Dikutip dari Tribun Manado Pengamat politik Sulut Ferry Liando mengatakan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak mencoblos nama orang, tapi logo parpol. Ini lebih mudah secara teknis.
"Secara teknis sistem ini memang lebih mudah baik dari pencetakan surat suara, pendistribusian, pencoblosan, penghitungan hingga rekapitulasi," katanya.
"KPU tidak perlu melakukan sortir nama calon secara ketat, tidak perlu khawatir surat suara tertukar dapil, surat suara tidak sulit dibuka, dicoblos, dan dilipat karena ukurannya tidak terlalu panjang dan lebar serta mekanisme rekapitulasi yang mudah karena penghitungannya bukan per caleg tapi cukup parpol saja," sambungnya.
Namun, menurut Sulut Ferry Liando, sistem inin akan beresiko bagi parpol sendiri.
Hal itu dikarenakan kebiasaan di internal parpol yang mewajibkan imbalan bagi siapa saja yang membutuhkan posisi.
Baca juga: Polri Temukan Adanya Indikasi Aliran Dana dari Peredaran Narkoba untuk Nyaleg di Pemilu 2024
Baca juga: Bahas Strategi Pemenangan Pemilu 2024, Partai Golkar Gelar Rakernas 4-6 Juni 2023 Mendatang
"Contoh dalam hal suksesi ketua parpol di daerah, ada kewajiban uang setoran bagi masing-masing calon," katanya.
"Siapa yang menawar dengan nominal tertinggi maka jabatan akan diberikan kepadanya, lalu pada momentum pemilu, sebagian parpol juga kerap memperjualbelikan kartu tanda anggota (KTA) kepada siapa saja yang ingin menjadi caleg. UU Pemilu menyebutkan bahwa syarat caleg harus memiliki KTA," pungkasnya. (des)