"Mereka menolak secara militan, mereka marah sama Pak Prabowo, karena gabung sama Jokowi. Mereka merasa umat dihina. Sehingga saya katakan, jadi menurut anda pemimpin itu tidak boleh bersatu. Dia harus terus berperang, tidak ada lagi jalan damai. Tidak ada lagi namanya perdamaian, rekonsiliasi dan sebagainya. Jadi menurut anda pemimpin itu lebih baik bersengketa daripada gotong royong? Mereka tidak bisa menjawab" jelasnya.
Intinya pada basis militan pendukung Prabowo yang ada di 01 itu, menurut Fahri, didalam dirinya telah ditanamkan bibit-bibit kebencian, sehingga tidak menerima apabila ada perdamaian.
"Umat ini menurut mereka, kalau bisa ada dalam tekanan terus menerus, ada dalam ancaman dan tuduhan-tuduhan macam-macam. Tidak mau menerima kalau umat pada akhirnya seperti dalam perjanjian Hudaibiyah di zaman Rasulullah SAW. Jadi memang di kanan ini ada yang parah," katanya.
Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini terus berusaha mengajak pemilih militan Prabowo pada dua Pilpres lalu ini untuk berdialog, namun apabila masih bersikukuh dengan sikapnya, apa boleh buat.
"Kita lebih baik fokus menyusun agenda ke depan, karena krisis ada di depan mata kita. Kita harus berpikir kepentingan nasional, tanggal 14 Februari adalah hal yang strategis buat kita, sehingga kita berharap tidak ada gangguan. Itulah kenapa Partai Gelora mengkampanyekan satu putaran dan aklamasi karena dunia tidak sedang baik-baik saja," pungkasnya. (m32)