPK untuk berjuang melawan korupsi, bukan mencari gaji saja.
Baca juga: Ini Dua Skenario Pemerintah Tangani Pandemi Covid-19 di Tahun 2022
Menurut dia, hal ini semakin jelas upaya sistematis untuk membunuh pemberantasan korupsi.
"Bagi kami itu adalah suatu penghinaan."
"Hal ini semakin menggambarkan adanya kekuatan besar yang ingin menguasai KPK untuk suatu kepentingan yang bukan kepentingan memberantas korupsi," tutur Novel.
Baca juga: Agar Pandemi Covid-19 Bisa Segera Jadi Endemi, Pakai Masker Tak Perlu Disuruh-suruh Lagi
Hal senada juga disampaikan pegawai KPK nonaktif Benedycitus Siumlala. Ia menegaskan dirinya akan menolak surat tersebut.
Dia menyebut hal itu bukan jalan keluar untuk menyelesaikan polemik TWK.
"Kalau saya pribadi jelas menolak."
Baca juga: Ketua MPR: Presiden Menjabat 3 Periode Lebih Banyak Mudaratnya
"Bukan itu jalan keluarnya, dan enggak ada opsi itu di rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM."
"Saya pribadi enggak mau menghambat pimpinan. Surat itu isinya feodal sekali," beber Benedyctus.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, belum semua pegawai yang tak memenuhi syarat (TMS), ditawari surat yang dikabarkan akan disalurkan bekerja di BUMN.
Baca juga: Bamsoet Tegaskan MPR Tak Pernah Bahas Ubah Pasal Masa Jabatan Presiden
Tetapi, atas penawaran yang juga dilakukan Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa dan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, sebanyak 49 orang dikabarkan menolak dengan tegas.
Sementara, 8 orang masih mempertimbangkan untuk menerima atau menolaknya.
Sebagian pegawai KPK nonaktif yang ditawari akan bekerja di BUMN, mengaku tak ada kepastian akan ditempatkan di BUMN mana, posisi apa, lokasi penempatan, hingga status kepegawaiannya.
Atas dasar itu, pegawai tersebut pun masih mempertimbangkan untuk menerima atau menolak tawaran tersebut.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan uji materiel yang dilayangkan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021.
Baca juga: Dirjen PAS dan Para Direktur Berkantor di Lapas Kelas I Tangerang, Fokus Relokasi 81 Napi Selamat
Perkom tersebut memuat tentang tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK.
MA menimbang, secara substansial desain peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) telah mengikuti ketentuan UU 5/2014 tentang ASN.
Menurut MA, berdasarkan aturan itu, TWK telah menjadi alat ukur yang obyektif untuk memenuhi syarat pengisian jabatan.
Baca juga: Tiga Napi Meninggal di RSUD Tangerang, Korban Jiwa Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang Jadi 44 Orang
"Menolak permohonan keberatan hak uji materiil Pemohon I: Yudi Purnomo dan Pemohon II: Farid Andhika,” demikian dikutip dari putusan perkara bernomor 26 P/HUM/2021, Kamis (9/9/2021).
Putusan tersebut disidangkan oleh ketua majelis hakim Supandi dan anggota majelis hakim Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono.
MA berpendapat aturan TWK dalam Perkom 1/2021 merupakan sarana berupa norma umum yang berlaku bagi pegawai KPK.
Baca juga: Mahfud MD Usul Bangun Lapas Baru di Lahan Sitaaan Kasus BLBI, Tinggal Cari Anggarannya
Hal itu sebagai persyaratan formal yang diutangkan dalam regulasi kelembagaan guna memperoleh output materiel, yaitu pegawai KPK yang setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah.
“Para pemohon tidak dapat diangkat menjadi ASN bukan karena berlakunya Perkom 1/2021 yang dimohonkan pengujian, namun karena hasil asesmen TWK."
"Pemohon sendiri yang TMS (Tidak Memenuhi Syarat) sedangkan tindak lanjut dari hasil TWK tersebut menjadi kewenangan pemerintah,” bunyi putusan perkara. (Ilham Rian Pratama)