Kesehatan

Mengenal Aneurisma Otak yang Bisa Sebabkan Stroke Bahkan Kematian, Berikut Gejala dan Tandanya

Aneurisma umumnya kerap dialami oleh orangtua, namun tak menutup kemungkinan penyakit itu juga bisa rentan terjadi pada anak-anak.

Penulis: Nurmahadi | Editor: Joko Supriyanto
grid.id
ilustrasi aneurisma otak 

Laporan Reporter TribunTangerang.com, Nurmahadi 

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Aneurisma otak merupakan kondisi medis dengan ciri-ciri yang terlihat dari benjolan seperti balon di pembuluh darah otak, akibat melemahnya dinding pembuluh darah.

Jika tak segera ditangani, benjolan itu akan pecah dan menyebabkan perdarahan pada otak, yang dapat memicu stroke bahkan kematian.

Aneurisma umumnya kerap dialami oleh orangtua, namun tak menutup kemungkinan penyakit itu juga bisa rentan terjadi pada anak-anak.

Risiko seseorang terkena aneurisma akan meningkat pada perempuan, usia 40 tahun ke atas, punya kebiasaan merokok, dan memiliki tekanan darah tinggi.

dr. Mardjono Tjahjadi, atau karib disapa dr. Joy dari Mandaya Royal Hospital Puri menjelaskan bahwa menurut statistik, 1 dari 50 orang memiliki aneurisma. 

Hanya saja, seringkali kondisi ini tidak memicu gejala apa pun hingga pada akhirnya kondisinya memburuk tanpa penanganan, atau ketika pembuluh darah sudah pecah.

Jika aneurisma sudah pecah lanjut dr. Joy, maka kesempatan hidup hanya ada 50 persen.

Adapun gejala yang dapat timbul saat benjolan sudah pecah antara lain mual dan muntah, leher kaku, penglihatan kabur, kelopak mata turun, dan beberapa orang mengalami pingsan.

"Hampir 90 persen pengidap aneurisma tidak merasakan gejala apa pun. Sehingga, memang screening atau pemeriksaan dini perlu dilakukan, misalnya dengan cek MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau MRA (Magnetic Resonance Angiography) itu bisa. Supaya jika ternyata ada benjolan, bisa segera ditangani sebelum pecah,” kata dia dalam keterangannya, Rabu (18/12/2024).

Joy menjelaskan, setelah dilakukan pemeriksaan MRI dan MRA tampak ada kelainan bentuk yang dicurigai sebagai benjolan aneurisma, maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan DSA (Digital Subtraction Angiography). 

DSA adalah prosedur pemeriksaan pembuluh darah dengan menggunakan cairan kontras dan x-ray yang hasil pemeriksaannya dapat dilihat langsung di komputer dengan sangat jelas tanpa terhalang jaringan tulang.

Prosedur DSA selama ini dikenal sebagai prosedur cuci otak. Namun, menurut dr. Joy, istilah ini sebetulnya kurang tepat. 

Pada dasarnya, DSA memang tidak hanya bisa dilakukan untuk diagnosis, tapi juga untuk pengobatan.

“Aneurisma bisa disembuhkan. Selama ditangani sebelum pecah, maka pasiennya nanti bisa beraktivitas kembali. Sayangnya, kebanyakan orang datang ke dokter setelah aneurisma bocor atau pecah. Di Indonesia sendiri 99 persen pasien datang ke dokter dalam kondisi aneurisma sudah pecah,” kata dr. Joy.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved