Makan Bergizi Gratis

Makan Bergizi Gratis Berjalan Sukses di Tangsel tapi Apresiasi untuk Guru Masih Nol

Saat anak-anak istirahat, seharusnya kami juga bisa rehat atau mengoreksi tugas. Tapi sekarang justru sibuk ngurus pembagian makanan

Penulis: Ikhwana Mutuah Mico | Editor: Joseph Wesly
TribunTangerang/Ikhwana Mutuah Mico
MAKAN BERGIZI GRATIS- Makan bergizi gratis di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (22/1/2025). Guru berharap ada petugas khusus yang menyiapkan makanan agar guru biasa menjalankan aktivitas lain. 

Laporan Wartawan
TribunTangerang.com, Ikhwana Mutuah Mico

TRIBUNTANGERANG.COM, PONDOK AREN- Program Makan Bergizi Gratis merupakan inisiatif pemerintah pusat yang diprakarsai oleh Presiden Prabowo Subianto dan dilaksanakan melalui Badan Gizi Nasional. 

Sejak diluncurkan, program ini mendapat sambutan beragam dari masyarakat, mulai dari apresiasi hingga kritik terkait pelaksanaannya di lapangan.

Dibalik pro dan kontra terhadap makanan yang disediakan, para guru menghadapi realita berbeda, beban kerja yang bertambah tanpa adanya kompensasi.

Sejak MBG diberlakukan, Anton, bukan nama sebenarnya, guru SD Negeri di Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan tak hanya bertanggung jawab mendidik dan membimbing siswa, tetapi juga harus mengatur distribusi makanan.

Tak hanya itu, ia juga bertugas menghitung jumlah rantang, mencatat absensi konsumsi, hingga mencicipi makanan sisa untuk memastikan kelayakan.

“Setiap pagi, sebelum jam pelajaran, kami harus menghitung jumlah rantang sesuai data siswa. Lalu kami atur pembagian porsi besar dan kecil. Kadang kalau tidak ditandai, kami harus buka satu per satu,” ungkap Anton di Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Selasa (30/9/2025).

Anton mengungkapakan selain waktu belajar yang tersita, waktu istirahat guru pun praktis hilang. 

“Saat anak-anak istirahat, seharusnya kami juga bisa rehat atau mengoreksi tugas. Tapi sekarang justru sibuk ngurus pembagian makanan, bersih-bersih sisa makan, dan memastikan rantang kembali utuh,” tambahnya.

Anton mengatakan guru merasa fokus mengajar menjadi terpecah karena harus bolak-balik keluar kelas demi urusan logistik MBG. 

Di beberapa kelas bawah, Anton seperti kelas 1 atau 2, guru bahkan harus membantu membuka, menyuapi, hingga mengikat kembali wadah makanan.

Meski diakui MBG membawa dampak positif bagi anak-anak, terutama dari segi pemenuhan gizi dan semangat belajar, namun tidak sedikit guru yang berharap ada solusi dari beban tambahan ini.

“Programnya bagus, tapi teknisnya harus dievaluasi. Harus ada petugas khusus dari pihak MBG yang membantu di sekolah. Jangan semua diserahkan ke guru. Kami jadi kelelahan, sementara kualitas pembelajaran juga bisa menurun,” jelas Anton.

Ironisnya, Anton mengatakan belum ada tambahan insentif atau bentuk apresiasi lain bagi para guru yang terlibat penuh dalam pelaksanaan MBG di lapangan.

Semua pekerjaan tambahan itu dilakukan atas dasar tanggung jawab dan kepedulian terhadap siswa.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved