Berita Banten

Tebang Pohon Kecapi di TNUK untuk Renovasi Rumah, Lansia di Pandeglang Dituntut 2 Tahun Penjara

Amirudin yang bekerja sebagai penggarap sawah di dekat kawasan TNUK, kekurangan biaya untuk merenovasi atap rumahnya yang hampir roboh.

|
Penulis: Nurmahadi | Editor: Joko Supriyanto
Istimewa
Kondisi rumah Amirudin, lansia asal Cimanggu, yang dipidana usai menebang pohon kecapi di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (17/11/2025). (Tribuntangerang.com/Ho-LBH Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Banten 
Ringkasan Berita:
  • Seorang lansia 61 tahun bernama Amirudin dituntut 2 tahun penjara karena menebang satu pohon kecapi.
  • Kasus ini menuai sorotan karena dinilai tidak mengedepankan restorative justice.
  • Proses hukum yang menjerat Amirudin dan rekannya kini memasuki tahap pleidoi, dengan keluarga berharap hukuman diringankan atau dibebaskan.

 

Laporan Reporter Tribuntangerang.com, Nurmahadi

TRIBUNTANGERANG.COM, PANDEGLANG - Nasib malang dialami seorang lansia bernama Amirudin (61) lantaran dituntut 2 tahun penjara usai menebang pohon kecapi di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang, Banten.

Persidangan atas kasus yang menjerat pria asal Cimanggu, Kabupaten Pandeglang itu, kini telah memasuki tahap pleidoi.

Kuasa hukum Amirudin dari LBH Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Banten, Neneng Annisa menjelaskan peristiwa itu terjadi, Sabtu 21 Juni 2025 siang.

Amirudin yang bekerja sebagai penggarap sawah di dekat kawasan TNUK, kekurangan biaya untuk merenovasi atap rumahnya yang hampir roboh.

Neneng mengatakan Amir kemudian meminta bantuan rekannya, Arsana untuk menebang pohon kecapi yang terletak di Blok Kubang Badak, Resor PTN Kopi, Seksi PTN Wilayah III Sumur, Pandeglang.

Akan tetapi aktivitas penebangan pohon tersebut diketahui oleh warga sekitar kemudian dilaporkan kepada Kepala Balai TNUK.

Neneng menjelaskan Amirudin tak mengetahui jika pohon yang telah ia tebang berdiri di atas tanah TNUK.

"Jadi memang pohon itu berdiri berbatasan dengan lahan garapan, kurang lebih 50 meter jaraknya, pak Amir pikir itu pohon berada di lahan garapannya," ungkap Neneng saat diwawancarai Tribuntangerang.com, Senin (17/11/2025).

Baca juga: Tebang Pohon di Depan Rumah Warga di Pasar Minggu, Petugas PPSU Ditodong Pistol

Atas kejadian itu, Amirudin dan Arsanah harus menjalani proses sidang, dan dikenakan Pasal 33 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan tuntutan 2 tahun penjara.

Neneng mengaku sangat menyayangkan terkait proses hukum yang diberatkan kepada kedua terdakwa.

Pasalnya dia menilai tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak sebanding dengan perbuatan terdakwa yang hanya menebang satu pohon kecapi.

"Yang disayangkan adalah proses hukumnya yang tidak mengedepankan restorative justice, lalu tuntutan 2 tahun penjara juga tidak sebanding dengan penebangan satu pohon kecapi," katanya.

Di samping itu, menantu Amirudin, Samsuri mengaku sangat terpukul dengan adanya perkara ini.

Dia mengatakan sang ayah harus mengumpulkan uang selama 4 tahun demi merenovasi atap rumah.

Selama itu pula Amirudin harus bertahan dengan kondisi atap rumahnya yang kerap bocor jika dilanda hujan deras.

Baca juga: Warga DKI Bakal Kena Sanksi Sosial Jika Bakar Sampah Sembarangan? Ini Kata Gubernur Pramono Anung

Kayu yang sudah lapuk juga membuat Amiriduin, istri dan anaknya, merasa khawatir atap rumahya tiba-tiba roboh dan menimpa mereka.

"Kondisi kayu juga sudah semakin lapuk. Sehingga orangtua kami menyisihkan uang dari bertani. Kalau hujan sering bocor. Di dapur tiga titik yang bocor, di ruang tengah juga ada yang bocor," ungkap Samsuri.

Tak hanya itu, Samsuri juga mengatakan Amirudin masih memiliki tanggungan, yakni istri dan anak bungsunya yang masih duduk di bangku SMA.

"Dua anak bapak saya masih menjadi tanggungannya, apalagi yang bungsu. Karena dia masih sekolah," katanya.

Atas hal ini, Samsuri berharap Amirudin   bisa dibebaskan dari segala tuntutan. Jika pun harus menjalai proses hukum, dia berharap sang ayah mendapatkan hukuman seringan-ringanya.

"Menimbang dari kesalahan orangtua kamu, kalau memang misalkan harus ada proses hukum, misalkan sampai vonis, saya berharap dihukum seringan-ringannya, kalau bisa dibebaskan," ungkap Samsuri.

"Kasian juga orangtua saya udah tua harus menjalani proses hukum seperti ini, soalnya kami kan orang kampung latar belakang pendidikan terbatas, kami sebenarnya melakukan ini enggak tahu, apalagi dari segi ekonomi, kurang berkecukupan," tambahnya. (m41) 

 

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved