Permukaan Tanah di Pesisir Jakarta Alami Penurunan hingga Satu Meter Selama Sembilan Tahun
Penggunana air tanah di Jakarta sudah harus dikendalikan. Pasalnya penurunan muka air tanah terus terjadi. Bahkan mencapai 10 cm per tahun.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Lilis Setyaningsih
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Sekretaris DKI Jakarta Marullah Matali menilai, penggunaan air tanah di Jakarta saat ini sudah tidak tepat lagi.
Bahkan penggunaan air tanah secara masif bisa berdampak pada penurunan muka tanah (land subsidence).
“Jakarta letaknya ada di pesisir, dan penggunaan air tanah bagi Jakarta itu sangat rawan sekali,” ujar Marullah saat membuka diskusi berjudul ‘Akselerasi Transisi dan Transformasi PAM Jaya’ di JS Luwansa Hotel, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin (31/1/2022).
Marullah mengungkap, saat ini telah terjadi penurunan muka tanah cukup signifikan di Jakarta Utara, terutama di sisi barat dan timur belahan Jakarta Utara.
Baca juga: Gunakan Teknik Rock Pile, Transplantasi Karang Cegah Abrasi di Pesisir Jakarta
Kemudian disusul wilayah Jakarta Selatan yang cukup signifikan.
Kata dia, jika pemerintah daerah tidak bergegas untuk mengakselerasi penggunaan air perpipaan, bisa jadi dataran Jakarta bisa semakin rendah dari permukaan air laut dalam beberapa tahun lagi.
Dia meyakini, pemerintah pusat juga mendukung rencana pemerintah daerah dalam mempercepat penggunaan air perpipaan dengan membangun jaringan baru.
“Ini (penurunan muka tanah) sangat membahayakan dan mengkhawatirkan, oleh karena itu langkah ini (penggunaan air perpipaan) bukan sekadar langkah mewujudkan hak masyarakat saja, tetapi menyelamatkan warga Jakarta dari penurunan muka tanah,” katanya.
Baca juga: Hasil Penelitian, Permukaan Tanah di Kawasan Cengkareng Setiap Tahunnya Turun 25 Cm
Seperti diketahui, permukaan muka tanah di daerah pesisir Jakarta mengalami penurunan hingga satu meter selama sembilan tahun, dari 2007 sampai 2016.
Hal itu terungkap dari paparan Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Yusmada Faizal saat webinar yang dikutip pada Jumat (3/9/2021).
Dalam presentasinya, Yusmada menampilkan peta Jakarta yang mengalami penurunan muka tanah dari tahun 2007-2021.
Daerah Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara paling banyak terdapat titik warna merah, yang artinya laju penurunan tanah di sana rata-rata di atas 10 sentimeter per tahun.
Baca juga: Polres Pelabuhan Tanjung Priok Mediasi Kasus Kecelakaan, Korban yang Diamputasi Tetap Jadi Karyawan
Kemudian pada tahun 2016-2021, titik merah di Muara Baru berkurang dan berubah menjadi warna kuning. Artinya laju penurunan muka tanah di sana berkurang jadi di kisaran 5-10 sentimeter per tahun.
“Memang Jakarta itu terjadi penurunan tanah di daerah-daerah pesisir ini, laju tanahnya 10 sentimeter per tahun,” kata Yusmada Faizal saat dikutip dari YouTube Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta pada Jumat (3/9/2021).
Menurut dia, rendahnya tingkat penurunan muka tanah di wilayah Muara Baru disebabkan oleh beberapa faktor.
Diantaranya pemerintah menggencarkan penggunaan air perpipaan bagi warga sekitar, dan berupaya mengendalikan penggunaan air tanah.
Berdasarkan data yang dia punya, kawasan Muara Baru mengalami penurunan muka tanah sekitar 20 sentimeter dari tahun 1997-2011.
Sementara dari tahun 2011-2018 terus berkurang menjadi 12 sentimeter per tahun.
Sedangkan kawasan Kamal Muara dari lima sentimeter pada 1997-2011, naik menjadi sembilan sentimeter pada 2011-2018.
Lalu daerah Tanjungan dari lima sentimeter naik menjadi enam sentimeter, Gunung Sahari dari delapan sentimeter turun menjadi enam sentimeter.
“Ini contoh di daerah Muara Baru tahun 1997-2011 ini sampai 20 sentimeter per tahun, dan di tahun 2011-2018 sudah 12 sentimeter per tahun. Ini menunjukkan laju penurunannya itu bisa dikendalikan,” jelasnya. (faf)