Anies Baswedan Utang Rp 50 Miliar untuk Pilgub DKI, Fahri Hamzah: KPK Harusnya Bertindak

Berangkat dari isu Anies Baswedan, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyatakan perjanjian utang piutang antarpolitisi seharusnya ditiadakan

Penulis: Panji Baskhara | Editor: Ign Prayoga
Tribunnews/Rizki Sandi Saputra
Politisi Partai Gelora Fahri Hamzah di Gedung Parlemen, Jakarta, Juni 2022. Terkait isu utang Anies Baswedan Rp 50 miliar untuk pemenangan Pilkada DKI, Fahri Hamah menyatakan KPK semestinya langsung membidik Anies Baswedan. 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Fakta Anies Baswedan terikat perjanjian utang Rp 50 miliar untuk biaya pemilihan gubernur (pilgub) DKI tahun 2017, telah terungkap dan jadi pembicaraan publik.  

Walaupun sudah dianggap lunas, polemik utang Rp 50 miliar ke Sandiaga Uno itu masih menuai pro dan kontra.

Isu utang Anies Baswedan Rp 50 miliar ke Sandiaga Uno juga disorot oleh Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah.

Menurut Fahri Hamzah, perjanjian utang piutang antar politisi tidak boleh ada dan seharusnya ditiadakan.

"Perjanjian seperti itu tidak boleh ada dan kita harus berkomitmen supaya perjanjian utang piutang antar politisi di belakang layar itu harus ditiadakan," kata Fahri Hamzah saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Menurut Fahri Hamzah, hal tersebut merupakan permufakatan jahat.

"Karena kan niatnya mau menggunakan kekuasaan kan untuk tujuan yang tidak ada dalam peraturan dan tujuan penyelenggaraan kekuasaan itu sendiri," katanya.

Lebih lanjut, Fahri Hamzah mengatakan, harusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengincar dan menindak capres dari Partai NasDem untuk Pilpres 2024 itu.

"KPK harusnya mengincar itu. Kalau ada perjanjian dengan pengusaha, dengan orang kaya, apa duit dan sebagainya, itu harus ditangkap. Itu enggak boleh ada," kata Fahri Hamzah.

Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu kemudian menjelaskan lebih detail terkait poin korupsi dalam utang Anies Baswedan.

"Kalau Anda misalnya meminjam uang, dengan mengatakan 'nanti kalau kita menang enggak usah dilunasi'. Uangnya hilang enggak?" kata Fahri Hamzah.

"Kan enggak hilang uangnya, Rp 50 miliar itu kan tetap uang. Kan harus tetap dikompensasi dari kekuasaan," ujarnya.

Menurutnya, praktik-praktik kesepakatan perjanjian di balik layar antar politisi ini harus dihentikan jika Indonesia ingin bersih dari korupsi.

"Kita kalau mau bersih dari korupsi, begini cara kita mengelola negara. Hentikan ada permainan di belakang layar," ucapnya.

Menurut Fahri Hamzah, jika para pemilik modal ingin memberikan bantuan kepada politisi, baiknya melalui institusi secara resmi.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved