Kebakaran

Ada 9 Saksi yang Diperiksa Dalam Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, 2 dari Napi

Polisi kembali memeriksa dua tahanan dalam kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang sebagai saksi

Penulis: Desy Selviany | Editor: Dian Anditya Mutiara
Istimewa
Sebanyak 41 orang narapidana (napi) tewas dalam peristiwa kebakaran di Lapas Klas 1 Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021) dini hari. 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Polisi kembali memeriksa dua tahanan dalam kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang.

Mereka diperiksa berbarengan dengan pejabat Lapas.

Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan bahwa pada Selasa (14/9/2021) pihaknya menambah saksi.

Sebelumnya polisi telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap tujuh pejabat Lapas.

Mereka yakni Kalapas Kelas I Tangerang, Kepala Tata Usaha, Kabid Administrasi, Kepala Pengamanan, Kasubag Hukum, Kasi Keamanan, dan Kasi Perawatan.

Baca juga: 11 Jam Kalapas Kelas I Tangerang Diperiksa, Polisi: Kasus Kebakaran Sudah Naik ke Penyidikan

Namun polisi menambah dua saksi lagi dari warga binaan.

"Ada tujuh dari petugas lapas, kemudian dua dari warga binaan. Jadi total sembilan saksi," kata Tubagus dikonfirmasi Rabu (15/9/2021).

Kata Tubagus, seluruh saksi dipastikan hadir dalam pemeriksaan. Pemeriksaan baru selesai pukul 22.00 WIB.

Tubagus masih enggan merinci hasil pemeriksaan. Namun ia memastikan bahwa kasus kebakaran yang tewaskan 48 tahanan itu sudah masuk ke tahap penyidikan.

"Tapi sampai saat ini belum ada tersangka yang kami tetapkan. Semuanya masih berstatus sebagai saksi," terang Tubagus.

Sehingga sampai saat ini total ada 34 saksi yang diperiksa. Dimana 25 saksi diperiksa Senin (13/9/2021) dan sembilan saksi diperiksa Selasa (14/9/2021).

Diketahui sebelumnya Polda Metro Jaya memeriksa 25 saksi atas kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang, Banten.

Ke-25 saksi itu terdiri dari petugas Lapas, petugas Damkar, petugas PLN, dan tahanan.

Kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, ke-25 saksi itu sudah diperiksa oleh kepolisian pada Senin (13/9/2021). 

Komisioner HAM Anggap Lapas Kelas I Kurang Manusiawi, Antasari Azhar: Sipir Harus Disorot

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Mantan Ketua KPK yang pernah ditahan di Lapas Kelas I Tangerang, Antasari Azhar, tak sependapat dengan penilaian Komisioner Komnas HAM, Choirul anam.

Menurut Antasari, pernyataan Choirul bahwa Lapas Kelas I Tangerang tidak manusiawi sehingga terjadi kebakaran hebat, adalah sebuah asumsi tanpa solusi dan terlalu dini.

"Pernyataan Komnas HAM bahwa kehidupan di Lapas Kelas 1 Tangerang tidak manusiawi saya rasa kurang tepat dan terlalu dini,” ujarnya, Selasa (14/9/2021).

Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menilai bangunan lapas Kelas I Tangerang yang terbakar itu tidak manusiawi, dan tidak layak dari segi keamanan.

Choirul menilai di lapas tersebut masih terdapat bangunan yang terbuat dari triplek yang mudah terbakar.

Baca juga: Kebakaran Lapas Tangerang Tewaskan 47 Orang, Anggota DPR Singgung Over Kapasitas Masalah Serius

Baca juga: Bertambah, Napi Lapas Kelas 1 Meninggal di RSUD Kabupaten Tangerang Kondisi Luka Bakar 40 Persen

Dia pun meminta ke depan ada perombakan atau evaluasi dari segi bangunan agar layak sebagai tempat membina narapidana kembali ke masyarakat.

"Oleh karena itu bangunan harus didaur ulang. Agar semua petugasnya aman dan penghuninya juga aman," tutur Choirul.

Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam
Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam (Tribunnews/Ilham Rian)

Namun, menurut Antasari, Choirul tak memahami keadaan di dalam Lapas Kelas I Tangerang.

“Apakah mereka pernah tinggal di Lapas Tangerang seperti saya, mereka kan tidak pernah  tinggal dan hidup di lapas seperti saya,” imbuhnya.

“Lalu kalau tidak manusiawi apa solusi mereka, toh tidak ada solusi juga kan? Sejak dulu dikatakan lapas tidak manusiawi, namun juga tidak pernah ada solusi," kata Antasari.

Menurut Antasari, kondisi Lapas Kelas 1 Tangerang merupakan lapas yang cukup manusiawi dibandingkan lapas-lapas lain karena ada pembagian blok-blok.

"Kalau tidak ada pembagian blok, pasti saat terjadi kebakaran korbannya lebih banyak,” katanya.

“Kalau Komnas HAM berpatokan peristiwa kebakaran sebagai argumen Lapas Tangerang tidak manusiawi, ini jelas tanpa alasan,” lanjutnya.

“Sebab kebakaran adalah musibah dan dapat menimpa siapa saja. Kapal laut yang dikelilingi air saja bisa terbakar," tegas Antasari.

Menurut Antasari, persoalan minimnya jumlah sipir yang seharusnya disorot.

"Saya sebelumnya pernah katakan jumlah rasio sipir yang tidak sebanding dengan jumlah napi, sehingga pengawasan juga tidak maksimal," katanya.

Yang pasti, kata Antasari, kebakaran hebat itu harus menjadi bahan evaluasi internal Kemenkumham.

“Mungkin satu sipir berbanding dengan 50 orang narapidana, jelas ini tidak sesuai,” ucapnya. 

Baca juga: Diduga Asal Mula Api di Lapas Tangerang dari Sel Nomor 4 Blok C, Ini Penjelasan Kabid Humas PMJ

Menurut Antasari, kelebihan kapasitas di Lapas Tangerang sudah 400 persen, itu artinya ada banyak yang tidak dapat terawasi.

“Ketika ada peristiwa kebakaran seperti kemarin, tentu akan sangat sulit untuk diatasi, akibat keterbatasan sipir tadi,” tegasnya.

Jebolan Universitas Sriwijaya ini menyatakan berdasarkan pengalaman pribadi selama menjalani masa hukuman di Lapas Kelas I Tangerang, dia melihat rasio antara tenaga sipir dan penghuni jadi kian tak seimbang.

“Dulu tahun 2011 ketika saya di sana, penghuninya baru 1.000-an, setelah beberapa bulan saya keluar jadi 2.000-an, sekarang kabarnya sudah lebih dari itu,” ucapnya.

Mantan Kasubdit Penyidikan Kejagung ini menyatakan dulu ketika dirinya berada di dalam lapas, dia pernah ditunjuk sebagai kepala pengamanan yang berasal dari napi untuk membantu para sipir.

“Karena memang jumlah sipirnya terbatas sehingga harus dibantu,” ujarnya.

“Kalau kondisi aman sih, mungkin para sipir terlihat cukup, namun jika sudah ada keributan baru terlihat para sipir kewalahan,” lanjutnya.

“Maka ketika itu kami diperbantukan membuat pengamanan diantara blok, sehingga pernah kami bikin acara panggung gembira bagi napi yang diperkirakan akan rusuh ternyata aman, karena memang sudah terbentuk tim keamanan untuk membantu sipir lapas agar tidak ada kerusuhan,” tuturnya.

Antasari menyatakan, sudah selayaknya Kemenkumham mengevaluasi jumlah sipir yang ada.

Selain itu jumlah para napi juga harus bisa dikurangi.

Caranya dengan menyeleksi siapa yang harus masuk penjara dan siapa yang tak perlu masuk penjara.

Peneliti Sebut Keluarga Korban Bisa Menggugat Negara Secara Perdata

Keluarga korban kebakaran Lapas Kelas I Tangerang disebut memungkinkan untuk menggugat negara secara perdata.

Hal itu disampaikan oleh peneliti Imparsial Hussein Ahmad yang menanggapi kasus tewasnya 47 napi dalam kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang.

Gugatan secara perdata itu menurut Hussein bisa dilihat dari pasal 1367 KUH Perdata di mana disebutkan seseorang tidak saja bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri.

Melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Baca juga: Bagaimana Nasib Peserta Tes SKD CPNS 2021 di Jawa-Madura-Bali yang Belum Vaksin? Ini Solusinya

Baca juga: VIRAL, Ojol Antar Pesanan Obat Naik Sepeda Sejauh 15 Km karena Tak Punya Motor, Begini Kisahnya

Baca juga: Lokasi Tes PCR di Tangerang Selatan yang Sudah Sesuai Harga Keputusan Pemerintah

Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi daring bertajuk Tragedi Lapas Tangerang: Di Mana Tanggung Jawab Negara? pada Minggu (12/9/2021).

"Secara perdata ini sebetulnya sah-sah saja apabila kemudian korban atau keluarga korban menuntut pertanggungjawaban negara secara perdata. Mungkin saja dilakukan," kata Hussein.

Namun demikian, Hussein menilai upaya tersebut mungkin saja mendapatkan hambatan.

Menurutnya hal tersebut tampak dari bagaimana selama ini negara ketika berhadapan dengan masyarakat justru akan melakukan upaya hukum banding hingga kasasi jika berhadapan dengan gugatan masyarakat.

Selain itu, ia juga mencontohkan dalam kasus lain di mana negara telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, namun negara tidak membayar denda sesuai dengan putusan pengadilan dengan berbagai macam alasan.

Baca juga: Bagaimana Nasib Peserta Tes SKD CPNS 2021 di Jawa-Madura-Bali yang Belum Vaksin? Ini Solusinya

Baca juga: VIRAL, Ojol Antar Pesanan Obat Naik Sepeda Sejauh 15 Km karena Tak Punya Motor, Begini Kisahnya

Baca juga: Lokasi Tes PCR di Tangerang Selatan yang Sudah Sesuai Harga Keputusan Pemerintah

Namun demikian menurutnya masyarakat tidak boleh lelah dalam menuntut pertanggung jawaban negara.

Khususnya dalam konteks kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang, menurutnya negara harus berhati-hati.

"Karena dalam berbagai macam aspek, negara salah dalam kasus Lapas Tangerang ya baik perdata, pidana, hak asasi manusia," kata Hussein.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Peneliti Imparsial Sebut Keluarga Korban Kebakaran Lapas Tangerang Bisa Gugat Negara Secara Perdata.
Penulis: Gita Irawan

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved