Pilpres 2024

Pengamat Nilai Menunda Pemilu Merupakan Sikap Tidak Rasional, Senator dan Legislator diuntungkan

Pengamat Sebut Senator dan Legislator Ketiban Durian dengan Kebijakan Pemilu 2024 Diundur 2 tahun

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Lilis Setyaningsih
bawaslu.go.id
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengumumkan panitia seleksi (pansel) calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2022-2027. 

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG- Pengamat politik dan pemerhati bangsa Tony Rosyid mengibaratkan para senator dan legislator bakal ketiban durian dengan adanya kebijakan Pemilu 2024 diundur selama dua tahun.

Sebab masa jabatan anggota legislator dari tingkat kabupaten, kota, provinsi hingga pusat akan diperpanjang.

Sementara untuk jabatan eksekutif dari tingkat bupati, wali kota dan gubernur yang masa jabatannya habis pada 2022 dan 2023 akan diisi sementara oleh Penjabat (Pj) Kepala Daerah.

Untuk pemerintahan tingkat dua akan ditempat oleh PNS eselon II, sedangkan pemerintahan tingkat satu akan diisi PNS eselon I.

Baca juga: Anies-RK Kerap Digadang Maju Pilpres 2024, Pengamat : Sulit Selama Tak Punya Partai

“Siapa yang diuntungkan dengan dimundurkannya pemilu ini? tentu DPR, DPRD dan DPD akan nemu durian runtuh. Orang-orang di lingkaran kekuasaan akan girang bukan kepalang,” kata Tony berdasarkan keterangannya pada Jumat (25/2/2022).

Menurut Tony, jika hal ini dipaksakan pertama, sejarah akan mencatat ini sebagai preseden buruk bagi demokrasi.

Orang-orang yang terlibat dalam kebijakan ini besar kemungkinan kelak akan dikenang sebagai tokoh-tokoh yang dianggap penghianat reformasi dan dikutuk sepanjang sejarah bangsa ini.

“Apalagi jika diundurnya pemilu mengakibatkan instabilitas politik, maka akan semakin hitam catatan sejarah bangsa ini dengan semua tokoh yang terlibat,” ujarnya.

Baca juga: Presiden PKS: Usulan Pemilu 2024 Diundur Dua Tahun Ciderai Konstitusi dan Amanah Rakyat

Saat ini, kekuasaan dapat mengendalikan segalanya, tapi catatan sejarah tidak akan pernah dapat dikendalikan.

Tiba saatnya kelak sejarah akan bicara benar-salah, baik dan buruk.

“Itulah yang akan dibaca oleh anak cucu bangsa ini di masa yang akan datang,” imbuhnya.

Kedua, skenario yang dipaksakan ini berpotensi menimbulkan kegaduhan, bahkan bisa lebih dari itu. Situasi sosial dan politik bisa tidak normal, dan ini justru akan membuat pertumbuhan ekonomi jauh dari yang diharapkan.

Baca juga: Kemendagri Pastikan tidak ada Peluang Perpanjang Jabatan Kepala Daerah sampai Pemilu 2024

Karena itu sebaiknya, tidak ada elit yang menciptakan risiko yang akan menjadi beban besar bagi bangsa ini.

Kata dia, jauh lebih elegan jika semuanya patuh kepada aturan yang sudah ditetapkan, sehingga aturan tidak perlu diintervensi karena berpotensi menimbulkan risiko politik yang ‘unpredictable’.

“Kita ingin Indonesia normal dan stabil tidak hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk seterusnya. Pertimbangan ini yang mesti kita jadikan dasar bersama dalam setiap sikap politik dan mengambil kebijakan,” jelasnya.

Di akhir masa pengabdian, para elit mesti fokus pada apa yang akan diwariskan untuk bangsa ini. Warisan yang tercatat dan akan dibaca oleh anak cucu bangsa ini bukan berupaya bagaimana cara mempertahankan dan memperpanjang kekuasaan yang sekarang sedang dipercayakan oleh rakyat kepada mereka.

Baca juga: Partai Golkar Optimis Bisa Rebut 16 Kursi DPRD DKI Jakarta di Pemilu 2024 Nanti

“Narasi ini memang kurang populer di kalangan politisi, tapI ini adalah kewarasan (kesadaran rasional) yang membuat para elit dan politisi mampu menciptakan nama baik keluarga dan nama besar dirinya dalam catatan sejarah,” ungkapnya.

Dia menyebut, menunda pemilu merupakan sikap tidak rasional.

Di mata publik ini tak lebih dari ambisi berkuasa yang akan meruntuhkan nilai-nilai kehormatan mereka sendiri.

“Ini akan diabadikan oleh catatan sejarah. Kendati ada dinamika personal di dalamnya, tapi rakyat tak cukup tahu soal itu dan akan sangat sulit untuk bisa memaafkan mereka,” tegasnya.

Baca juga: Pemerintah Tetapkan Tanggal Pemilu 2024, Catat Tanggalnya

Untuk jabatan presiden, tambah Tony, maksimal hanya menjabat paling lama dua periode atau 10 tahun. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi otoritarianisme dalam kekuasaan, dan proses regenasi terus berjalan.

“Karena itu, konstitusi membatasinya dua periode. Sementara pilkada ditetapkan 27 Nopember 2024, sehingga ada 101 pilkada yang tertunda hingga dua tahun,” katanya.

“Termasuk DKI Jakarta. Pilkada terselenggara tahun 2017, mestinya pilkada berikutnya tahun 2022, tapi diundur tahun 2024. Kemudian ada 170 pilkada yang diundur setahun, dari tahun 2018, mestinya periode berikutnya tahun 2023,” lanjutnya. (faf)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Jadilah Parlemen, Bukan Parlente

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved