politik

Arif Rahman Ingatkan Ubedilah yang Laporkan Gibran dan Kaesang ke KPK, seperti Tembakan Koboi Mabuk

Sekretaris Jenderal Barikade 98 Arif Rahman mengibaratkan, laporan yang dilayangkan kepada dua anak Presiden RI seperti tembakan koboi mabuk

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Lilis Setyaningsih
Kompas.com/Irfan Kamil
LAPOR KPK -- Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, melaporkan dua putra Presiden Jokowi, ke KPK, Senin (10/1/2022). 

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Sekretaris Jenderal Barikade 98 Arif Rahman, mengingatkan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun yang melaporkan Gibran Rakamubing Raka dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (10/1/2022).

Arif menyebut kasus yang dilaporkan Ubedilah itu adalah hubungan bisnis antar pihak swasta, dalam hal ini Kaesang dengan jejaring PT SM.

“Kalau misalnya mendalilkan Gibran sebagai Wali Kota Surakarta, pertanyaannya apakah dia sudah menjadi kepala daerah saat hal yang dilaporkan tersebut terjadi,” ujar Arif pada Rabu (12/1/2022).

Sebagai sesama aktivis 98, Arif meminta koleganya untuk tidak main-main membuat laporan tanpa analisa, pertimbangan dan pengetahuan yang cukup.

Baca juga: Di Bawah Gus Yahya, PBNU akan Transparan, Laporan Keuangan bisa diakses di NU Online

Selain bikin malu, kata dia, hal itu berpotensi kena delik pidana berupa laporan palsu, apalagi jika terbukti ada itikad jahat dalam laporan tersebut.

“Ini bukan kata saya, tetapi diatur dalam pasal 10 UU Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,” jelasnya.

Arif juga mengibaratkan, laporan yang dilayangkan kepada dua anak Presiden RI Joko Widodo ini seperti tembakan koboi mabuk, bahkan fragmen-fragmen kejadian dirangkum dan ditafsirkan secara subjektif.

Dia mencontohkan, salah satu kecurigaan karena terlapor yang masih muda, justru mendapat kucuran dana Rp 92 miliar.

Baca juga: PBNU Bertabur Nama Politisi, Gus Yahya: Ini Strategi Jauhkan Kepentingan Politik

“Jika hal seperti ini yang jadi persoalan, gawat juga karena sama saja membunuh potensi start-up yang umumnya digalakkan oleh gen-Z usia di bawah 30 tahun,” ucap Arif.

“Bisa saja menurut pelapor itu duit gede, faktanya dengan nilai tersebut belum terhitung sebagai unicorn. Sementara, tidak sedikit start up lokal yang sudah berjuluk unicorn, bahkan decacorn,” lanjutnya.

Menurut dia, laporan ini tentu menindas hak Kaesang untuk memperoleh pekerjaan sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

Arif meminta kepada Ubedilah untuk menghormati hak asasi orang lain dalam memperoleh pekerjaan.

Baca juga: Motivasi Lansia di Kota Tangsel Ikut Vaksinasi Booster

“Jangan karena dia anak Presiden, terus nggak boleh berbisnis, nggak boleh sekolah dan nggak boleh ngapa-ngapain,” ucapnya.

Arif mengaku, sangat mendukung jika pelapor bersedia melakukan investigasi yang lebih serius untuk membuktikan kalau kucuran dana tersebut memiliki indikasi melanggar hukum dan kejahatan.

Bahkan Barikade 98 siap bergabung karena organisasi ini memiliki bidang kajian hukum dan politik yang terus mengkritisi pemerintah dengan metode dan cara-cara akademik yag layak.

“Kami bangga jika ada aktivis 98 yang masih konsisten sebagai oposisi dan melakukan kerja-kerja politik sebagai penyeimbang," kata Arif.

Baca juga: Kick Off Vaksinasi Booster, Puluhan Lansia Antusias Datangi Puskesmas Panunggangan Barat

Namun, kami juga menentang jika itikad dalam beroposisi dan pelaporan kasus-kasus didasari niat-niat sekadar ingin populer belaka dan mendapat kredit di politik praktis semata,” ungkapnya.

Seperti diketahui, dua anak Presiden RI Joko Widodo bernama Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dilaporkan ke KPK.

Laporan itu dilayangkan oleh dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga aktivis 98, Ubedilah Badrun.

“Laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan,” ujar Ubedilah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/1/2022).

Menurutnya, laporan ini dibuat berawal dari tahun 2015 ketika ada perusahaan besar bernama PT SM yang sudah menjadi tersangka pembakaran hutan dan dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.

Dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tersebut sangat jelas melibatkan Gibran, Kaesang, dan anak petinggi PT SM karena adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan Ventura.

“Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak Presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis, Rp 92 miliar,” ujar Ubedilah.

“Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden," tambahnya. (faf)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Jadilah Parlemen, Bukan Parlente

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved