Ujaran Kebencian

Cabut Gugatan Praperadilan, Yahya Waloni Minta Maaf kepada Umat Kristen

Ia juga menegaskan tidak menghendaki adanya praperadilan dalam masalah hukum yang membelitnya.

Editor: Yaspen Martinus
TRIBUNNEWS/GITA IRAWAN
Yahya Waloni, tersangka kasus ujaran kebencian berdasrakan SARA, meminta maaf, mengakui, dan menyesali perbuatannya, saat sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/9/2021). 

Ia berharap di kemudian hari Allah SWT memberinya hikmah untuk menjadi pendakwah yang bisa menjadi teladan demi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Terima kasih atas petunjuk yang diberikan oleh Yang Mulia, dan kami akan hadapi ini dengan penuh keikhlasan, kesabaran atas pertolongan Allah SWT," papar Yahya.

Sebelumnya, tersangka kasus penistaan agama Yahya Waloni mengajukan permohonan praperadilan, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/9/2021).

Baca juga: Tak Harus Mengunduh, Mulai Bulan Depan Fitur PeduliLindungi Bisa Diakses dari Aplikasi Lain

Permohonan praperadilan ini didaftarkan oleh kuasa hukumnya, Abdullah Alkatiri, Senin (6/9/2021) pagi.

"Kuasa Hukum Ustaz Yahya Waloni telah mendaftarkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pagi ini," kata Abdullah saat dikonfirmasi, Senin (6/9/2021).

Baca juga: Yahya Waloni Dikembalikan ke Bareskrim Usai Dirawat karena Pembengkakan Jantung

Ia menuturkan, alasan pengajuan praperadilan itu berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.

Hal ini untuk menguji apakah penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polri sudah tepat atau tidak.

"Pada pokoknya menyatakan bahwa lembaga praperadilan berwewenang untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka, sebagai pintu masuk upaya paksa lainnya seperti penangkapan, penahanan, maupun penyitaan," tuturnya.

Baca juga: Penyidik KPK Tak Lulus TWK: Harun Masiku Ada di Indonesia pada Agustus 2021

Abdulah menjelaskan, penangkapan Yahya Waloni tanpa adanya pemanggilan dan pemeriksaan pendahuluan, seperti yang diatur dalam KUHAP maupun Peraturan Kapolri (Perkap).

"Yang mana penangkapan yang tidak sesuai due process of law dapat dibenarkan pada kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) seperti teroris, narkoba, human trafficking ataupun kejahatan yang tertangkap tangan," paparnya.

Ia juga mempersoalkan penetapan tersangka Yahya Waloni dalam kasus dugaan penistaan agama.

Baca juga: Wamenkes Bilang Herd Immunity Tak Terbentuk Meski 70-80 Persen Penduduk Sudah Divaksin Covid-19

Ia menyatakan ceramah kliennya adalah kajian ilmiah yang diungkapkan di internal sesama umat muslim.

"Kajian secarah ilmiah tentang Bible Kristen di dalam masjid tempat khusus ibadah orang muslim (ekslusif)."

"Yang dalam ceramahnya beliau menyinggung Bible Kristen yang ada sekarang ini sesuai kajian beliau adalah palsu (bukan asli), dan hasil kajian di tempat khusus tersebut dijadikan dasar oleh pelapor," tuturnya.

Baca juga: Jangan Dipakai Seumur Hidup! Usia Masker Kain Paling Lama Cuma 6 Bulan

Abdullah juga menyoal pasal yang dilaporkan oleh pelapor yang berkaitan dengan pasal 45 A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) UU 19/2016.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved