Siswa SMAN 6 Garut Akhiri Hidup, Ayah Bergetar Tahan Emosi Dengar Pengakuan Guru Fisika yang Berbeda

Akibatnya seorang pelajar nekat mengakakhiri hidupnya akibat perundungan yang diduga terjadi kepadanya

Editor: Joseph Wesly
(Instagram - YouTube/KANG DEDI MULYADI CHANNEL)
SISWA BUNUH DIRI- Kolase siswa bunuh diri dan guru fisika. Ini ucapan guru fisika yang diduga membuat siswa SMA Garut sampai nekat mengakhiri hidup. (Instagram - YouTube/KANG DEDI MULYADI CHANNEL) 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Aksi perundungan masih saja terjadi di institusi pendidikan di Indonesia.

Aksi yang biasanya disebut Bullying ini masih masif terjadi di Indonesia.

Pelakunya biasanya adalah para pelajar meski ada juga yang datang dari kalangan guru yang seharusnya jadi wasit yang adil di sekolah.

Biasanya para pelaku perundungan tidak paham akibat dari perbuatannya bisa merusak mental seseorang bahkan tindakan bullying kerap merenggut nyawa seseorang.

Bullying juga diduga terjadi di SMAN 6 Garut, Jawa Barat.  

Akibatnya seorang pelajar nekat mengakakhiri hidupnya akibat perundungan yang diduga terjadi kepadanya.

Kali ini pelakunya bukan pelajar atau murid di sekolah tersebut.

Pelakunya diduga adalah seorang guru wanita yang mengajar mata pelajaran Fisika.

Sang guru diduga melakukan perundungan kepada seorang pelajar berinisial P (16).

Ucapannya disebut membuat P sakit hati hingga nekat mengakhiri hidup.

Ditambah lagi P disebut tinggal kelas karena kerap kesulitan membuat rangkuman catatan karena tangannya kerap berkeringat.

Hal itu juga disebut yang membuat sang pelajar kesulitan mengerjakan tugas sehingga berujung mendapat teguran dari sang guru Fisika.

Kekurangan yang dimiliki P membuat sang guru disebut melontarkan perudungan kepada siswanya sendiri.

Dikonfrontir Dedi Mulyadi

Seorang guru fisika yang dituduh menjadi alasan sorang siswa SMA melakukan tindakan ekstrem mengakhiri hidupnya. 

Sosok guru yang sudah melakukan tindakan bullying dan perundungan disebut mengajar fisika. 

Sang guru menyebut P sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK).

Dampaknya, guru SMAN 6 Garut dipanggil oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Dedi Mulyadi mengkonfirmasi aduan yang disampaikan oleh ibu P, Fuji Lestari, kepada para guru.

Ayah korban makin emosi atas pengakuan guru fisika tersebut.

"Saya menanyai almarhum juga, ada di postingan saya juga kan," kata Fuji sambil menahan tangis, dikutip dari tayangan di kanal YouTube KANG DEDI MULYADI CHANNEL, Sabtu (18/7/2025).

"Oleh?" tanya Dedi.

Fuji sempat terdiam, namun suaminya dengan suara bergetar menunjuk seorang guru wanita.

"guru fisika? Sok ibu, pernah enggak ibu suka merendahkan ketika pelajaran?" tanya KDM lagi.

Seorang guru yang mengenakan hijab cokelat itu pun membantah telah merendahkan siswanya.

"Tidak pak," katanya.             

Ia kemudian menjelaskan soal sosok almarhum selama mengikuti pelajarannya.

"Jadi minggu awal MPLS, minggu kedua baru KBM.

Ketika KBM, biasanya anak-anak masih masa perkenalan," kata dia.

Kemudian di minggu awal pembelajaran, ia mengaku memberikan tugas kepada para siswa untuk memberikan assesment awal terkait materi pelajarannya.

Namun, menurut dia, saat itu korban dan beberapa anak belum selesai mengerjakan tugas tersebut.

"Biasa saya berkeliling melihat anak-anak yang belum beres."

"Karena sudah mau jam pulang, jadi yang belum (selesai) dikumpulkan minggu depan ya," tutur dia, mengutip TribunnewsBogor.com.

Namun, hingga minggu depannya lagi, kata dia, korban masih belum juga mengumpulkan tugasnya.

"Tapi memang ada beberapa juga (siswa lain)," jelasnya.

Akhirnya korban mengumpulkan tugasnya, namun tidak ada perkembangan dari minggu lalu.

Kemudian di pertemuan berikutnya, ia memutuskan untuk memanggil P.

"Ketika masuk kelas, saya panggil ke depan. Priya coba ini baca, Priya bisa baca."

"Alhamdulillah ternyata kamu bisa baca, tapi kenapa ini tulisannya setelah tiga minggu masih belum beres?" tutur guru tersebut.

Di akhir penuturannya, guru perempuan ini tetap tidak mengakui perbuatannya yang telah menyebut P sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK).

"Bu ini tangan saya suka keringetan, terus suka gatel-gatel, jadi saya sulit untuk menulis," cerita guru fisika lagi.

"Ya udah lain kali belajar lebih rajin," kata guru fisika tersebut pada korban.

Mendengar penjelasan sang guru fisika, ayah korban terlihat tak kuasa menahan emosinya.

Ia tampak menahan diri untuk tidak emosi dengan cara menutup mulutnya, tapi tubuhnya bergetar.

Namun, saat itu rupanya ayah korban tak sanggup untuk mendengarkan penjelasan guru tersebut dan meminta izin untuk keluar.

"Izin keluar, enggak kuat katanya, Pak," kata sang istri.

KDM kemudian memapah ayah korban untuk keluar dari ruangan demi menenangkan diri.

Setelah itu, sang guru fisika kembali menjelaskan kalau hal itu ia sampaikan tidak di depan teman-temannya yang lain.

"Itu bukan di depan kelas pak, hanya berhadapan di meja guru."

"Tapi kalau misalkan di pelajaran saya, fisika di semester 1 tidak ada masalah, ketika masuk semester 2, tugas jarang dikumpulkan," tandasnya.

Sebelumnya, P juga menceritakan pada ibunya soal perlakuan guru fisika tersebut.

Menurutnya, hal itu disampaikan oleh sang guru kepada dirinya.

"Kan disuruh ke depan, berhadapan, nanya gitu (kamu ABK). Priya kamu ABK? Gitu," ungkap P kepada ibunya.

Terkait dengan dugaan ibu guru membully anaknya, Fuji mengaku pernah mengkonfrontasinya secara langsung.

Namun, saat bertemu dengan wali kelas anaknya, Fuji tak puas dengan respons sang ibu guru.

"Saya bilang, 'Ibu anak saya ini ada pembully-an, kan saya sering dipanggil ke BK semester 1, tapi enggak pernah menceritakan hal ini?'."

"'Kenapa ibu tidak bilang, anak saya tuh mengalami hal seperti itu'," kata Fuji.

"Ketika ibu bercerita tentang pembullyan, sikap wali kelasnya gimana?" tanya Dedi penasaran.

"Diam aja, jadi kayak gitu aja, enggak yang terlalu gimana," ujar Fuji.

Belakangan, Fuji baru menyadari soal sikap tak baik wali kelas anaknya.

Kata Fuji, wali kelas putranya tersebut selalu abai dengan P.

"Kan anak saya waktu kelas 1 itu tipes dua kali. Yang satu kali itu sebulan lebih.

Mereka (guru dan teman sekelas) tidak ada yang menengok sama sekali."

"Kata saya (ke wali kelas), 'Ibu mah anak saya sakit sebulan aja enggak ada nengok, padahal rumah sakitnya dekat dengan sekolah'. Katanya banyak kegiatan."

"Tapi udah tahu anak saya dikucilkan, kenapa ini enggak jadi momen temannya disuruh jenguk.

Malahan temannya yang di kelas lain yang nengok, teman sekelas juga enggak," ungkap Fuji.

"Kata anak saya pas masuk lagi, 'Ditanyain enggak (setelah sakit dan sembuh)'. Katanya enggak ada."

"Kan biasanya kalau habis lama enggak masuk (ditanyain), teman-teman enggak nanyain.

Tapi yang nanya mah anak-anak dari teater," pungkasnya. 

Respon Pihak Sekolah

Atas dugaan perundungan P, pihak sekolah akhirnya buka suara.

Kepala sekolah SMAN 6 Garut, Dadang Mulyadi, membantah dengan tegas isu pembullyan terhadap P.

Kata Dadang, P sejatinya tidak pernah dirundung di sekolah.

Dadang heran dengan asumsi yang dihembuskan oleh ibunda korban ke publik.

"Munculnya istilah pembullyan itu setelah anak tidak naik kelas," kata Dadang Mulyadi.

Lebih lanjut, Dadang mengurai dugaan penyebab P mengakhiri hidup bukan karena perundungan, tapi tidak naik kelas.

Dadang menyebut, P tidak naik kelas karena nilainya di tujuh mata pelajaran tidak memenuhi syarat.

"Orang tuanya (P) menerima bahwa anaknya tidak naik kelas, besoknya update status bahwa anaknya bernasib malang di sekolah. Kami juga tidak tahu maksudnya apa," pungkas Dadang.

Terkini sang kepala sekolah sudah dicopot akibat insiden meninggal P.

Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved