Konflik Rempang

Konflik Rempang Picu Bentrokan Disebut Ganjar Pranowo Karena Tidak Ada Penghormatan Atas Hak Warga 

Editor: Joko Supriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

bakal calon presiden (Capres) Ganjar Pranowo.

TRIBUNTANGERANG.COM - Ganjar Pranowo ikut menanggapi terkait konflik yang terjadi di Rempang, Batam hingga memicu terjadinya bentrokan.

Ganjar yang juga merupakan Bakal calon presiden (capres) dari PDIP menyampaikan jika konflik agraria yang terjadi di Rempang karena kurangnya mitigasi konflik.

Hal disampaikan oleh mantan Gubernur Jawa Tengah itu ketika menghadiri Kuliah Kebangsaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) pada Senin (18/9/2023).

Baca juga: Tak Ingin Ditinggal Investor Pemerintah Kebut Proyek Rempang Eco City, 28 September Harus Kosong

Saat itu Ganjar mendapatkan pertanyaan dari panelis perwakilan mahasiswa FISIP UI, Azzahra terkait isu konflik agraria yang sedang terjadi di Indonesia diantaranya yang terjadi di Pulau Rempang Batam.

"Sebenarnya mitigasinya kurang. Kalau itu kemudian tanah akan diberikan, katakan yang sekarang ramai di Rempang, ramai sekali, bagaimana sih caranya, itu tanahnya siapa?" kata Ganjar dalam kuliah tersebut seperti dikutip Kompas.com.

Selain kurangnya mitigasi, Ganjar menyebut konflik agraria muncul biasanya karena tidak adanya penghormatan atas hak warga sekitar.

Baca juga: Pernyataan Panglima TNI Piting Warga Rempang, Kapuspen: Artinya Merangkul

Kemudian, Ganjar mengingatkan pentingnya mendengarkan masyarakat dan memberikan kompensasi yang sepadan saat mengatasi konflik.

"Kenapa konflik-konflik itu muncul pada saat sebuah pekerja ingin dilaksanakan, satu sangat jarang kita melakukan mitigasi apa yang akan terjadi kedua bagaimana kita penghormatan terhadap hak mereka," katanya.

Ganjar juga mencontohkan beberapa kasus yang pernah ditanganinya, seperti pembangunan jalan tol sehingga memotong banyak kampung di area pembangunan.

Namun, Ganjar akhirnya menyarankan pembangunan didesain memutar melalui ruang-ruang yang lebih kosong.

Meskipun, saran tersebut perlu diperdebatkan dengan menteri, pengelola jalan tol, dan kontraktornya.

Terkait Konflik di Rempang Tak hanya itu, menurut Ganjar, pihaknya membuka dialog dengan warga sekitar agar mendapat solusi.

"Pada saat itu apa yang terjadi? Selesai. Kita dekati, kita persuasi, kita ngobrol, sepakat. Dan beberapa hal kesepakatannya biasanya ada di harga," ujar Ganjar.

"Dalam beberapa kesempatan juga sama, ketika tidak ada pekerjaan mungkin harga tanahnya terlalu rendah, tapi begitu ada pekerjaan harganya tinggi. Itu kondisi sosiologis, biasa saja. Kemudian, mereka menegosiasikan itu. Pada saat itu, akhirnya oke diputuskan, jalannya melingkar lewat laut. Ternyata di laut itu dulunya daratan, menarik, kan," katanya lagi.

Terkait kasus di Pulau Rempang, Ganjar menilai bahwa pemerintah perlu merekrut sosiolog dan antropolog untuk membangun komunikasi kepada warga, bukan hanya insinyur.

Baca juga: PBNU Haramkan Rebut Tanah Rempang Batam Secara Paksa Hingga Sebabkan Bentrokan

Menurut Ganjar, hal tersebut merupakan salah satu cara mencegah konflik agraria terjadi.

Ganjar mengungkapkan, masalah mitigasi ini sempat disampaikan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Menteri Perdagangan, Menteri Investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

"Tolonglah antropolog, tolonglah sosiolog. Tolonglah psikolog, agar kemudian dia bisa tahu menjelaskan lebih dulu. Karena kadang-kadang pemerintah enggak mau, capek menjelaskan. (Jalan pintasnya), sudahlah pakai UU Pengadaan Tanah saja. Makanya begitu (masyarakat) enggak mau, hukum berjalan. Tampil kekerasan," jelas Ganjar.

Janji Humanis

Menteri Investasi RI, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan hasil Rapat Koordinasi Percepatan Pengembangan Investasi di Pulau Rempang, pada Minggu (17/9/2023).

Ia menyebutkan, ke depannya pemerintah akan meminta aparat pengamanan menggunakan cara-cara yang lebih humanis dalam menghadapi masyarakat Pulau Rempang yang terdampak relokasi akibat investasi.

"Kami akan mengerahkan cara-cara yang soft," ujar Bahlil, ketika diwawancarai saat konferensi pers.

Namun, ia mengharapkan pula sikap kooperatif dari masyarakat agar tidak perlu dijalankan cara-cara yang represif oleh aparat.

Baca juga: Ustaz Abdul Somad Ungkap Sosok Asli Burhan yang Dipanggil Polisi Terkait Kasus Rempang Eco City

Baca juga: Jokowi Sebut Komunikasi yang Kurang Baik Jadi Faktor Picu Bentrokan di Pulau Rempang Batam

Pada kesempatan itu, ia juga menyayangkan tentang kericuhan yang terjadi saat demo masyarakat Rempang di depan Kantor BP Batam Jilid II beberapa waktu lalu.

Ia berharap, masyarakat dapat menjalankan aksi protes dan demonstrasi dengan cara-cara yang terukur.

"Jangan kayak kemarin yang sampai lempar-lempar batu. Saya sebagai mantan demonstran, melihat itu di luar kelaziman apa yang biasa kita lakukan," ujar Bahlil.

Ketika ditanya apakah ada rencana berkunjung ke Rempang untuk bertemu dengan warga, Bahlil tidak bisa memastikan saat itu juga.

"Iya, nanti kita lihat. Nanti kita lihat ya, saya juga belum makan sore, belum bisa mikir," jawab Bahlil.

Ganti Rugi

Menteri Investasi RI, Bahlil Lahadalia, menegaskan, pemerintah akan turut menghitung dan memberikan ganti rugi terhadap aset lainnya yang dimiliki warga Rempang.

Seperti diketahui, akan disediakan rumah tipe 45 di atas lahan seluas 500 m⊃2; bagi masing-masing warga terdampak.

Baca juga: 43 Orang Diamankan Buntut Kericuhan Saat Demo di Rempang Batam, Polisi: 5 Positif Narkoba

Namun jika warga memiliki aset lain, contohnya rumah yang tipenya melebihi tipe 45, lahan kebun, keramba ikan, sampan, dan lain sebagainya, BP Batam akan menghitung serta menutupi ganti ruginya.

"Misalnya sudah kami sediakan rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta, tapi jika sebelumnya warga punya rumah lebih besar yang nilainya Rp 350 juta misalnya, itu akan dinilai oleh KJPP dan kekurangan atau selisihnya akan diselesaikan oleh BP Batam," jelas Bahlil usai menghadiri rapat koordinasi percepatan pengembangan Rempang Eco City di Batam, Minggu (17/9/2023).

Ia menegaskan, segala aset milik warga tersebut akan dihargai secara proporsional. Kemudian, sembari menunggu tempat relokasi dirampungkan, pemerintah juga akan memberikan uang tunggu berupa pemenuhan biaya kebutuhan pokok sebesar Rp 1,2 juta per orang per bulan, dan biaya sewa rumah Rp 1,2 juta per keluarga per bulan.

"Artinya, pemerintah juga punya hati. Yakinlah investasi ini juga untuk kesejahteraan rakyat," tutur Bahlil.

 

(Kompas.com/Fika Nurul/TribunBatam.id/Hening Sekar Utami)