Jika kita bandingkan dengan kasus kopi sianida yang melibatkan Jessica Wongso, misalnya, polisi memutuskan Jessica bersalah dan menjadi tersangka dalam kasus kopi Sianida tersebut.
Dalam kasusnya, Mirna dinyatakan dibunuh.
Walaupun dalam persidangan tidak ada bukti yang menjelaskan ada yang memasukkan sianida ke dalam minumannya.
Kasus Yosua ini menurut saya sama dengan kasus Mirna tersebut.
Saya berharap polisi fokus saja kepada fakta yang menyebutkan adanya upaya pembunuhan terhadap Yosua. Jangan sampai Polri yang kita banggakan ini melindungi para pembunuh.
Kenapa saya bilang pembunuh? Karena ada orang mati.
Baca juga: Rumah Dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga Hanya Jadi Tempat Tinggal Sopir dan Para Ajudan
Mengawal Istri Propam Pakai Glock
Pemakaian senjata di Kepolisian biasanya cenderung terbatas.
Terbatasnya penggunaan senjata api itu diatur berdasarkan aturan dasar keprajuritan.
Biasanya, seorang prajurit berpangkat Tamtama hanya boleh membawa senjata laras panjang dan sangkur.
Itu pun hanya saat prajurit tersebut berjaga dalam tugasnya.
Kemudian pada tingkat Bintara dibatasi hanya menggunakan senjata laras pendek.
Lalu pada pangkat Perwira pun memiliki spesifikasi senjata tersendiri. Kalau kemudian penembak Bharada E ini menggunakan senjata Glock, ini melompat jauh.
Karena Bharada E ini adalah level paling bawah di kepolisian. Ini juga berkembang lagi, Glock ini dari siapa? Dan fungsinya apa diberikan kepada Bharada E ini?
Yang patut dipertanyakan juga adalah penggunaan pistol HS-9 yang disebut digunakan oleh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat.