Lonjakan Suara PSI di Luar Nalar, Koalisi Masyarakat Sipil Serukan Penggunaan Hak Angket di DPR

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai lonjakan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah hal yang tidak masuk akal.

Editor: Ign Prayoga
Tangkap layar kanal YouTube Partai Solidaritas Indonesia
Kaesang Pangarep resmi diangkat menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Senin (25/9/2023). Dalam pidato perdananya, Kaesang mengaku terjun ke politik karena terinspirasi ayahnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengalami lonjakan yang mencengangkan.

Sempat diprediksi tak lolos ke DPR, perolehan suara PSI mendadak melompat mendekati ambang batas parlemen.

Peroleh suara sementara PSI di tingkat nasional melesat dalam enam hari terakhir.

Partai yang dipimpin putra bungsu Presiden Joko Widodo ini pun disorot oleh banyak pihak. 

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai lonjakan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tidak masuk akal.

Oleh karena itu partai-partai politik di parlemen didesak segera menggulirkan hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Partai yang dipimpin anak bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, mendulang nyaris 400 ribu suara dalam waktu sangat cepat.

Berdasarkan hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada Sabtu (2/3/2024) pukul 13.00 WIB, total suara PSI sudah mencapai 2.402.268 atau 3,13 persen, mendekati ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen.

Padahal, dalam pantauan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, hasil real count data dari 530.776 tempat pemungutan suara (TPS) per Senin (26/2/2023), suara PSI hanya sebesar 2.001.493 suara atau 2,68 persen.

Bagi Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis yang sangat akrab dengan data riset serta terbiasa membaca tren dan dinamika data, lonjakan presentase suara PSI di saat data suara masuk di atas 60 persen itu tidak lazim, dan tidak masuk akal.

“Koalisi sudah menduga penggelembungan suara akan terjadi bersamaan dengan penghentian penghitungan manual di tingkat kecamatan dan penghentian Sirekap KPU,” ujar Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan, Minggu (3/3/2024).

Sebagaimana diketahui, sejak 18 Februari 2024 yang lalu, KPU sempat menghentikan pleno terbuka rekapitulasi suara secara manual di tingkat kecamatan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Pada saat yang sama, Sirekap KPU dihentikan dengan alasan sinkronisasi data. Sirekap secara faktual beberapa kali tidak bisa diakses publik.

Halili menegaskan Koalisi sudah mengingatkan bahwa penghentian pleno terbuka tentang rekapitulasi suara secara manual di tingkat Kecamatan serta penghentian Sirekap KPU harus dipersoalkan.

“Sebab, hal itu menguatkan kecurigaan publik bahwa Pemilu 2024 telah dibajak oleh rezim Jokowi. Pemungutan dan penghitungan suara direkayasa sedemikian rupa, diduga kuat untuk mewujudkan tiga keinginan Jokowi,” kata Halili.

Menurut Halili, tiga keinginan Jokowi itu adalah memenangkan Paslon Capres Cawapres Prabowo-Gibran, meloloskan PSI ke parlemen, dan menggerus suara PDI Perjuangan (PDI-P).

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved