TRIBUNTANGERANG.COM - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan sidang praperadilan oleh tim kuasa hukum Pegi Setiawan, Senin (8/7/2024).
Dikabulkannya gugatan itu maka penetapan tersangka Pegi Setiawan dianggap gugur atau tidak sah.
Lantas bagaimana nasib Pegi Setiawan setelah status tersangkanya dianggap tidak sah, adakah ganti rugi yang diberikan?
Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 yang mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam aturan itu, terdapat ketentuan yang mengatur hak tersangka untuk mendapatkan ganti rugi atas penahanan yang salah.
Pasal 95 KUHP menegaskan bahwa tersangka berhak atas ganti rugi apabila penahanan yang dilakukan terhadapnya terbukti salah.
Nominal ganti rugi yang diberikan bervariasi, mulai dari Rp500.000 hingga Rp100.000.000.
Jumlah ini bisa lebih besar jika penahanan tersebut menyebabkan cacat atau kematian. Pembayaran ganti rugi ini dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Dikutip Tribunjabar.com, Kabidkum Polda Jawa Barat, Kombes Nurhadi Handayani mengatakan, pihaknya bakal menindaklanjuti putusan majelis hakim.
Dia pun akan berkoordinasi dengan pihak penyidik terkait putusan itu.
"Jadi, nanti penyidik akan menindaklanjuti yang telah dibacakan oleh hakim. Kami tetap patuh pada hukum," ucap Nurhadi setelah sidang.
Dia menambahkan, proses pembebasan Pegi Setiawam akan dilakukan secepatnya oleh pihak Direkrorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat.
Sementara penyidikan terhadap Pegi terkait kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon pada 2016 lalu pun dihentikan.
"Nanti kami secepatnya. Nanti dari putus hakim juga, bukan dari kami. Tadi, tidak menyebutkan misalnya ganti rugi. Jadi, dihentikan penyidikan kemudian segera dibebaskan. Jadi kami tetap patuh apa yang disampaikan oleh hakim," katanya.
Nurhadi pun belum dapat mengungkapkan mengenai langkah hukum selanjutnya. Namun, pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu bersama penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Barat.
"Nanti kami bicarakan dengan penyidik langkah-langkah selanjutnya," kata Nurhadi.
100 Miliar
Eks Wakapolri, Komjen Pol Purn Oegroseno berharap agar hakim tunggal dalam praperadilan nanti bisa memutus dengan sebaik-baik dan sejujur-jujurnya.
Jika diputuskan nanti penahanan ataupun penangkapan tidak sah, maka pihak Polda Jabar selaku tergugat bertanggungjawab untuk mengganti rugi serta melakukan rehabilitasi nama Pegi.
Belajar dari kasus Pegi Setiawan, jumlah nominal ganti rugi sebesar Rp 100 juta yang diberikan kepada penggugat terbilang kecil.
Oegroseno mengusulkan agar diberikan ganti rugi lebih tinggi.
"Cuma rehabilitasi di indonesia ini kan maksimal Rp 100 juta seharusnya kalau ada orang yang salah tangkap mungkin ganti rugi kalau seseorang salah tangkap direhabilitasi (namanya), kemudian ganti ruginya sekitar Rp 10 miliar atau 100 miliar lah," katanya seperti dilansir dari Nusantara TV yang tayang pada Kamis (4/7/2024).
Hal itu bertujuan untuk memberikan efek jera terhadap pihak penyidik agar tak sembarang main tangkap seseorang tanpa bukti kuat.
"Jadi, bener-bener aparat itu tidak terlalu berani untuk melakukan salah tangkap, gitu aja," pungkasnya.
Polri enggak usah malu
Sependapat dengan Hotman Paris, Eks Wakapolri, Komjen Pol Purn Oegroseno juga mengusulkan agar segera dibentuk Tim Pencari Fakta untuk mengungkap kasus pembunuhan Vina Cirebon.
Wakapolri periode 2013-2014 tersebut meminta kepada Presiden Jokowi untuk segera membentuk tim tersebut.
Tim tersebut dibentuk untuk menyingkap kabut misteri di balik kasus pembunuhan sepasang kekasih itu.
Pasalnya, kasus pembunuhan ini carut marut karena diwarnai banyak kejanggalan.
Kejanggalan terkait apakah ketujuh terpidana yang telah dijebloskan ke bui memang betul pelaku sebenarnya? Serta motif di balik pembunuhan itu yang kini masih gelap.
"Supaya tidak melebar kemana-mana jadi ada juru bicaranya. Sudah lah kita (polisi) kan enggak usah malu kalau ada salah, ya minta maaf," ujar Oegroseno seperti dikutip dari Nusantara TV yang tayang pada Kamis (4/7/2024) malam.
Namun, jika kasus ini dianggap sudah selesai karena putusan pengadilan yang sudah inkrah, ternyata faktanya bertolak belakang, maka bisa menjadi catatan buruk dalam sejarah kepolisian.
"Kalau faktanya seperti ini (semrawut) ya, ini PR yang tidak pernah tuntas. Akan menjadi catatan kepolisian sampai kapanpun," ucapnya.
(TribunJakarta.com/Tribunnews.com)
Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News