TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Komnas HAM menetapkan hari kematian Munir Said Thalib pada 7 September 2004, sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM Indonesia.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, keputusan tersebut diambil dalam rapat pleno Komnas HAM, Selasa (7/9/2021).
"Paripurna Komnas HAM 7 September 2021 memutuskan dengan bulat."
Baca juga: Erick Thohir Bakal Wajibkan Direksi dan Komisaris Anak dan Cucu Perusahaan BUMN Serahkan LHKPN
"Tujuh komisionernya sepakat untuk menjadikan tanggal 7 September menjadi Hari Perlindungan Pembela HAM Indonesia," kata Taufan dalam konferensi pers, Selasa (7/9/2021).
Taufan menjelaskan alasan memilih tanggal 7 September sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM.
Karena, hari pembununan Munir merupakan peristiwa penting bagi Bangsa Indonesia, terutama untuk para pegiat HAM dan demokrasi di Indonesia.
Baca juga: PKL Hingga Pemilik Warung dan Warteg Bakal Dapat Bantuan Rp 1,2 Juta, Khusus Wilayah PPKM Level 3-4
Selain itu, kata dia, Munir merupakan pejuang yang sangat teguh dengan pendiriannya memperjuangkan HAM dari semua aspek, baik hak berekspresi, kebebasan pendapat, kekerasan aparat, juga hak-hak buruh.
Komnas HAM, kata dia, memilih tanggal tersebut tanpa mengurangi penghormatan kepada pejuang lain seperti Marsinah, Udin, Jafar Siddik Hamzah, hingga tokoh-tokoh pejuang HAM dari Aceh hingga Papua.
"Jadi seluruhnya kita hormati, tapi kita memilih tanggal ini karena almarhum Munir bisa dianggap sebagai mewakili dimensi-dimensi HAM yang tadi kami sebutkan itu," jelas Taufan.
Baca juga: Banyak Harta yang Disembunyikan, KPK Bilang 95 Persen LHKPN Tidak Akurat
Komisioner Komnas HAM Hairansyah menambahkan, penetapan tanggal tersebut juga karena selama ini berbagai macam serangan terhadap para pembela HAM di Indonesia sedemikian masif.
"Sehingga ini menjadi catatan penting kita untuk mengingatkan 7 September setiap tahunnya bagi pemerintah, negara, juga kelompok masyarakat sipil dan rakyat Indonesia."
"Bahwa peran penting dari para pembela HAM dalam melindungi dan memperjuangkan HAM dan demokrasi itu, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses demokrasi dan perjuangan HAM di Indonesia," bebernya.
Buka Opsi Panggil Saksi
Komnas HAM membentuk tim pemantauan terkait kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengatakan, tim tersebut dibentuk dalam rapat pleno bulanan Komnas HAM pada Selasa (7/9/2021), tepat di hari peringatan 17 tahun tewasnya Munir.
Tim tersebut, kata Sandrayati, diketuai oleh Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dengan anggota Komisioner komnas HAM M Choirul Anam, dan dirinya sendiri.
Baca juga: Harta Kekayaan Anggota DPR Paling Tinggi Dibanding Penyelenggara Negara Lain, Rata-rata Rp 23 Miliar
Ia menjelaskan, selama ini dalam kerjanya, Komnas HAM memiliki kewenangan berdasarkan Undang-undang 39/1999 tentang HAM dan Undang-undang 26/2000 tentang Pengadilan HAM.
Sandrayati mengatakan, dalam konteks dua kewenangan tersebut, Komnas HAM membentuk tim berdasarkan mandat UU 39/1999 tentang HAM untuk melakukan pemantauan.
Setelah tim mengumpulkan data dan informasi terkait kasus pembunuhan Munir, tim akan melaporkannya pada sidang pleno.
Baca juga: Ketua KPK Tegaskan LHKPN Wajib Diserahkan Tiap Tahun, DPRD DKI Jakarta Masuk 5 Besar Terburuk
Hal itu untuk menentukan apakah hasil tersebut pemantauan tim cukup atau tidak untuk ditingkatkan menjadi penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat, sebagaimana dimandatkan UU 26/2000.
Hal tersebut disampaikan Sandrayati pada acara 'Nonton Bareng dan Diskusi Film Munir, Sebuah Extrajudicial Killing' pada Selasa (7/9/2021).
"Sidang paripurna Komnas HAM hari ini menetapkan bahwa kami membentuk tim untuk menindaklanjuti ini berdasarkan UU 39."
Baca juga: Jangan Anggap Enteng! Influenza Bisa Memperparah Gejala Covid-19 dan Akibatkan Komplikasi Serius
"Jadi, baru berdasarkan UU 39."
"Artinya belum ke penyelidikan langsung, karena memang prosesnya demikian."
"Jadi, kalau cukup bukti awal dia akan dinaikkan ke UU 26," terang Sandrayati.
Baca juga: PPKM Diperpanjang Hingga 13 September, Waktu Makan di Restoran dan Kafe Ditambah Jadi 60 Menit
Sandrayati menjelaskan sejumlah hal yang akan dikerjakan oleh tim tersebut.
Di antaranya adalah mengumpulkan semua fakta, bahan-bahan, termasuk dari Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir, putusan-putusan pengadilan, dan berbagai dokumen yang ada, termasuk eksaminasi yang dilakukan Komnas HAM dahulu.
Selain itu, kata dia, tim juga akan mempelajari dan mendalami beberapa teori hukum baru, terutama terkait kejahatan kemanusiaan.
Baca juga: DAFTAR Lengkap Wilayah PPKM di Jawa-Bali Hingga 13 September 2021, Level 4 Sisa 11 Daerah
Hal itu, kata dia, perlu dilakukan, mengingat masih banyak perdebatan terkait apakah korban satu orang bisa dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan atau tidak, termasuk terkait unsur sistematis dalam UU 26/2000 tentang pengadilan HAM.
Sandrayati mengatakan, pihaknya juga membuka kemungkinan untuk melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak yang dikira memiliki data atau bisa menjadi saksi.
Hasil laporan dari tim tersebut, kata dia, nantinya akan dikembalikan ke sidang paripurna Komnas HAM, untuk menentukan apakah kasus tersrbut bisa dinaikan statusnya menjadi penyelidikan pro justicia atau tidak.
Baca juga: Ketua KPK: Semua Keputusan yang akan Diambil Bupati Probolinggo Harus Atas Persetujuan Suaminya
"Jadi yang sekarang belum pro justicia."
"Sekarang ini masih pemantauan dari mandat UU 39."
"Ini memang tahapan dari Komnas memang seperti itu," jelas Sandrayati. (Gita Irawan)