Gencarkan Program Keluarga Berencana, BKKBN Banten Salurkan Alat Kontrasepsi ke Kota Tangerang

Kota Tangerang menerima penyaluran alat kontrasepsi dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN Provinsi Banten.

Penulis: Gilbert Sem Sandro | Editor: Joko Supriyanto
TribunTangerang.com/Gilbert Sem Sandro
KONTRASEPSI - Penyaluran kontrasepsi untum pasangan usia subur di Puskesmas Jurumudi Baru, Benda, Kota Tangerang, Banten, Jumat (25/7). 

Laporan Wartawan, TRIBUNTANGERANG.COM, Gilbert Sem Sandro

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP3KB) Kota Tangerang menerima penyaluran alat kontrasepsi dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN Provinsi Banten.

Kepala Bidang Keluarga Berencana Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga dr. Dyah Utami mengatakan, alat kontrasepsi yang diterima DP3AP2KB Kota Tangerang berasal dari dua jalur utama.

"Terdapat dua macam penyaluran kontrasepsi dari BKKBN Provinsi Banten, pertama adalah alokasi langsung dari mereka tanpa kita minta dan yang kedua berdasarkan permintaan kami sesuai dengan kebutuhan masyarakat," ujar dr. Dyah, Jumat (25/7/2025).

Adapun pasokan kontrasepsi yang dihadirkan oleh BKKBN Provinsi Banten tersedia dari berbagai macam jenis menyesuikan kebutuhan praktik di lapangan.

Diantaranya ialah kontrasepsi jenis Intrauterine Device (IUD), implan, obat suntik untuk tiga bulan, pil KB, hingga penggunaan kondom.

Baca juga: Tingkat Kesadaran Kaum Pria dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi hanya 3 Persen di Penjuru Tanah Air

Dengan dukungan ini, DP3AP3KB Kota Tangerang dapat memastikan masyarakat memiliki beragam pilihan metode kontrasepsi untuk merencanakan keluarga sehat.

"Untuk meningkatkan fasilitas, perlu diberikan pemahaman melalui edukasi dengan memberikan penyuluhan mengenai alat kontrasepsinya, serta akses program ini terbuka luas bagi warga yang memenuhi syarat," sambungnya.

Menurut dia, program tersebut merupakan bagian upaya berkelanjutan DP3AP3KB Kota Tangerang dalam menciptakan keluarga yang berkualitas, sehat dan sejahtera melalui perencanaan jumlah dan jarak kelahiran antar anak.

Hal tersebut pun selaras dengan komitmen Pemerintah Kota Tangerang dalam memenuhi kebutuhan alat kontrasepsi bagi Pasangan Usia Subur (PUS) di wilayahnya. 

Terlebih DP3AP2KB Kota Tangerang akan mengundang Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk memberikan informasi mendalam mengenai jenis-jenis KB dan produk kontrasepsi kepada pasangan usia subur pada bulan Agustus 2025 mendatang.

"Kegiatan ini akan difokuskan di beberapa kelurahan dengan angka partisipasi KB yang masih rendah," tuturnya.

"Hal ini sebagai bagian dari komitmen untuk memastikan setiap keluarga di Kota Tangerang memiliki akses informasi yang akurat dan pilihan yang tepat dalam perencanaan keluarga," jelasnya. 

Baca juga: Kemendukbangga Minta Tambahan Anggaran Rp 650 Miliar untuk Sediakan Alat Kontrasepsi

Diketahui Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) meminta tambahan anggaran sebesar Rp 650 miliar untuk persediaan obat dan alat kontrasepsi.

Sekretaris Kemendukbangga, Budi Setiyono mengatakan, tambahan dana ratusan miliar rupiah tersebut diminta untuk periode Tahun Anggaran 2026 mendatang.

Pasalnya ia kebutuhan akan pemenuhan alat kontrasepsi masyarakat di seluruh Tanah Air turut serta mendapat pemangkasan anggaran akibat kebijakan efisiensi yang diterapkan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

"Secara kuantifikasi secara rupiah mungkin anggaran yang dibutuhkan oleh Kemendukbangga kurang lebih mencapai Rp 1 Triliun, tapi saat ini hanya sekira Rp 200 miliar saja. Meskipun demikian, karena kemampuan anggaran terbatas ya minimal nilainya bisa disamakan seperti tahun lalu yaitu Rp 850 miliar," ujar Budi kepada TribunTangerang.com beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut ia juga menyampaikan pesan kepada Presiden Prabowo agar tidak mengesampingkan isu pertumbuhan penduduk masyarakat Indonesia saat ini.

Pasalnya angka kelahiran masyarakat saat ini mencapai 45 juta bayi dalam satu tahun dan hal tersebut tidak dapat diabaikan lantaran dapat menimbulkan dampak yang lebih luas.

Terlebih stok ketersediaan alat dan juga obat kontrasepsi harus memiliki presentase yang sama dengan jumlah pasangan suami istri dengan usia subur untuk memiliki keturunan yaitu berjumlah 40 juta pasangan.

"Makanya kami akan mengajukan kepada Presiden Indonesia agar berkenan untuk memperhatikan isu ini dan membuka blokir anggaran untuk persediaan alat kontrasepsi," kata dia.

"Idealnya memang alat kontrasepsi itu harus memenuhi kebutuhan 100 persen, jika jumlah suami istri yang memiliki usia subur sekarang jumlahnya 40 juta orang, berarti harus ada persediaan alat kontrasepsi untuk 40 juta orang pasangan juga," sambungnya.

Baca juga: Kemendukbangga Dorong Penggunaan Alat Kontrasepsi Mandiri, Antisipasi Pertumbuhan Penduduk

Adapun saat ini Kemendukbangga menerapkan berbagai pola dan strategi dalam mengakomodir kebutuhan alat dan obat kontrasepsi bagi masyarakat pada sejumlah daerah di Tanah Air.

Mulai dari melakukan sosialisasi secara massal kepada masyarakat, mengimbau agar pasangan suami dan istri menggunakan KB secara alami, hingga menerapkan mobilisasi alat kontrasepsi antar daerah.

Hal tersebut dilakukan demi menjangkau kebutuhan alat dan obat kontrasepsi di wilayah yang permintaan kebutuhannya tinggi.

"Kalau ketersediaan alat kontrasepsi tidak mencukupi tentu saja kita akan gagal dalam melakukan pengendalian penduduk dan bisa jadi itu memiliki implikasi-implikasi yang panjang nantinya," ungkapnya.

Menurut dia, ancaman utama yang terjadi saat lonjakan jumlah pertumbuhan penduduk yang ekstrem berpotensi menimbulkan masalah dengan cakupan yang luas dan tidak terkendali.

Seperti tata kota yang meningkat akibat pemukiman penduduk semakin padat, penyediaan fasilitas publik yang melebihi kapasitas, hingga moda angkutan transportasi yang tak mampu mengakomodir permintaan masyarakat.

"Kalau misalnya anggaran tidak tercukupi dan itu berkorelasi dengan ketidak adanya alat kontraspesi, maka besar kemungkinan kita akan gagal atau terjadi disrupsi dalam bonus demografi," ucapnya.

"Lalu apabila terjadi ledakan penduduk berarti jumlah usia yang masih belum produktif itu semakin besar, sehingga bisa jadi ketimpangan antara penduduk yang produktif dengan non produktif itu jaraknya akan semakin mengecil atau jomplang," kata dia. (m28)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved