Ujaran Kebencian

Bareskrim Hampir Rampungkan Berkas Perkara Muhammad Kece dan Yahya Waloni

Editor: Yaspen Martinus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bareskrim Polri segera melimpahkan berkas perkara tersangka kasus penistaan agama Muhammad Kece dan Yahya Waloni, kepada jaksa penuntut umum (JPU).

Sementara, Muhammad Kece yang juga tersangka kasus penistaan agama ditangkap saat tengah berusaha bersembunyi dari pengejaran dari pihak kepolisian pada Selasa (24/8/2021).

Namun, keberadaan pelaku tetap terendus oleh pihak kepolisian.

Baca juga: KPU Ajukan Anggaran Rp 86,2 Triliun untuk Pemilu 2024, Mendagri: Lompatannya Terlalu Tinggi

Tersangka tertangkap di daerah Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Provinsi Bali.

Dia dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan nomor polisi nomor 500/VIII/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 21 Agustus 2021.

YouTuber itu melakukan streaming dengan nada merendahkan dan melecehkan Nabi Muhammad SAW serta agama Islam.

Baca juga: KPK Gelar OTT di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan, yang Terciduk Diperiksa Intensif

Di antara ucapan Muhammad Kece yang dipersoalkan adalah yang menyebut kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren menyesatkan dan menimbulkan paham radikal.

Dia menyebut ajaran Islam dan Nabi Muhammad SAW tidak benar sehingga harus ditinggalkan.

Adapun pasal yang disangka Muhammad Kece di antaranya pasal 28 ayat 2 Jo pasal 45 a ayat 2 Undang-undang ITE tentang ujaran kebencian dan SARA.

Dia juga disangka melanggar pasal 156 A KUHP tentang penistaan agama.

Kuasa Hukum Minta Diselesaikan Secara Restorative Justice

Sandi Situngkir, kuasa hukum tersangka kasus penistaan agama Muhammad Kece, meminta kliennya dan Yahya Waloni, tidak diproses hukum.

Mereka meminta adanya penyelesaian perkara secara restorative justice.

Menurut Sandi, kliennya memiliki nasib yang sama dengan Yahya Waloni.

Baca juga: ICW Tak Kunjung Minta Maaf dan Cabut Pernyataan, Moeldoko Segera Laporkan ke Polisi

Keduanya kini dijerat sebagai tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan SARA.

"Jadi sebaiknya dilakukan dialog antara umat beragama."

Halaman
123