Ibu yang Viral karena Anaknya Jual Ginjal Cerita Pengalaman setelah Bebas dari Tahanan

Saya sebenarnya kaget aja sih dengan kejadian ini ya jadi sok terapi lah buat saya gitu. Kita ngambil ikhlasnya aja lah

Penulis: Ikhwana Mutuah Mico | Editor: Joseph Wesly
Warta Kota /Yolanda Putri Dewanti)
ANAK TAWARKAN GINJAL- Dua remaja menawarkan ginjal di Bundaran HI, Jakarta, Kamis (20/3/2025) demi membebaskan sang ibu dari tahahan. Syafrida ibu dari kedua remaja tersebut kini sudah bebas. (Foto: Yolanda Putri Dewanti) 
Laporan Wartawan TribunTangerang.com, Ikhwana Mutuah Mico
TRIBUNTANGERANG.COM, CIPUTAT- Seorang wanita bernama Syafrida Yani yang anaknya viral karena aksi hendak menjual ginjal demi membebaskan dirinya dari kasus penggelapan, kini mengungkapkan perasaannya.
Syafrida mengungkapkan perasaan kagetnya karena harus menerima kenyataan, bahwa dirinya harus mendekam di balik jeruji besi.
Diketahui, Kedua anaknya, Farrel Mahardika Putra dan Nayaka Rivanno Attalah melakukan aksi yang cukup mencuri perhatian di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, sambil memegang spanduk bertuliskan "Tolong kami, kami ingin menjual ginjal untuk membebaskan Bunda kami yang ditahan di Polres Tangerang Selatan". 
Ia mengaku tak menyangka harus berhadapan dengan hukum dan menjalani proses yang keras setelah segala yang terjadi.
"Saya sebenarnya kaget aja sih dengan kejadian ini ya jadi sok terapi lah buat saya gitu. Kita ngambil ikhlasnya aja lah," ucap Syafrida Yani kepada TribunTangerang.com,  dikutip Selasa (25/3/2025)
Meskipun sempat mengalami perjalanan panjang yang penuh cobaan, Syafrida akhirnya bisa kembali berkumpul bersama keluarganya dan pulang ke kediamannya di Ciputat, Tangerang Selatan. 
Kembalinya ke rumah ini terjadi setelah permohonan penangguhan penahanan dikabulkan dan akhirnya berujung dengan kesepakatan perdamaian dengan pelapor.
Setelah apa yang telah terjadi, ia menyadari pentingnya pembelajaran dari pengalaman tersebut. 
Sejak bebas, Syafrida semakin selektif terutama masalah keuangan, perjalanan hidup yang dilaluinya membuat ia berpikir matang. 
"Jadi setiap langkah artinya apalagi masalah keuangan begitu kita lebih berpikir artinya ada kayak pembuktian," ujar Syafrida Yani.
Ia menekankan pentingnya pembuktian tertulis dalam setiap transaksi, terutama yang melibatkan masalah keuangan.
"Nah kalau seandainya nanti untuk selanjutnya kita punya permasalahan seperti ini dengan siapapun, walaupun itu keluarga kalau udah masalah uang harus dibuktikan dengan kwitansi hitam di atas putih jadi pelajaran buat saya," tuturnya lagi.
Syafrida menceritakan bahwa selama ini ia selalu percaya pada saudara tanpa memikirkan formalitas dalam transaksi keuangan.
Namun, ia menyadari bahwa kasus yang melibatkan uang 10 juta ini justru menimbulkan kesalahpahaman.
"Karena saya selama ini memang kalau dia (pelapor) mau ngasih berapa ke saya misalnya berapa ribu dolar, berapa ratus juta, tetap kita karena saudara asal percaya aja udah aman," ucap ibu 2 anak itu.
Syafrida kini memahami bahwa masalah keuangan, apapun itu, harus selalu disertai dengan bukti yang jelas dan formal agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. 
Ia berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi semua orang agar lebih berhati-hati dalam mengelola transaksi keuangan, terlebih jika melibatkan hubungan keluarga atau saudara.
"Ini permasalahan 10 juta sekian, sebenarnya nggak ada, mungki ada kata-kata sakit hati, yang nggak ada masalahnya jadi dicari-cari permasalahannya seperti apa," kata Syafrida Yani.
Setelah kasus penggelapan yang menimpa dirinya selesai, Syafrida mengatakan hubungan dengan pelapor tak lagi sama, Ia menjelaskan bahwa meskipun ada ikatan saudara, pelapor tidak mengakui dirinya sebagai keluarga.
Ia menambahkan bahwa dalam proses penyidikan, pelapor sempat menyatakan secara tegas bahwa ia bukan bagian dari keluarga.
"Masalah udah selesai, maksudnya kalau seandainya untuk menjaga hati sendiri aja, yaudahlah dia juga nggak mengakui diri kalau kami keluarga," kata Syafrida Yani.
Oleh karena itu, Syafrida menyatakan bahwa setelah pernyataan itu, tidak ada gunanya lagi mempertahankan hubungan yang tidak diakui. 
"Dari situ dia udah gak ngakuin, yaudah kita ngapain ngakuin, orangnya juga nggak ngakuin kita," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, dua orang kakak beradik Farrel Mahardika Putra dan Nayaka Rivanno Attalah viral di media sosial karena hendak menjual ginjalnya untuk membebaskan ibunya, Syafrida Yani yang ditahan di Polres Tangerang Selatan (Tangsel) karena kasus penggelapan.
Keduanya melakukan aksi yang cukup mencuri perhatian di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, sambil memegang spanduk yang bertuliskan "Tolong kami, kami ingin menjual ginjal untuk membebaskan Bunda kami yang ditahan di Polres Tangerang Selatan". 
Setelah aksinya yang sempat viral di media sosial, pihak keluarga Syafrida Yani yang terlibat dalam insiden di Bundaran Hotel Indonesia (HI) beberapa waktu lalu, mengajukan permohonan penangguhan penahanan. 
Melalui proses evaluasi yang dilakukan, pada hari Jumat, 21 Maret 2025, penyidik Polsek Ciputat Timur akhirnya memutuskan untuk mengabulkan permohonan tersebut.
TribunTangerang.com mendatangi rumah dari Syafrida Yani dan bertanya apa alasan dari putranya mengambil keputusan yang tak terduga, yakni menjual ginjal demi membebaskan dirinya dari jeratan masalah hukum. 
Syafrida mengungkapkan latar belakang alasan di balik langkah yang diambil anaknya. Ia membantah bahwa ada tekanan atau permintaan dari pihak polisi. 
"Tidak ada permintaan polisi. Itu spontanitas dia (anak saya) saja," ujar Syafrida kepada TribunTangerang.com, Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (24/3/2025).
Ia menduga spontanitas anaknya karena menyadari bahwa pihak yang dilawan adalah orang-orang yang memiliki kekuatan materi. 
"Mungkin dipikiran mereka itu, dengan cara begini, mungkin mereka bisa melawan. Kalau untuk kita melawan uang, kita nggak punya. Salah satunya mungkin mereka mencari keadilannya dengan cara begitu," kata Syafrida.
Syafrida Yani menceritakan latar belakang kasus yang menjadi sorotan publik, yang akhirnya mengundang perhatian masyarakat luas setelah anaknya terlibat dalam langkah ekstrem. Dalam wawancara terbaru, ibu tersebut mengungkapkan bagaimana masalah ini bermula.
Menurut ibu tersebut, awal mula permasalahan ini dimulai ketika sepupu suaminya meminta bantuan untuk mengelola keuangan rumah tangga. 
"Saya diminta tolong dia untuk mengelola keuangan untuk keperluan rumah tangganya. Sedangkan dia kan nggak di sini, dia bekerja di luar, di Saudi Arabia," kata Syafrida.
Setelah beberapa waktu, tepatnya setelah sepupu suaminya pulang dari Indonesia dan kembali bekerja di Jeddah, permasalahan mulai muncul.
Ia mengatakan bahwa dirinya tidak bisa sepenuhnya mengelola rumahnya karena memiliki keluarga dan kegiatan lain, termasuk mengurus sekolah anak saya.
Satu waktu, Syafrida belum sempat datang ke rumah pelapor, sepupu dari suaminya, yang memang sempat meminta agar ia membersihkan kamar.
Namun, ia belum bisa datang saat itu karena sedang sibuk dengan kegiatan di sekolah anaknya. 
"Saya nggak datang waktu itu. Bukannya nggak datang, maksudnya saya lagi ada kegiatan di sekolah anak saya, dan akan datang ke rumahnya dia itu kalau saya sudah selesai di sekolahan," kata Syafrida.
Syafrida mengungkapkan bahwa  ketegangan mulai terjadi setelah pelapor tidak puas dengan tindakan yang diambilnya.
"Tapi yang di sana itu tidak terima, ya sudah. Saya kembalikan lagi ke dia, terserah maunya apa. Kalau seandainya kita diginiin, terus kan kita capek, dari situlah awal mulanya yang di sana (pelapor) marah," tambahnya.
Setelah serangkaian kejadian yang menegangkan, ia pun akhirnya dilaporkan kepihak kepolisian.
Maka dari situlah timbul laporan setelah sempat disomasi hingga akhirnya pelapor membuat laporan.
Sampai akhirnya, Syafrida menerima beberapakali panggilan polisi dan ditahan di Tahanan Polres Tangerang Selatan.
Kekinian, Kuasa hukum pelapor, Paulus Tarigan, telah mencabut laporan polisi di Polsek Ciputat Timur, Polres Tangerang Selatan.
"Kami menyampaikan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk berdamai dan laporan telah dicabut," ujar Paulus dalam keterangannya, Senin (24/3/2025).
Ia mengungkapkan permintaan maafnya atas kegaduhan yang terjadi belakangan ini akibat laporan yang diajukan kliennya ke pihak kepolisian.
Paulus menyampaikan bahwa pihaknya telah mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara mencabut laporan yang telah dibuat sebelumnya.
"Kami telah menyerahkan surat pencabutan laporan kepada pihak kepolisian. Klien kami hanya menuntut keadilan dan bukan bertindak di luar hukum. Kami memohon maaf atas kegaduhan yang terjadi di masyarakat akibat pemberitaan sebelumnya," tutupnya.
Proses mediasi antara kedua belah pihak yang terlibat dalam permasalahan hukum akhirnya mencapai titik perdamaian pada Minggu (23/3/2025) sore
Mediasi tersebut berlangsung di kawasan Jelupang, Serpong Utara, Tangerang Selatan. Dalam proses tersebut, dengan disaksikan tokoh masyarakat dan perwakilan keluarga dari kedua belah pihak.
Setelah proses mediasi, pada malam harinya, sekitar pukul 19.30 hingga 20.30 WIB, dilakukan penyerahan surat perdamaian dan pencabutan laporan di Polsek Ciputat Timur.
Surat tersebut diterima langsung oleh Kapolsek Ciputat Timur, Kompol Bambang Askar. 
Syafrida akhirnya bisa kembali berkumpul bersama keluarganya dan pulang ke kediamannya di Ciputat, Tangerang Selatan. (m30)

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved