Kesehatan

Bukan Sekadar Takdir: Memahami Lebih Dalam Keguguran yang Terjadi Berulang

RSUD Tigaraksa mengajak masyarakat memahami dan mewaspadai keguguran berulang sebagai isu kesehatan yang membutuhkan perhatian dan penanganan medis.

Editor: Mochammad Dipa
dok. RSUD Tigaraksa
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan di RSUD Tigaraksa. 

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Keguguran sering kali dianggap sebagai takdir yang tidak bisa dihindari. 

Namun, keguguran yang terjadi secara berulang sejatinya bisa menjadi pertanda adanya masalah kesehatan yang lebih serius, baik dari sisi ibu maupun janin.

RSUD Tigaraksa mengajak masyarakat untuk memahami dan mewaspadai keguguran berulang sebagai isu kesehatan yang membutuhkan perhatian dan penanganan medis.

Keguguran berulang didefinisikan sebagai kejadian kehilangan kehamilan sebanyak dua kali atau lebih secara berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin di bawah 500 gram.

Berdasarkan waktu kejadiannya, keguguran dibagi menjadi dua, yakni pada awal kehamilan atau  kehamilan early miscarriage yang terjadi pada usia 1–12 minggu dan pada pertengahan kehamilan atau late miscarriage yang terjadi pada usia 13–20 minggu.

Faktor risiko yang tidak boleh diabaikan

Berbagai faktor dapat meningkatkan risiko keguguran, mulai dari usia ibu, stres, paparan lingkungan berbahaya, hingga gaya hidup yang tidak sehat.

  • Usia

Berdasarkan sebuah penelitian observasional, wanita di usia antara 20-34 tahun memiliki risiko keguguran paling rendah mencapai 13-15 persen.

Sementara, untuk wanita pada kelompok usia 35-39 tahun memiliki risiko keguguran mencapai 25 persen, dan setelah mencapai usia 45 tahun, risiko keguguran meningkat drastis, bahkan mencapai 93 persen.

  • Stress

Berbagai penelitian menemukan bahwa stress berhubungan dengan keguguran berulang.

  • Pekerjaan dan paparan lingkungan

Pekerjaan dan paparan lingkungan (logam berat, pestisida, dan defisiensi mikronutrien) berhubungan dengan peningkatan risiko keguguran pada wanita dengan keguguran berulang.

  • Merokok

Rokok memiliki hubungan dengan komplikasi kehamilan dan luaran (prognosis) bayi lahir, termasuk kehamilan ektopik, kematian janin, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan cacat lahir.

  •  Status Gizi

Wanita dengan berat badan lebih atau obesitas memiliki dampak negatif pada kesehatan reproduksi. Wanita dengan indeks massa tubuh (IMT) > 30 kg/m2 secara signifikan meningkatkan komplikasi pada kehamilan, keguguran, menurunkan peluang kelahiran hidup, dan berdampak negatif terhadap kesehatan secara umum.

Wanita dengan berat badan kurang (IMT < 18>

Untuk mempertahankan fungsi kesuburan dan mencegah komplikasi kehamilan, direkomendasikan mempertahankan IMT dalam rentang 20 – 25 kg/m2.

  • Kafein
Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved