"Belinya itu biasanya kopi sachet, sedotan, gelas, dan minuman sachet yang ada rasanya. Satu renceng semua sama Rp 12.000, dan untuk 50 cup gelas es Rp10.000, kalau gelas kopi Rp 7.000," ucap perempuan asal Sampang, Madura.
Kawasan tersebut bukan hanya Sonia saja, bahkan memasuki kawasan Kampung Starling langsung disambut dengan gapura merah yang bertuliskan "selamat datang di kawasan pedagang kopi keliling".
Gang ini berada tak jauh dari kawasan Tugu Tani dan diapit oleh Markas Marinir serta Hotel Aryaduta.
Tak perlu berjalan jauh, hanya sekitar 50 meter melewati gapura, sudah terlihat sepeda para pedagang kopi keliling yang diletakkan secara berjejeran.
Nampak, renceng kopi dan berbagai minuman masih tergantung rapi di masing-masing sepeda.
Pukul 13.00 WIB, gang tersebut tampak masih sepi hanya satu atau dua orang mulai beraktifitas.
"Kalau jam segini, ada yang sudah keluar berjualan ada juga yang keluarnya sore," ucap Sonia.
Gang ini hanya berukuran satu badan mobil. Sisi kanan berdiri permukiman warga dan sebelah kiri terdapat aliran kali Ciliwung.
Sementara itu, Imah (40) salah satu pedagang Starling mengatakan dirinya sudah berjualan selama 4 tahun.
"Saya jualan sudah 4 tahun, suami saya juga sama jualan kopi keliling juga," ucapnya.
Baca juga: Kopi Bogor Diakui Dunia, Sumbang 40 persen dari Total Produksi Kopi Robusta di Jawa Barat
Matahari tepat di atas kepala, namun tak menyurutkan semangat Imah untuk berjualan di kawasan Monumen Nasional (Monas).
"Saya kelilingnya mulai dari sini (Senen) terus menuju ke arah Monas," imbuhnya.
Berangkat siang hari pulang malam hari begitulah semangat ibu dua anak tersebut yang tak lekang oleh waktu dalam mengais rezeki.
Senyuman yang lebar serta sapaan yang ramah dan hangat selalu di lemparkan Imah sembari menjajakan dagangannya.
Bahkan lelah hingga rasa pegal yang teramat sangat tak lagi dirasa semuanya rela dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari–hari.