Soal Korupsi Megaproyek E-KTP Minta Dihentikan, Novel Baswedan: Saya Pernah Dengar Cerita Itu

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan buka suara soal pernyataan Agus Rahardjo baru-baru ini.

Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Joko Supriyanto
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. 

"Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak 'Hentikan'," sambungnya.

Baca juga: KPK Geledah Rumah Politisi PDIP di Depok, Terkait Kasus Korupsi Syahrul Yasin Limpo

Ketua KPK periode 2015-2019 itu mengaku awalnya merasa bingung maksud kata 'hentikan' yang diucap Jokowi.

Namun akhirnya ia pun mengerti bahwa maksud dari Jokowi adalah agar dirinya dapat menghentikan kasus E-KTP yang menjerat mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov).

"Saya heran yang dihentikan apanya," ujarnya

"Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh hentikan itu adalah kasus Setnov, ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus E-KTP," tegasnya.

Namun, ia pun mengaku tak menuruti perintah Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut, mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan.

"Saya bicara apaadanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, saat itu di KPK tidak ada SP3, tidak mungkin saya memberhentikan itu," jelasnya.

"Karena tugas di KPK seperti itu, makanya kemudian tidak saya perhatikan, saya jalan terus," ucap Agus.

Mengutip dari Kompas.com, Kasus E-KTP ini berawal saat Kemendagri di tahun 2009 merencanakan mengajukan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP), salah satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Baca juga: Uang Korupsi Syahrul Yasin Limpo Dipakai untuk Perawatan Wajah Hingga Bayar Cicilan Alphard

Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP bisa selesai di tahun 2013.

Proyek e-KTP sendiri merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.

Lelang e-KTP dimulai sejak tahun 2011, dan banyak bermasalah karena diindikasikan banyak terjadi penggelembungan dana.

KPK kemudian mengungkap adanya kongkalingkong secara sistemik yang dilakukan oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP pada 2011-2012.

Akibat korupsi berjamaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.

Dalam perkara pokok kasus korupsi e-KTP, beberapa tersangka sudah diproses dan divonis bersalah. (m31)

Sumber: Warta Kota
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved