UU TPKS
Poin Penting UU TPKS dan Jerat Pidana bagi Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual
DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi undang-udang pada Selasa (12/4/2022).
Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada Selasa (12/4/2022).
Undang-undang TPKS memuat 93 pasal 8 bab, di antaranya pasal tentang dana bantuan untuk korban atau victim trust fund dan kekerasan berbasis elektronik.
Dalam rapat tersebut, Ketua DPR, Puan Maharani menanyakan persetujuan seluruh anggota Dewan terhadap RUU TPKS menjadi UU.
"Selanjutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh peserta sidang yang terhormat, apakah Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui untuk disahkan sebagai undang-undang?" tanya Puan, dikutip dari publikasi di laman DPR.
Baca juga: Anies Baswedan Sebut Bambang Pamungkas Akan Jadi Penendang Bola Pertama di Grand Launching JIS
"Setuju," jawab seluruh anggota Dewan.
Puan kemudian mengetuk palu pimpinan tanda RUU tersebut disahkan menjadi UU.
Sebelum RUU tersebut disetujui, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya menyampaikan laporan pembahasan RUU TPKS.
Baca juga: Pemkab Tangerang Rumuskan City Branding untuk Gaet Investor dan Wisatawan
Menurutnya terdapat tiga poin penting yang ada pada RUU TPKS, antara lain:
1. Merupakan rancangan undang-undang yang berpihak kepada korban
2. UU TPKS nantinya menjadi payung hukum atau legal standing untuk mengatasi kasus kekerasan seksual
3. Menjadi wujud nyata kehadiran negara memberikan keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual.
Baca juga: Peserta Mudik Gratis Kemenhub Harus Lakukan Validasi Data di Kantor Dishub
Menurut dokumen UU TPKS yang didapatkan Tribunnews, dalam Pasal 1 menjelaskan pengertian tindak pidana kekerasan seksual, yaitu:
Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang sepanjang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) menyebutkan, tindak pidana kekerasan seksual terdiri dari:
Baca juga: Bos PS Store Putra Siregar Ditangkap Polisi Terkait Kasus Pengeroyokan
a. pelecehan seksual nonfisik;
b. pelecehan seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
Baca juga: Distribusi Minyak Goreng Curah Bersubsidi Gunakan Jeriken Non-Returnable
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. kekerasan seksual berbasis elektronik.
Baca juga: Takut Melarikan Diri Jadi Alasan Polisi Langsung Tahan Putra Siregar dan Rico Valentino
Selain itu, dalam Pasal 4 ayat (2) juga menyebut 10 perbuatan lainnya yang termasuk tindak pidana kekerasan seksual:
a. perkosaan;
b. perbuatan cabul;
c. persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak;
d. perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban;
e. pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
f. pemaksaan pelacuran;
g. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
h. kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
i. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan
j. tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aturan Jerat Pidana
UU TPKS juga mengatur tentang jerat pidana bagi korporasi yang melakukan TPKS, yang diatur di pasal 18.
Dalam Pasal 18 Ayat (1) UU TPKS disebutkan:
"Korporasi yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 5 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp 15 miliar", seperti yang diberitakan Tribunnews.
Kemudian dalam Ayat (2) disebutkan:
"Jika kekerasan seksual dilakukan oleh Korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemberi perintah, pemegang kendali, pemilik manfaat korporasi, dan/atau korporasi."
"Selain pidana denda, hakim juga menetapkan besarnya restitusi pelaku korporasi," demikian bunyi Ayat (3) UU TPKS.
Baca juga: Selama 30 Tahun Maman jadi Pengeret Perahu di Kali Ciliwung, Libur Bila Sungai Sedang Meluap
UU TPKS juga mengatur tentang restitusi.
Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang diderita Korban atau ahli warisnya.
Sedangkan pada Ayat (4) disebutkan hukuman pidana tambahan bagi korporasi yang melakukan kekerasan seksual.
Pidana tambahan:
1. perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
2. pencabutan izin tertentu;
3. pengumuman putusan pengadilan;
4. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;
5. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan Korporasi;
6. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha Korporasi; dan/atau
7. pembubaran Korporasi.
Baca juga: 2 Pelaku Penganiayaan terhadap Ade Armando Berprofesi sebagai Pengusaha Bukan Mahasiswa
Definisi korporasi yang dimaksud tercantum dalam Pasal 1 tentang ketentuan umum UU TPKS. Yang dimaksud korporasi dalam beleid itu adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Pidana pelaku perbudakan seksual
Pelaku perbudakan seksual dijerat pidana dan terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara melalui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang tercantum di pasal 13.
"Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual, dipidana karena perbudakan seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," demikian isi Pasal 13 UU TPKS. (*)
Sumber: Tribunnews.com