Tidak Ada Air Bersih, Wisatawan Eksodus dari Gili Trawangan dan Meno, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Masalah ini terutama disebabkan oleh persoalan hukum yang melibatkan PT Gerbang NTB Emas (GNE) dan PT Berkah Air Laut (BAL), yang sebelumnya

|
Editor: Joseph Wesly
Hand Over via TribunTangerang
Wisatawan berbondong-bondong meninggalkan Gili Trawangan dan Meno, Lombok, NTB karena tidak ada air bersih. 

TRIBUN TANGERANG.COM, LOMBOK- Wisatawan mancaranegara dan lokal berbondong-bondong meninggalkan Gili Meno dan Gili Trawangan, Lombok, NTB akibat krisis air bersih.

Krisis air bersih telah memberikan dampak signifikan pada sektor pariwisata dan ekonomi lokal.

Selama tiga pekan terakhir, lebih dari 125 usaha akomodasi dan restoran di Gili Meno terdampak serius akibat krisis ini.

Masalah ini terutama disebabkan oleh persoalan hukum yang melibatkan PT Gerbang NTB Emas (GNE) dan PT Berkah Air Laut (BAL), yang sebelumnya bertanggung jawab atas penyediaan air di wilayah tersebut.

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka Bidang Parekraf Taufan Rahmadi menjelaskannya khusus untuk pembaca TribunTangerang.com (Warta Kota Network).

Kerugian Finansial bagi Pengusaha:

1. Penurunan Kunjungan Wisatawan:

Dengan terganggunya pasokan air bersih, banyak hotel dan restoran tidak dapat beroperasi penuh, yang mengakibatkan penurunan drastis dalam kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata Lombok Utara, penurunan ini sangat terasa, terutama menjelang musim liburan puncak pada bulan Juli dan Agustus.

2. Biaya Operasional Tinggi:

Untuk mengatasi kekurangan air, pengusaha di Gili Meno harus mengimpor air dari luar pulau menggunakan kapal tongkang, yang menambah biaya operasional hingga Rp2,5 juta per hari.

Biaya ini mencakup pengadaan air dari daratan yang kemudian diangkut ke pulau menggunakan perahu.

Wisatawan berbondong-bondong meninggalkan Gili Trawangan dan Meno, Lombok, NTB karena tidak ada air bersih.
Wisatawan berbondong-bondong meninggalkan Gili Trawangan dan Meno, Lombok, NTB karena tidak ada air bersih. (HO Via TribunTangerang)

Untuk menghitung perkiraan kerugian ekonomi yang dialami oleh para pelaku pariwisata di Gili Meno dan Gili Trawangan akibat krisis air bersih, kita bisa mempertimbangkan beberapa faktor utama:

1. Penurunan Jumlah Kunjungan Wisatawan:

- Data menunjukkan bahwa krisis air menyebabkan penurunan drastis dalam kunjungan wisatawan. Misalkan sebelumnya Gili Meno dan Trawangan menerima 1000 wisatawan per bulan, dan setelah krisis turun menjadi 500 wisatawan.

- Jika rata-rata pengeluaran per wisatawan adalah Rp2.000.000, maka penurunan 500 wisatawan akan mengakibatkan kerugian sebesar:

500 × Rp2.000.000 = Rp1.000.000.000 per bulan.

2. Biaya Operasional Tambahan:

- Pengusaha mengeluarkan sekitar Rp2,5 juta per hari untuk membeli air dari luar pulau.

- Jika ada 125 pengusaha yang mengeluarkan biaya tersebut, total biaya tambahan per hari adalah: 125 x Rp2.500.000 = Rp312.500.000

- Dalam sebulan (30 hari), total biaya tambahan adalah: Rp 312.500.000 x 30 \hari = Rp 9.375.000.000

3. Penurunan Pendapatan Hotel dan Restoran:

- Anggap setiap pengusaha kehilangan pendapatan Rp10 juta per bulan karena penurunan kunjungan wisatawan.

- Total kerugian pendapatan untuk 125 pengusaha adalah:
125 x Rp10.000.000 = Rp1.250.000.000

4. Kerugian Jangka Panjang Akibat Reputasi yang Buruk:

- Jika reputasi pariwisata menurun dan membutuhkan waktu 6 bulan untuk pulih, dengan kerugian pendapatan bulanan seperti dihitung di atas, total kerugian selama 6 bulan adalah: Rp1.250.000.000 x 6 = Rp7.500.000.000

Total Perkiraan Kerugian

Menggabungkan semua faktor di atas, total perkiraan kerugian ekonomi adalah:

1. Kerugian dari Penurunan Wisatawan per Bulan: Rp1.000.000.000

2. Biaya Operasional Tambahan per Bulan: Rp9.375.000.000

3. Kerugian Pendapatan Bulanan: Rp1.250.000.000

4. Kerugian Jangka Panjang selama 6 Bulan: Rp7.500.000.000

Total Perkiraan Kerugian dalam 1 Bulan:
Rp1.000.000.000 + Rp9.375.000.000 + Rp1.250.000.000 = Rp11.625.000.000

Total Perkiraan Kerugian dalam 6 Bulan (dengan kerugian jangka panjang):

(Rp11.625.000.000 x 6) + Rp7.500.000.000 = Rp77.250.000.000

Perkiraan kerugian ekonomi yang dialami oleh para pelaku pariwisata di Gili Meno dan Gili Trawangan akibat krisis air bersih mencapai sekitar Rp11,6 miliar per bulan dan bisa mencapai hingga Rp77,25 miliar dalam periode enam bulan.

"Kerugian ini mencakup penurunan kunjungan wisatawan, biaya operasional tambahan, dan dampak jangka panjang terhadap reputasi pariwisata," kata Taufan, Rabu 912/6/2024).

Masalah air ini juga berdampak jangka panjang pada reputasi pariwisata Gili Meno. Wisatawan yang mengalami kesulitan selama kunjungan mereka cenderung tidak akan kembali dan dapat memberikan ulasan negatif, yang memperburuk citra pariwisata pulau tersebut.

Proses pemulihan kepercayaan wisatawan bisa memakan waktu lama, meskipun masalah air sudah teratasi

Upaya dan Solusi yang Diperlukan

Untuk mengatasi krisis ini, beberapa langkah perlu diambil segera untuk mengatasi kondisi darurat disana :

1. Distribusi Air dari Daratan

Pemerintah KLU dan Pemprov perlu memikirkan cara distribusi air yang paling ekonomis dari daratan ke Gili selain menggunakan cara yang selama ini dianggap mahal.

2. Pendekatan Jangka Panjang

Ada kebutuhan mendesak untuk solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan, seperti pengembangan infrastruktur pengolahan air yang tidak hanya bergantung pada satu perusahaan dilakukan peningkatan kerjasama antara swasta dengan PDAM setempat, dan pengaturan tarif yang lebih adil untuk masyarakat dan pengusaha

3. Peran Pemerintah

Pemerintah daerah, bersama dengan Kementerian dan Kelembagaan di pusat ( Kemenparekraf, kemenpupr , kemenkomarvest, Bappenas, KemenLHK, Aparat Hukum dll), harus terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah ini. Penyediaan air bersih adalah kebutuhan dasar yang tidak bisa diabaikan, terutama di daerah yang sangat bergantung pada pariwisata

Kesimpulan dan Harapan

Krisis air bersih di Gili Meno dan Trawangan telah memberikan dampak kerugian ekonomi yang besar, mengganggu operasional bisnis dan menurunkan jumlah kunjungan wisatawan.

Langkah-langkah cepat dan tepat diperlukan untuk mengatasi masalah ini dan memastikan keberlanjutan pariwisata di wilayah 3 Gili ini.

"Pemerintah dan pelaku usaha harus bekerja sama untuk menemukan solusi jangka pendek dan panjang guna menjaga stabilitas ekonomi dan reputasi pariwisata Gili Meno dan Trawangan," katanya.

 Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved