TRIBUN TANGERANG.COM, SURABAYA- Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur diciduk Kejaksaan Agung
Ketiganya adalah hakim Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Kejagung juga mencokok Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur.
Penangkapan ketiganya terkait vonis bebas Ronald Tannur yang menjadi terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti (29).
Pascapenangkapan terungkap adanya aliran uang miliaran yang masuk ke kocek para hakim tersebut.
Diduga ada dugaan suap miliaran rupiah di balik vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.
Setelah melakukan penyelidikan, jaksa menyita uang miliaran rupiah dalam dugaan suap tiga hakim PN Surabaya,
"Kejagung melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap tiga orang hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan inisial ED, AH kemudian M dan seorang lawyer atau pengacara atas nama LR," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar Gedung Kejagung RI, Jakarta, Rabu (23/10/2024) malam.
Barang bukti itu didapat ketika penyidik menggeledah properti milik tiga hakim tersebut, dan pengacara Lisa Rahmat.
Qohar menjelaskan, dari rumah Lisa di Surabaya, penyidik menemukan uang tunai sebesar Rp 1,1 miliar, 450 dollar AS, 717.043 dollar Singapura, serta sejumlah catatan transaksi.
Baca juga: Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur Ditangkap, Mahfud MD Singgung Sosok Ini Perlu Diperiksa
Penyidik lalu menemukan uang tunai dari berbagai pecahan dollar AS dan dollar Singapura yang jika dirupiahkan setara dengan Rp 2 miliar, dokumen bukti penukaran uang, catatan pemberian uang kepada pihak terkait, dan handphone dari apartemen Lisa di Jakarta.
Kemudian, saat menggeledah apartemen hakim Erintuah Damanik di Surabaya, penyidik menyita uang tunai Rp 97 juta, 32.000 dollar Singapura, 35.992,25 ringgit Malaysia, dan sejumlah barang bukti lainnya.
Sementara di rumah Erintuah Damanik di Perumahan Semarang, ditemukan uang tunai 6.000 dollar AS, 300 dollar Singapura, dan sejumlah barang elektronik.
Selanjutnya, penyidik menemukan uang tunai Rp 104 juta, 2.200 dollar AS, 9.100 dollar Singapura, 100.000 yen, serta beberapa barang elektronik di apartemen hakim Hanindyo di Surabaya.
Sedangkan di apartemen yang ditempati hakim Mangapul di Surabaya, disita uang tunai Rp 21,4 juta, 2.000 dollar AS, 32.000 dollar Singapura, dan barang bukti elektronik lainnya.
Kejaksaan Agung menyatakan tiga hakim PN Surabaya dan pengacara Lisa Rahmat telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait vonis bebas terdakwa kasus Ronald Tannur.
"Setelah dilakukan pemeriksaan pada hari ini (kemarin, red), jaksa penyidik pada Jampidsus menetapkan 3 orang hakim atas nama ED, HH dan M serta pengacara LR sebagai tersangka," kata Abdul Qohar.
Lebih jauh Qohar menuturkan, penetapan tersangka terhadap empat orang ini setelah jaksa penyidik menemukan adanya dua alat bukti yang kuat pasca lakukan penggeledahan di Surabaya dan Jakarta.
Penyidik menemukan sejumlah alat bukti berupa uang tunai hingga catatan transaksi keuangan Lisa Rahmat kepada ketiga hakim tersebut.
Empat tersangka terindikasi melakukan tindak pidana korupsi berupa penyuapan sehubungan dengan vonis kasus penganiayaan yang dilakukan Ronnald Tannur di PN Surabaya.
"Penyidik menemukan indikasi kuat bahwa pembebasan terhadap Ronald Tannur diduga Hakim ED, HH dan M menerima suap dari pengacara LR," ujarnya.
Baca juga: Breaking News: Kejagung Tangkap 3 Hakim yang Vonis Bebas Gregorius Ronald Tannur
"Dalam perkara ini terdakwa Ronald Tannur telah diputus bebas oleh ED, HH dan M," imbuhnya.
Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka, keempatnya dilakukan penahanan di Rutan Kejagung Cabang Salemba.
Para tersangka akan menjalani masa penahanan untuk 20 hari pertama setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Jejak Kasus
Kasus penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur hingga mengakibatkan kematian kekasihnya, Dini, terjadi pada Selasa, 3 Oktober 2023.
Saat itu, Ronald bersama Dini ke tempat karaoke Blackhole KTV di Lenmarc Mall, Surabaya.
Mereka berkaraoke dan mengonsumsi minuman beralkohol jenis Tequilla Jose hingga lewat dini hari atau Rabu, 4 Oktober.
Saat hendak pulang, keduanya cekcok di depan lift untuk turun ke parkiran mobil.
Di dalam lift, Ronald menampar Dini hingga memukul pakai botol Tequilla yang dibawanya.
Penganiayaan kemudian berlanjut di basement bahkan Dini sempat dilindas dengan mobil.
Akibat perbuatannya itu, Dini mengalami luka parah dan sempat dilarikan ke rumah sakit.
Namun nyawanya tak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia.
Kematian Dini diselidiki polisi dan menetapkan Ronald sebagai tersangka pada Jumat, 6 Oktober 2024.
Ronald saat itu dijerat dengan pasal 351 dan 359 KUHP tentang penganiayaan.
Kasus ini sempat menjadi sorotan publik. Sebab ayah Ronald yakni Edward Tannur kala itu masih menjabat sebagai anggota DPR RI Fraksi PKB.
Saat itu polisi membantah adanya intervensi dalam kasus ini. Belakangan Ronald Tannur dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Di persidangan, jaksa menuntut hukuman 12 tahun pidana penjara karena Rpnald Tannur terbukti melanggar Pasal 338 KUHP.
Hukuman itu masih ditambah dengan membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris.
Total restitusi dalam surat tuntutan yang harus dibayarkan oleh Ronald mencapai Rp 263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun amar putusan yang dibacakan hakim ketua Erintuah Damanik ternyata menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald.
Hakim Erintuah Damanik, bersama hakim Mangapul dan Heru Hanindyo, menilai Ronald tak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki.
Baik dalam pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP maupun ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP. Alhasil, Ronald Tannur divonis bebas.
"Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan, memberikan hak-hak terdakwa tentang hak dan martabatnya," kata hakim ketua Damanik membacakan amar putusannya, Rabu (24/7/2024).
Atas putusan ini, jaksa mengajukan kasasi ke Mahakamah Agung (MA).
Vonis ini juga menuai sorotan publik. Komisi Yudisial (KY) pun merekomendasikan agar tiga hakim tersebut dipecat karena terbukti melanggar kode etik berat.
Kasus ini juga sempat dibahas di Komisi III DPR RI pada Agustus lalu.
Dalam rapat itu, Anggota KY selaku Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Joko Sasmito mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap hakim terlapor guna mendapatkan klarifikasi dan penjelasan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) di Pengadilan Tinggi Surabaya.
Kemudian berdasarkan Rapat Pleno KY pada Senin (26/8/2024), KY memutuskan bahwa hakim terlapor terbukti melanggar KEPPH.
Yaitu, adanya perbedaan antara fakta-fakta hukum dan pertimbangan hukum terkait unsur-unsur pasal dakwaan dan penyebab kematian korban Dini yang dibacakan di persidangan dengan fakta-fakta hukum dan pertimbangan hukum yang tercantum dalam salinan putusan.
Putusan Kasasi MA
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum atas putusan bebas PN Surabaya terhadap Ronald Tannur.
“Kabul kasasi penuntut umum - batal judex facti,” demikian amar putusan di laman Kepaniteraan MA.
Pada perkara nomor 1466 K/PID/2024 ini, MA menyatakan Ronald Tannur terbukti secara sah bersalah, sesuai dengan dakwaan alternatif kedua penuntut umum. Maka dari itu, ia pun dijatuhkan hukuman lima tahun penjara.
“Terbukti dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP - pidana penjara selama 5 (lima) tahun,” bunyi amar putusan tersebut.
Perkara yang melibatkan Ronald Tannur itu diperiksa dan diadili oleh Ketua Majelis Soesilo dengan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Sementara itu, panitera pengganti pada perkara tersebut adalah Yustisiana.
Putusan itu dibacakan pada Selasa, 22 Oktober 2024, sehari sebelum tiga hakim yang memberikan vonis bebas pada Ronald Tannur ditangkap di Surabaya. Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com
Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News