Partai Politik

Partai Demokrat: Motivasi Yusril Bukan Sebagai Negarawan, tapi Ingin Jadi Hartawan

Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menilai pernyataan Mahfud pasti didukung argumen hukum yang kuat.

Editor: Yaspen Martinus
Dok pribadi
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, gugatan AD/ART Partai Demokrat yang dilayangkan kubu Moeldoko melalui Yusril Ihza Mahendra, tak ada gunanya. 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, gugatan AD/ART Partai Demokrat yang dilayangkan kubu Moeldoko melalui Yusril Ihza Mahendra, tak ada gunanya.

Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menilai pernyataan Mahfud pasti didukung argumen hukum yang kuat.

"Kami mengapresiasi tanggapan Prof Mahfud MD yang menilai situasi ini secara jernih dan proporsional."

Baca juga: DUA Pekan Beruntun Indonesia Bebas Zona Merah Covid-19, Risiko Rendah Bertambah

"Sebagai guru besar hukum tata negara dengan rekam jejak yang gemilang, tentunya pandangan yang dipresentasikan bukan asalan, pasti didukung justifikasi yang kuat," kata Kamhar kepada Tribunnews, Kamis (30/9/2021).

Kamhar menegaskan, pelaksanaan kongres dan pengambilan keputusan dan hasil-hasil yang dirumuskan sebagai produk kongres, sudah sesuai mekanisme organisasi.

Semua keputusan yang diambil dan dirumuskan berdasarkan kesepakatan forum, dan pesertanya pun Ketua DPD dan Ketua DPC yang sah.

Baca juga: Jika Terima Tawaran Kapolri, 56 Pecatan KPK Bakal Jadi ASN Bidang Pencegahan Korupsi

"Jadi tak ada celah sama sekali. Karenanya kami sangat optimis melawan Yusril."

"Apalagi niat Yusril yang telah tercemar, sok negarawan dan sok demokratis."

"Namun yang justru terbaca publik dan ramai di media sosial bahwa ini motifnya adalah bayaran Rp 100 miliar."

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Dua di Papua Barat, Satu di Papua

"Dan pengamanan tambang batubaranya yang telah beroperasi tanpa izin yang memadai."

"Jadi ini bukan motivasi sebagai negarawan, tapi motivasi menjadi hartawan," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengomentari konflik di Partai Demokrat.

Baca juga: Mengaku Sudah Memperjuangkan Nasib 56 Pegawai, Pimpinan KPK Sambut Baik Tawaran Kapolri

Awalnya, Mahfud ditanya oleh Didik J Rachbini terkait perebutan kekuasaan di Partai Demokrat, dalam kaitannya dengan pemerintah.

Didik menanyakan tudingan sejumlah pihak yang menyebut perebutan kekuasaan di Partai Demokrat merupakan bagian dari akumulasi kekuasaan yang ingin merebut kekuasaan melalui Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko.

Baca juga: Jadikan Irjen Napoleon Bonaparte Tersangka Penganiaya Muhammad Kece, Bareskrim Punya 4 Alat Bukti

Mahfud kemudian membantah tudingan tersebut.

Ia mengatakan, apabila Istana ingin melakukan sebagaimana yang ditudingkan tersebut, maka pemerintah bisa saja langsung mengesahkan Kongres Partai Demokrat versi Moeldoko di Medan beberapa waktu lalu.

Namun demikian, kata Mahfud, ia dan Menkumham Yasonna Laoly sebelumnya telah berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga: Minta Tuduhan TNI Disusupi Komunisme Dipertanggungjawabkan, Pangkostrad: Masyarakat Sudah Cerdas

Dalam diskusi tersebut, kata Mahfud, Jokowi kemudian meminta pandangannya terkait aturan hukum soal itu.

Mahfud kemudian menjelaskan kepada Jokowi bahwa secara hukum hal tersebut tidak dibenarkan oleh undang-undang.

Jokowi, kata Mahfud, kemudian meminta Mahfud dan Yasonna untuk menegakkan aturan hukum meskipun Moeldoko adalah koleganya.

Baca juga: Pegawai Nonaktif KPK: Inisiatif Kapolri Menunjukkan Kami Sebenarnya Lolos TWK

Mahfud mengatakan, atas dasar itulah Mahfud dan Yasonna mengumumkan untuk tidak mengesahkan Partai Demokrat versi Moeldoko.

Sementara, perkembangan terkini polemik tersebut, kata dia, pemerintah tidak campur tangan.

Mahfud kemudian menyampaikan pandangan hukumnya terkait perkembangan terkini dari konflik Partai Demokrat tersebut.

Baca juga: KISAH Mantan Pangkostrad Minta Tiga Patung Tokoh Penumpas PKI Dimusnahkan, Tak Mau Masuk Neraka

Hal tersebut ia sampaikan dalam diskusi publik bertajuk Politik Kebangsaan, Pembangunan Daerah, dan Kampung Halaman yang dipandu Didik J Rachbini di Twitter @djrachbini, Rabu (29/9/2021).

"Tapi begini ya, kalau secara hukum, gugatan Yusril ini tidak akan ada gunanya, Pak Didik."

"Karena kalaupun dia menang, tidak akan menjatuhkan (pengurus) Demokrat yang sekarang," ujar Mahfud.

Baca juga: Lalai, Propam Tetapkan Karutan Bareskrim dan Dua Anggotanya Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan M Kece

Mahfud melanjutkan, kalaupun Yusril menang menurut hukum, maka kemenangan di judicial review hanya berlaku ke depan.

Artinya, kata dia, pengurus yang sudah terpilih tetap berlaku.

"Tidak akan membatalkan pengurus, malah semakin kuat."

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 30 September 2021: Dosis Pertama 91.079.001, Suntikan Kedua 51.113.360

"Tidak bakal menang, apa namanya, tidak akan mengubah susunan pengurus sekarang," ucap Mahfud.

Ia menilai, seharusnya yang digugat adalah SK pengesahan Menteri melalui PTUN, bukan AD/ART partai.

Meskipun ia menilai langkah yang dilakukan Yusril dalam ilmu hukum terbilang terobosan, menurutnya Mahkamah Agung tidak berwenang membatalkan AD/ART tersebut.

Baca juga: Pangkostrad: Isu Kebangkitan PKI Kekhawatiran yang Kedaluwarsa, Hadirkan Kebohongan yang Disamarkan

"Kalau mau dibatalkan, salahkan menterinya yang mengesahkan."

"Artinya SK menterinya itu yang diperbaiki, kan begitu, bukan AD/ART-nya."

"Sehingga sebenarnya pertengkaran ini tidak ada gunanya."

"Apapun putusan MA ya tetap AHY, SBY, Ibas semua itu tetap berkuasa di situ, pemilu tahun 2024," beber Mahfud. (Chaerul Umam)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved