Konflik Rempang

Komnas HAM Sesalkan Aparat Gunakan Gas Air Mata Akibatkan Bayi Sesak Nafas Saat Bentrokan di Rempang

Komnas HAM RI temukan adanya pelanggaran yang terjadi saat bentroak di Rempang Batam, salah satunya penggunaan gas air mata sebabkan bayi sesak nafas

Editor: Joko Supriyanto
ANTARA FOTO/Teguh Prihatna via Kompas.com
Polisi menembakkan gas air mata saat membubarkan unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023). Aksi yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka tersebut berakhir ricuh. 

TRIBUNTANGERANG.COM - Bentrokan yang terjadi antar warga Rempang Batam dengan aparat setempat pada Kamis 7 September 2023 lalu sempat menjadi sorotan Komnas HAM RI.

Apalagi dalam bentrokan tersebut pihak kepolisian menggunakan gas air mata yang dimana hal itu berakibat beberapa pelajar pingsan.

Sebab lokasi bentrokan tak jauh dari sekolah yang masih beraktivitas, bahkan suasana mencekam bentrokan yang terjadi juga beredar di media sosial.

Sementara warga, hanya bisa mempertahankan tanah kelahirannya karena menolak pembangunan Rempang Eco City yang berakibat warga setempat direlokasi.

Baca juga: Kronologi Bentrok di Rempang Batam yang Jadi Sorotan Kapolri Usai Gas Air Mata Buat Pelajar Pingsan

Baca juga: PBNU Haramkan Rebut Tanah Rempang Batam Secara Paksa Hingga Sebabkan Bentrokan

Konflik antara Pemerintah dan warga Pulau Rempang ini pun menjadi sorotan Komnas Ham dan langsung menelusuri konflik tersebut.

Pada 16 Sempetmber 2023, Komnas HAM RI melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan masyarakat di Desa Sembulang, Desa Dapur 6 dan Pantai Melayu terkait konflik yang terjadi.

Dikutip Tribunnews.com, Komisioner Komnas HAM RI Saurlin Siagian mengatakan salah satu temuan yang disorot adalah adanya korban bayi berusia 8 bulan yang terdampak penggunaan gas air mata oleh aparat.

"Satu hal yang bisa kami highlight adalah Komnas HAM juga menemukan korban bayi berusia 8 bulan yang terdampak akibat penggunaan gas air mata pada peristiwa 7 September 2023 di sekitar SDN 24 Galang," kata Saurlin saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Jumat (22/9/2023).

Baca juga: Tak Ingin Ditinggal Investor Pemerintah Kebut Proyek Rempang Eco City, 28 September Harus Kosong

Baca juga: Pernyataan Panglima TNI Piting Warga Rempang, Kapuspen: Artinya Merangkul

Selain itu, kata dia, pihaknya juga mendapatkan banyak keterangan masyarakat khususnya dari tiga desa yang dikunjungi yakni Desa Sembulang, Desa Dapur 6 dan Pantai Melayu. 

Pertama, kata dia, proses sosialisasi terkait relokasi secara door to door oleh pihak BP Batam dan Tim Satgas Terpadu ke rumah-rumah masyarakat dengan melibatkan Polisi dan TNI membuat warga merasa sangat terintimidasi.

Kedua, lanjut dia, masyarakat tidak pernah menandatangani persetujuan relokasi dan tidak hadir dalam sosialisasi tersebut dikarenakan tidak menyetujui atas rencana relokasi.

Ketiga, kata Saurlin, tidak ada pemberitahuan dan sosialisasi yang layak dari BP Batam, juga belum ada kesepakatan bersama warga sehingga masyarakat keberatan atas kegiatan pematokan lahan pada 7 September 2023.

"Keempat, pengerahan kurang lebih 1.000 aparat untuk mengamankan pematokan lahan menimbulkan reaksi penolakan yang besar dari masyarakat," kata dia.

 "Kelima, masyarakat menyatakan bahwa pelayanan kesehatan di Puskesmas sudah berhenti beroperasi karena para tenaga kesehatan yang bertugas di Pulau Rempang diminta berkemas dan bersiap pindah ke fasilitas kesehatan yang baru.

Kondisi di Pulau Rempang Galang, Kota Batam, Provinsi Kepri saat terjadi bentrok.
Kondisi di Pulau Rempang Galang, Kota Batam, Provinsi Kepri saat terjadi bentrok. ((Tribun Batam/Eko Setiawan))

Keenam, lanjut dia, Komnas HAM menerima informasi dari beberapa pihak bahwa terjadi pelibatan ASN untuk mengajak masyarakat Pulau Rempang agar bersedia direlokasi dengan konsekuensi tertentu.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved