Harga Pertamax
Pengamat Ekonomi Khawatirkan Pengguna Pertamax Beralih ke Pertalite
Pemerintah menetapkan harga minyak 63 dolar AS per barel dalam APBN. Sementara saat ini, harga minyak dunia melambung di atas 100 dolar AS
Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Lonjakan harga minyak dunia berdampak signifikan bagi kondisi perekonomian nasional, termasuk naiknya harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax.
Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Rahma Gafmi menjelaskan, pemerintah menetapkan harga minyak 63 dolar AS per barel dalam APBN.
Sementara saat ini, harga minyak dunia melambung di atas 100 dolar AS per barel sebagai imbas dari perang Rusia-Ukraina.
Harga minyak yang ditetapkan dalam APBN 2022 jadi tidak relevan. "Tentu ini harus ada revisi mengenai anggaran belanja negara supaya bisa mengkalkulasi kecukupan APBN dengan kondisi yang semakin tidak ada kepastian, tidak ada yang tahu kapan perang Rusia-Ukraina berakhir," ujar Rahma saat dihubungi, Kamis (31/3/2022).
Baca juga: Selama Pandemi Covid-19 Masyarakat Kesulitan Menjalani Pengobatan TBC, Risiko Kematian Tinggi
Baca juga: Jadwal dan Lokasi SIM Keliling Tangerang dan Tangerang Selatan Jumat, 1 April 2022
Saat ini, Pemerintah telah menetapkan Pertalite sebagai jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan premium. Pemerintah juga memutuskan untuk menaikkan harga BBM Pertamax.
"Isu kenaikan harga Pertamax dan tetap disubsidinya Pertalite akan menyebabkan peralihan penggunaan BBM oleh masyarakat yang sebelumnya menggunakan Pertamax akan beralih ke Pertalite," tutur Rahma.
Hal ini terjadi karenan BBM merupakan kebutuhan yang vital bagi masyarakat berkaitan dengan mobilitas mereka untuk bekerja dan bepergian.
"Jika kenaikan harga Pertamax menjadi sekitar Rp 16.000 per liter tentunya akan memicu penurunan demand Pertamax dan peningkatan demand Pertalite sebagai substitusi," kata Rahma.
Baca juga: Capaian Dosis Kedua Vaksinasi Covid-19 di Kota Tangsel Sebesar 85,8 Persen
Rahma berpandangan, masyarakat yang mampu tidak seharusnya mendapatkan subsidi Pertalite. Pada akhirnya kebijakan kenaikan harga Pertamax malah justru merugikan negara karena penyuntikan subsidi ke Pertalite sangat membebani APBN.
"Melihat kondisi masyarakat kita yang kebanyakan adalah statusnya menengah, dapat dipastikan hal tersebut di atas akan terjadi penurunan daya beli di masyarakat," tutur Rahma.
Ia mengkhawatirkan kasusnya akan seperti minyak goreng, di mana demand Pertalite yang meningkat, meningkatkan suntikan subsidi, dan berdampak pada kelangkaan.
Baca juga: Rizky Billar dan Lesti Kejora Digandeng Perusahaan Emas, Rilis Series Emas Terbaru Minigold X Leslar
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) menaikkan harga Pertamax RON 92 menjadi Rp 12.500 dari sebelumnya Rp 9.000 per liter, mulai Jumat (1/4/2022).
Kenaikan harga tersebut mulai berlaku pada 1 April 2022 pukul 00.00 WIB untuk daerah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor /PBBKB 5 persen dari harga sebelumnya Rp 9.000 per liter.
"Pertamina selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, harga Pertamax ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan harga BBM sejenis dari operator SPBU lainnya. Ini pun baru dilakukan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, sejak tahun 2019," jelas Irto Ginting, Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina dalam keterangannya, Kamis (31/3/2022).
Baca juga: Bintangi Video Syur di OnlyFans, Kekasih Dea Diperiksa Polisi
Penyesuaian harga ini, lanjut Irto, masih jauh di bawah nilai keekonomiannya atau selisih Rp 3.500, karena sebelumnya Kementerian ESDM menyatakan harga BBM RON 92 seharusnya di level Rp 16.000 per liter.