Kesehatan
Bukan Sekadar Takdir: Memahami Lebih Dalam Keguguran yang Terjadi Berulang
RSUD Tigaraksa mengajak masyarakat memahami dan mewaspadai keguguran berulang sebagai isu kesehatan yang membutuhkan perhatian dan penanganan medis.
TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Keguguran sering kali dianggap sebagai takdir yang tidak bisa dihindari.
Namun, keguguran yang terjadi secara berulang sejatinya bisa menjadi pertanda adanya masalah kesehatan yang lebih serius, baik dari sisi ibu maupun janin.
RSUD Tigaraksa mengajak masyarakat untuk memahami dan mewaspadai keguguran berulang sebagai isu kesehatan yang membutuhkan perhatian dan penanganan medis.
Keguguran berulang didefinisikan sebagai kejadian kehilangan kehamilan sebanyak dua kali atau lebih secara berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin di bawah 500 gram.
Berdasarkan waktu kejadiannya, keguguran dibagi menjadi dua, yakni pada awal kehamilan atau kehamilan early miscarriage yang terjadi pada usia 1–12 minggu dan pada pertengahan kehamilan atau late miscarriage yang terjadi pada usia 13–20 minggu.
Faktor risiko yang tidak boleh diabaikan
Berbagai faktor dapat meningkatkan risiko keguguran, mulai dari usia ibu, stres, paparan lingkungan berbahaya, hingga gaya hidup yang tidak sehat.
- Usia
Berdasarkan sebuah penelitian observasional, wanita di usia antara 20-34 tahun memiliki risiko keguguran paling rendah mencapai 13-15 persen.
Sementara, untuk wanita pada kelompok usia 35-39 tahun memiliki risiko keguguran mencapai 25 persen, dan setelah mencapai usia 45 tahun, risiko keguguran meningkat drastis, bahkan mencapai 93 persen.
- Stress
Berbagai penelitian menemukan bahwa stress berhubungan dengan keguguran berulang.
- Pekerjaan dan paparan lingkungan
Pekerjaan dan paparan lingkungan (logam berat, pestisida, dan defisiensi mikronutrien) berhubungan dengan peningkatan risiko keguguran pada wanita dengan keguguran berulang.
- Merokok
Rokok memiliki hubungan dengan komplikasi kehamilan dan luaran (prognosis) bayi lahir, termasuk kehamilan ektopik, kematian janin, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan cacat lahir.
- Status Gizi
Wanita dengan berat badan lebih atau obesitas memiliki dampak negatif pada kesehatan reproduksi. Wanita dengan indeks massa tubuh (IMT) > 30 kg/m2 secara signifikan meningkatkan komplikasi pada kehamilan, keguguran, menurunkan peluang kelahiran hidup, dan berdampak negatif terhadap kesehatan secara umum.
Wanita dengan berat badan kurang (IMT < 18>
Untuk mempertahankan fungsi kesuburan dan mencegah komplikasi kehamilan, direkomendasikan mempertahankan IMT dalam rentang 20 – 25 kg/m2.
- Kafein
Peserta JKN Capai 98,45 Persen, Bukti Nyata Pemerataan Layanan JKN Hingga ke Pedalaman |
![]() |
---|
Stroke Jadi Penyebab Kematian Tertinggi, Kenali Gejalanya dengan Akronim 'SeGeRa Ke RS' |
![]() |
---|
Ini Alasan Ibu Hamil Harus Hindari Makanan Mentah di Awal Kehamilan |
![]() |
---|
Berapa Batas Aman Konsumsi Daging Merah? Dokter Ungkap Risiko Kesehatan Serius |
![]() |
---|
RSUD Tigaraksa Hadirkan dr. Ricki, Sp.M untuk Layanan Spesialis Mata, Ini Jadwal Praktiknya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.